Chapter 16: Kemiripan yang Tak Terduga

146 10 10
                                    

“Aku datang.” Priam tersenyum sambil menggenggam erat buket bunga yang baru dibelinya tadi.


Tak sulit menjadi keberadaan orang terkasihnya. Hanya ada satu penanda yang tepat menunjukkan lokasi orang terkasihnya di makamkan. Pohon Zelkova itu berdiri kokoh dengan sinar senja semburat orange muncul di sela-sela ranting.

Priam terkejut saat melihat sebuah buket bunga yang indah dan sama persis dengan yang dimilikinya tergeletak manis di pusara istrinya.

“Jadi dia sudah ke sini lebih dulu,” ucapnya dengan nada kecewa. Namun segera mungkin lengkungan bibir itu kembali terbentuk indah. Priam meletakkan buket bunganya bersebelahan dengan buket bunga yang sebelumnya.

“Maaf, tadi aku sempat melupakanmu. Aku terlalu sibuk dalam duniaku sendiri hingga lalai berdoa untukmu.”

Priam berlutut lalu memejamkan matanya. Dia sedang berdoa kepada Semesta agar istrinya senantiasa berada di surga.

Priam membuka matanya. “Hari ini di kota ini, festival kembang api akan segera dimulai. Aku tau, festival ini adalah festival yang selalu kamu tunggu setiap tahunnya.”

Priam mulai sesenggukan. Beruntung di tempat ini hanya dia satu-satunya manusia yang hidup. Dia mulai menyeka matanya yang berair. “Tetaplah menungguku di sana.”

Setelah memastikan jika air matanya sudah hilang, dan suaranya sudah tidak serak, Priam kembali ke mobilnya. Di sana dia melihat Pak Samsul baru saja membuang rokoknya yang sepertinya masih tersisa separuh.

Pak Samsul langsung membuka pintu mobil dan mempersilakan Priam untuk masuk. Sekarang mereka harus bergegas menuju ke restoran. Di sana Freya dan kandidat surrogate mother sudah menunggu.

Jarak tempuh yang harusnya bisa memakan waktu 30 menit, kini jadi satu jam. Malam mulai bergerak menyelimuti langit membuat kerumunan yang cukup banyak.

Priam mengembuskan napas kuat. “Berhenti. Biar aku yang berjalan kaki.”

“Lho! Pak, tunggu! Sebentar lagi kita sampai.” Pak Samsul berusaha mencegah.

“Akan lebih cepat jika jalan kaki.” Priam keluar dari mobilnya sambil menggenggam ponselnya. Dia hanya perlu berjalan cepat melewati kerumunan untuk sampai ke restoran yang bangunannya sudah tampak dari kejauhan. Dia memprediksi hanya berjalan sejauh 500 meter lagi.

Saat berjalan, Priam sesekali menelepon Freya agar lebih sabar untuk menunggunya, namun setiap kali dia memanggil, selalu saja ada balasan jika nomor sedang sibuk. Mau tak mau Priam harus berlari hingga langkahnya terhenti di halaman restoran itu. Dia berhasil sampai meskipun dalam keadaan ngos-ngosan.

Seorang pria menghampirinya. “Tuan Ardiaz.”

Priam mengenal suara itu, suara anjingnya Freya. “Naratama.”
“Tuan ke sini naik apa? Mana Pak Samsul?” Naratama menyodorkan sehelai sapu tangan putih kepada Priam.

“Terima kasih.” Priam mengatur napas agar ritme pernapasannya segera stabil. Dia juga mengelap keringannya yang membasahi wajah dan juga lehernya.

“Anda tanpa sedikit kacau, Tuan.”

Belum pertanyaan pertama dijawab, Naratama telah bertanya lagi. Priam belum ingin menjawabnya, sebab berlari dengan memakai setelah jas seperti ini membuat geraknya sedikit terbatas dan tentu saja terasa gerah. Ditambah pertanyaan dari anjingnya Freya yang sepertinya menuntut untuk segera dijawab.

Mengapa Priam menyebut Naratama sebagai Anjingnya Freya, karena pria itu benar-benar patuh kepada Freya. Bahkan ke manapun Freya pergi, pasti ia akan memaksa untuk mengantarkan. Menurut Priam itu kesetiaan seperti anjing dan tuannya. Setidaknya Naratama tidak punya ekor ataupun menggonggong dan berjalan dengan empat kaki.

Ia tetap manusia, hanya saja bersedia melakukan apa saja sesuai perintah Freya.

“Pak Samsul sedang terjebak macet. Aku harus berlari dengan setelan seperti ini sejauh lima ratus meter agar cepat sampai di sini.” Priam menjawab dua pertanyaan sekaligus.

“Nyonya sudah memaklumi keterlambatan Tuan. Beliau sudah menunggu bersama Miss Alecta. Mari saya antarkan.”

Jika Naratama sudah mengatakan seperti itu, berarti Freya tidak marah dan masih bersedia menunggu kedatangan Priam.

Priam merasa bersalah. Di satu sisi dia masih terjebak dalam masa lalu yang mengikatnya kuat-kuat, di sisi lain, dia harus bersikap seperti manusia pada umumnya yang terlihat baik-baik saja.

Priam mengikuti ke mana Naratama pergi. Setelah menaiki beberapa anak tangga sampailah pada sebuah ruangan VIP yang telah dipesan Freya jauh hari.

Tepat saat melihat seisi ruangan, mata Priam terpaku pada sosok perempuan bersurai hitam yang panjang. Ia sedang menikmati hidangan yang tersedia di depannya. Mendadak ada hawa yang terasa berat menggelayut hatinya.

Priam teringat kepada seseorang yang pernah dicintainya.

“Miss, Tuan Priam sudah datang.” Naratama memberitahukan kedatangan Priam pada perempuan itu. Si perempuan reflek memandang Priam yang masih terpaku di tempatnya.

Sial, kenapa kandidat surrogate mother itu mirip dengan istriku?

Dipublikasikan, 21 Juli 2021
Novel ini bisa diakses di app GoodNovel

(Not) A Queen (21+) TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang