Chapter 2 : Mo meninggal

1.2K 158 10
                                    

Dokter Albert menyender ke tembok sembari menatap kami penuh makna. Ah ternyata kami sudah berada didepan rumah Dokter Albert.

Jabingan!!! Pasti posisi kami saat ini membuat salah sangka!

Aku mendorong tubuh si ulat bulu, lalu berdiri dengan kikuk. Sedangkan dokter sialan dan Erwin tertawa kecil.

"Selamat siang dokter Albert" Ucap si Ulat bulu secara formal kepada Albert, "Ah Erwin kau ingin mengunjungi (Y/N)?" Tanya sang dokter, "Ah, iya. Kebetulan kita bertemu dipasar tadi" ucap ulat bulu masih dengan senyuman menyebalkannya.

Aku hanya menunduk. Perasaan malu dan kesal bercampur aduk. Aku yakin kejadian ini akan terus dibicarakan mereka berdua!

"Tidak usah malu malu (Y/N), aku memaklumi kalian kok," si dokter tertawa. Apaan sih! Lagipula kenapa ketawa mulu coba, gila ya.

"Bagaimana kalau kita semua masuk ke dalam dahulu? Agar lebih enak berbincangnya" Ucap ulat bulu, Albert yang menyetujui membukakan pintu rumahnya.

Kami duduk di sofa ruang tamu Albert. Albert mendesah capek lalu melihat ke arahku dan tersenyum.

"(Y/N), kembaliannya?" sudah kuduga.

"Nih" Ucapku seraya memberi kembali tas serutnya. Dia pun mengecek isinya, "Lah kok utuh?!" Dokter Albert terheran heran.

"Tadi dibayarin sama si Ulat bulu semua belanjaannya" aku melingkarkan lenganku di bahu Erwin sembari menyeringai "Tadi katanya kembaliannya buat ku kan?"

Aku merampas tas serut dengan tanganku yang bebas. Albert hanya terpatung di tempatnya.

"Hehe, uang saku~"

'kruyukk'

Wahai perut, bagaimana bisa aku melupakanmu.

'kruyukk' 'kruyukk'

Benar benar memalukkan, Aku benar benar malu. Kalian semua menyeret aku ke pengadila-

Ekhem, mari kembali ke cerita.

"Sepertinya kamu sangat lapar. Tenanglah chef Erwin ini akan memasak untukmu" Bangga si ulat bulu.

Ini hanya perasaanku, atau tingkahnya saat ini sangat tidak sesuai dengan dirinya? Anu, bahasa gaulnya, OOC.

Dia melepas jaketnya, meletakkannya di sofa, lalu berjalan menuju ke dapur. Aku yakin kalian penasaran wajah seseorang Erwin saat memasak bagaimana, jadi kuikuti.

Ya ampun.

Dengan lap meja yang diletakkan di pundaknya, terlintas sebuah ide untuk mengganti judul sinetron di salah satu saluran tv Indonesia.

Dia pasti akan menjadi tukang bubur-eh suami yang baik maksudnya.

Mungkin suatu saat nanti aku akan melihatnya berangkat haji bersama keluarganya.

"Sedang apa kau?"

"UWAH!"

Ternyata si dokter sialan, bikin kaget saja.

"Ah, nggak. Cu-cuman penasaran aja...haha..." "Penasaran, ya?" Keluar! Senyuman menyebalkan dokter sialan.

Apa ini yang dinamakan terciduk.

"Oh, kalian disini. Mau lihat?" Sejak kapan Erwin dibelakangku?! "Yah, bocah ini penasaran katanya. Jadi kutemani," Hah?! Apanya yang ditemani!

'kruyukkk'

Iya, perut. Sabar.

"Ah, Erwin. Kayaknya aku tunggu di ruang tamu aja," Erwin mengangguk tanpa menoleh ke arahku dan berkata "Yasudah, nanti kalau sudah selesai aku bawa kesana."

Flower DiseasesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang