"Aku jadi bersimpati pada para iblis pulau, karena suatu hari tiba-tiba mereka akan dibunuh oleh itu," seorang pemuda pemegang binocular berdiri diatas sebuah kereta kuda, mengawasi pergerakan para titan berakal yang sedang berperang, tepatnya meratakan pasukan musuh dengan kekuatannya masing masing.
"Memang, pasukan pejuang yang baru dibentuk unggul dalam kemampuan daripada pendahulunya. Mereka juga ditempa sejak masih anak-anak, hanya saja aku mempertanyakan keputusan petinggi, masa' memercayakan rencana merebut perintis kepada empat orang anak kecil? Kurasa mereka sudah tidak waras." ucap temannya, seorang pria yang terlihat lebih tua darinya, juga berdiri untuk mengawasi.
"Kau pikir begitu? Saat ini anak-anak itu telah memperlihatkan bahwa mereka dapat menginjak-injak satu negara, bukan?" sang pemuda menjauhkan binocular dari matanya, beralih menghadap temannya.
"Lagipula aku sudah pernah kesana sebelumnya, dan izinku hanya berlaku untuk seminggu. Baguslah kalau petinggi membuat keputusan dengan cepat. Jangan khawatir, aku yang akan mengawasi mereka."
----------
"Beast dan Cart diperlukan oleh negara untuk mengawasi negara musuh, jadi mereka tidak diikutsertakan dalam operasi ini. Oleh karena itu, operasi perebutan titan perintis akan dijalankan oleh titan rahang, Marcel Galliard; kolosal, Bertholdt Hoover; wanita, Annie Leonhart; zirah, Reiner Braun. Kupercayakan pada kalian.
Tenang saja, kalian akan didampingi pejuang yang menjadi mata-mata disana. Umur kalian juga tidak terpaut terlalu jauh sempurna, bukan?"
----------
"Y/N?"
Sang pemuda mengalihkan perhatiannya dari kopi yang belum ia sentuh sejak pelayan— yang menggodanya dengan pelukan dan kecupan di pipi— mengantarkan pesanan mereka, menuju wanita yang duduk dihadapannya.
"Ada apa? Apa kepalamu sakit lagi?" tanya wanita itu khawatir. Dia memainkan ujung rambut coklat karamel yang terlihat kemerahan dibawah sinar matahari miliknya, apakah mengajak pemuda di depannya adalah pilihan yang tepat.
Dirinya tahu, sudah hampir sebulan sang pemuda menjalani hidup tanpa mengenal siapapun. Rasa sakit yang ia rasakan setiap berusaha mengingat sesuatu juga tidak bisa diremehkan. Sempat beberapa hari lalu dirinya melihat sang pemuda tergeletak tak sadarkan diri di koridor dengan hidung yang terus mengeluarkan darah.
Mengajaknya keluar di terik matahari siang, di tengah kumpulan orang mungkin saja membuatnya lebih buruk.
Namun, sudah tiga puluh menit sejak pembicaraan terakhir mereka, yang dilakukan pemuda itu hanya menatap kosong kopinya. Petra tidak ingin menggangu temannya, maka ia menyibukkan diri dengan rambut dan latte nya.
Tampaknya pertanyaan dari Petra membuat sang pemuda tersadar. Dengan cepat ia gelengkan kepalanya, membuat raut khawatir wanita tersebut sedikit menghilang.
"Hey, apa kau ingat beberapa hari sebelum kejadian di Trost, aku sempat bertanya kepadamu tentang hadiah—
"Untuk Levi, bukan?"
Ucapan Petra yang terpotong membuatnya terkejut, apa mungkin temannya sudah mulai mengingat tentang dirinya, tentang mereka saat masih menjadi kadet pelatihan.
"Kemarin aku bermimpi tentang itu. Kau mendobrak masuk ruanganku, berteriak soal cincin, teh, atau alat pembersih seperti orang gila," ucapannya membuat Petra tertawa kecil, menghilangkan atmosfer canggung diantara mereka.
"Wajahmu sangat aneh saat itu, seperti saat Oluo menumpahkan minumannya diatas kepalamu."
Tawa mereka semakin kencang, membuat orang-orang di sekitarnya mulai melihat dengan kesal. Mereka terus membicarakan hal bodoh yang terjadi di masa lalu— yang entah kenapa Y/N ingat dengan jelas— tak peduli seberapa banyak tatapan yang mereka terima hingga mereka diusir dari kedai.
![](https://img.wattpad.com/cover/236497537-288-k369763.jpg)