Chapter 12: Nara Tama

119 12 15
                                    

Seorang sekertaris perempuan memasuki ruangan Priam yang luas ditambah dengan jendela besar yang menampilkan pemandangan pelabuhan Kota Dennosam yang indah.

“Maaf, ada pesan untuk Bapak dari Pak Samsul, sopir Bapak. Kata beliau amplop ini dari Ibu Freya.”

“Terima kasih.” Priam menerima amplop cokelat besar. Sebelum sekertaris perempuan pergi, Priam berkata, “Ruangan untuk rapat sudah dipersiapkan?”

“Sudah, Pak. Sekitar tiga puluh menit lagi, klien akan datang.”

“Iya, terima kasih.”

Setelah sekertaris itu keluar, barulah Priam membuka amplop dari istrinya itu. Sebuah profil perempuan bernama Alecta Zeline yang bersedia menjadi kandidat surrogate mother. Ia membaca di mana perempuan itu lahir dan apa keyakinannya, untuk memastikan jika perempuan itu tidak menuntutnya seperti keyakinan yang dianut masyarakat Kota Dennosam.

“Kota Numa? Dia satu kota dengan Freya?” Sekarang priam jadi tau mengapa istrinya bisa mengatasi masalah ini.

“Kenapa aku tidak yakin jika perempuan bernama Alecta ini bisa menanggungnya?” Priam jadi ragu. Ia melirik arloji yang melingkar di pergelangan tangannya. “Tiga jam lagi, aku akan bertemu dengan dia. Alecta Zeline. Semoga sesuai harapanku.”

***

Dua perempuan nyentrik itu keluar dari kamar dengan senyuman merekah yang mereka perlihatkan kepada Naratama.

“Kami sudah mengubah boneka Annabelle itu menjadi boneka Barbie yang cantik,” ucap perempuan dengan rambut pink stabilo bangga.

“Anda bisa melihatnya  sekarang,” sahut perempuan berambut kuning stabilo.

Naratama bangkit untuk mengecek penampilan Alecta. “Oke, semoga Nyonya Freya menyukainya.”

Tepat saat Naratama memasuki kamar, di sana seorang perempuan duduk dengan wajah sudah dipoles make up dan rambut yang tertata indah. Aroma bunga yang menyenangkan tercium.

Alecta merasa lega, akhirnya penyiksaan menjadi cantik itu selesai. Dia kagum dengan wajah dan rambut yang ditata sedemikian rupa. Bahkan tubuhnya merasa bersih bebas dari daki dan kotoran yang menempel.

Tak salah jika mereka menyiksaku selama dua jam lebih! jerit hati Alecta.

“Ternyata Miss cantik juga,” puji Naratama yang terpukau dengan penampilan Alecta.

Setelah sekian lama, baru kali ini Alecta mendengar kata ‘cantik’ yang terucap dari bibir pria lain. Padahal sebelumnya hanya satu pria yang selalu memuji jika Alecta adalah gadis cantik di matanya, yaitu Ayah.

“Te-terima kasih.” Wajah Alecta bersemu merah muda seperti sakura yang baru mekar.

“Nah sekarang, kita akan memilihkan baju untuk Miss Alecta.” Naratama pergi dari kamar untuk mengambil beberapa gaun yang cocok untuk Alecta. “Saya akan memberitahu Nyonya Freya kalo Miss hampir siap. Sebentar lagi, Anda akan menemui Tuan Priam Ardiaz.” Meskipun sosok Naratama tidak ada di kamar, tapi Alecta masih bisa mendengar suaranya yang jernih dan renyah, seperti penyiar radio.

Naratama dan perempuan berambut kuning stabilo kembali, masing-masing membawa lima potong gaun, sedangkan perempuan berambut pink stabilo mendorong rak berisi aksesoris.

“Silakan pilih gaun yang akan Miss pakai,” ucap Naratama.

Ada sepuluh gaun bermerk terkenal disediakan untuk Alecta. Dia bangkit untuk memilih mana yang pantas untuk dirinya.

Pakaian apa yang disukai Priam? Terbuka atau tertutup? Glamor atau sederhana? Monokrom atau berwarna? Cerah atau gelap? Long or short?

Alecta berpikir keras bagaimana memikat Priam dari pandangan pertama. Jika Alecta memakai pakaian seperti Freya apakah Priam akan menyukainya juga? Jawabannya belum tentu. Di mata Alecta, Freya adalah perempuan tercantik yang pernah dia temui. Meskipun memakai pakaian sederhana, Freya tetap cantik seperti ratu.

Lalu, aku harus memilih yang mana?

Alecta mengingat sebuah artikel yang pernah dibacanya beberapa bulan yang lalu dari majalah dewasa. Di situ ada survei dari 100 pria dewasa yang diwawancarai perihal pasangan impiannya. Rata-rata mereka lebih menyukai perempuan yang sederhana tidak terlalu glamor dengan wajah yang tidak membosankan.

Sejujurnya artikel itu sedikit membual. Percayalah jika kebanyakan pria dewasa lebih menyukai perempuan berwajah cantik dan berpenampilan menarik. Catat juga, mereka menyukainya, tapi terkadang tidak rela mengeluarkan banyak uang agar perempuannya tetap menarik hati. Alecta masih ragu untuk mencari gaun yang pas untuk dirinya.

“Bagaimana aku bisa memilih! Gaun-gaunnya sangat cantik!” seru Alecta.

Naratama tertawa. “Anda bisa mencobanya satu per satu, Miss Alec.”

Kedua perempuan berambut nyentrik mengangguk. Mereka menyuruh Naratama untuk keluar kamar lagi.

Gaun pertama, modelnya pendek dan ketat sehingga mengekspos tubuh Alecta yang kurus. Bagian dadanya kurang menonjol karena dia memiliki ukuran payudara yang agak rata.

“Ini tidak nyaman,” keluh Alecta. Dia sempat menutupi kakinya karena terlalu potongan gaunnya terlalu pendek.

Naratama juga setuju. Ia menyilangkan tangannya tanda tidak menyukai penampilan Alecta.

Alecta kembali ke kamar untuk mengganti dengan gaun lain. Tak sampai 10 menit, dia kembali lagi dengan gaun yang longgar dengan aksen bulu-bulu yang sedikit norak. Alecta memutar bola matanya tanda dia benar-benar tidak menyukainya.

“Miss terlihat seperti ayam betina.” Naratama kembali menyilangkan tangannya.

Gaun ketiga juga sama, Alecta memakai long dress dengan warna hitam dan sedikit payet di bagian dada.

“Jika ada topi kerucut, lalu aku memakainya, pasti penampilanku seperti penyihir. Sebaiknya gaun ini dipakai saat hallowen.” Alecta mencibir penampilannya sendiri. Mungkin jika Freya yang memakainya akan terlihat seperti putri kerajaan.

“Iya, sepertinya Miss cocok menjadi penyihir.” Naratama tertawa. Ia menyilangkan tangannya.

Selanjutnya Alecta memakai gaun yang full payet. Terlihat blink-blink dan mewah. “Aku seperti lampu di kelab malam.”

Naratama menyilangkan tangannya, tanda ia tidak menyukai gaun itu.

Pada akhirnya Alecta memilih gaun yang tidak terlalu mencolok, dengan desain sederhana, tapi manis. Ditambah warna dominasi putih dan hitam, lalu rempel di bagian ujung gaun. Aksen pita di leher serta model lengan panjang, bawahan selutut memberi kesan imut meskipun Alecta sudah berumur 26 tahun.

Nice!” Komentar Naratama ketika melihat penampilan Alecta. Ia juga memberikan dua jempol sebagai tanda jika ia menyukai penampilan Alecta.

Alecta tersenyum, dia memandangi dirinya di depan cermin, dan beberapa kali memuji dirinya sendiri.

Dua perempuan berambut nyentrik itu pamit karena tugas mereka telah selesai. Naratama memberi dua amplop sebagai balas jasa mereka. Sekarang di apartemen itu terdapat dua orang, Alecta dan Naratama.

“Sebentar lagi Nyonya Freya akan datang, beliau sudah ada dalam perjalanan, Miss,” kata Naratama. Matanya masih fokus menatap layar ponsel.

“Oke, Tama.” Alecta masih memandang dirinya di cermin bundar yang terpasang di tembok.

“Tama?” Naratama mengernyit.

“Panggilan dariku. Aku merasa kurang pas jika memanggilmu Nara.”

“Tama, nama yang bagus, Miss.”

“Nah, Tama.” Alecta duduk berseberangan dengan Naratama. Mereka hanya terpisah dengan meja selebar setengah meter. “Aku ingin bertanya padamu.”

“Silakan Miss, jika aku bisa, pasti aku akan menjawabnya.”

“Bagaimana kepribadian Priam Ardiaz?”

Dipublikasikan, 21 Juli 2021
Novel ini bisa diakses di app GoodNovel

(Not) A Queen (21+) TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang