Maaf

1.7K 171 14
                                    

Jana mempunyai kebiasaan yang biasa ia lakukan sebelum tidur. Yaitu mengecek kamar Harsa atau Papa. Ia suka membuka kamar mereka hanya untuk menyembulkan mukanya di pintu kamar mereka.

Malam ini, ia sengaja ingin mengecek kamar Harsa. Ia masih belum tersadar dengan apa yang dia lakukan. Ia hanya merasa bersalah saat mendorong Harsa dari tempat tidurnya.

Ceklek!

Jana membuka pintu Harsa perlahan. Ia segera mendekat ke kasur kembarannya. Melihat kasur kembarannya yang sudah berantakan dengan bantal dibawah kasur. Ia merapikan bantal itu dan menyelimuti Harsa sampai sebatas dada.

Ditatapnya wajah Harsa yang terlihat begitu polos saat tertidur. Ia lalu mengecup dahi Harsa yang sedikit mengerut ketika ia cium.

Maafin gue ya, Sa. Good night! Batin Jana

Jana segera beranjak dari kasur Harsa. Ia tak ingin berlama-lama di kamar kembarannya itu. Ia rasa, hari esok akan lebih baik untuk membicarakan hal tersebut.

"Hiks...hiks...shhh...hiks...shhh"

Jana terdiam setelah mendengar tangisan tersebut. Pikiran buruknya mengatakan bahwa itu hantu yang suka mengganggu ketika malam tiba.

Jana pun membalikkan badannya dan mendapati bahwa tubuh kurus Harsa bergetar kuat sambil meremas perutnya. Tubuh yang akhir-akhir ini terlihat lemah itu juga sedikit menggigil dibawah selimutnya.

"Hiks...hiks...shhh...hiks...shhh"

Jana segera menempelkan punggung tangannya di dahi Harsa. Rasa hangat mendekati panas menjalar di tangannya. Jana semakin dibuat panik ketika badan Harsa mulai menggigil lagi.

Jana langsung menggedor pintu kamar sang Papa. Memberitahukan bahwa salah satu anaknya dalam keadaan tidak baik-baik saja.

Brak!

"PAPA!, HARSA SAKIT, PA!!" ucap Jana sambil menggoyangkan tubuh Yudi.

"HAH!? SAKIT KENAPA??!"

Yudi segera menyibak selimutnya dengan kasar dan berlari kearah kamar Harsa. Jana segera menyiapkan baskom air hangat dan handuk kecil.

Yudi segera membuka kamar Harsa dengan tergesa-gesa. Ia begitu panik ketika melihat anaknya sedang meringkuk memegang perutnya yang sakit.

"Sa, kamu kenapa?! Apa yang sakit, hm?" ucap Yudi khawatir

"Hiks...s-sakit Pa...hiks...perut Asa sakit...sshh" jawab Harsa terbata-bata sambil mencengram perutnya yang sakit

Yudi segera memeluk Harsa yang langsung dibalas dengan pelukan erat dari Harsa.

"Tunggu, ya. Bentar lagi Jana kesini, nanti Papa kompres" ucap Yudi menenangkan anaknya

Yudi tahu, untuk saat ini yang bisa ia lakukan hanya menenangkan anaknya. Ia sama sekali tidak terpikirkan oleh apapun selain melihat keadaan anaknya.

Ceklek!

Jana membuka pintu kamar Harsa dengan siku tangannya karena cukup kerepotan dengan barang bawaannya.

Yudi langsung mengambil alih dengan mencelupkan handuk di air yang hangat untuk mengompres Harsa.

Jana menggenggam dan sesekali mengelus tangan Harsa yang menganggur. Tangan Harsa yang satu lagi digunakan untuk meremas perutnya yang semakin sakit.

"Nana...jangan ditinggal...perutnya makin sakit..." lirih Haechan

Jana langsung memeluk Harsa denagan erat. Tubuh Harsa yang sudah menggigil tambah menggigil lagi setelah perutnya makin sakit.

Setelah satu jam, Harsa sudah mulai membaik walau tidak biasa dibilang sembuh. Sesekali ia meringis karena perutnya kembali terasa sakit. Panasnya juga masih belum turun, masih di angka 39 derajat.

Jana masih setia mengelus-elus kepala Harsa yang sedang memeluk dirinya sambil berbaring. Ia bersyukur kembarannya sudah tidak menggigil seperti tadi. Untungnya, Harsa tidak kejang-kejang seperti orang demam tinggi.

"Nana..."

"Hmm.."

"Maafin gue ya"

"........"

"Kemaren pas acara, gue bukannya gak mau dateng. Gue telat karena harus nganterin Prani dulu. Ditengah jalan, perut gue tiba sakit kaya tadi.

Tapi gue maksain buat jalan. Awalnya Prani mau gantiin tapi gue kekeuh buat bawa motornya. Habis nganterin Prani, perut gue sakit lagi makanya gue telat pas acara." ucap Harsa panjang lebar sambil memainkan ujung selimut.

Helaan napas Jana menjadi sebuah balasan yang dia dapat. Ia masih terus mengelus punggung Harsa yang sedang ia peluk.

"Na...gue tau, gue salah. Tapi tolong maafin gue. G-gue gak peduli mau lo tendang gue, atau lo bikin gue babak belur. Gu-gue g-gapapa" ucap Harsa terbata-bata

Jana langsung mengeratkan pelukannya kepada Harsa.

"Maafin gue, Sa. Kalo aja gue dengerin lo dulu, lo gak bakal sakit. Harusnya gue gak dorong lo. Maafin gue udah kasar sama lo"

Rasa bersalah Jana makin menguar ketika melihat tubuh Hrasa yang dipeluknya bergetar.

"Enggak, Na. Lo gak salah" ucap Harsa lirih

"Sa, harusnya dari awal gue ngomong sama lu kalo gue kecewa karena lu gak nepatin janji kita bertahun-tahun yang lalu.

Gue terlalu kecewa, sampe gue nolak semua permintaan maaf lu. Waktu itu gue kacau banget, sampe gue lupa kalo lo sama kacaunya kaya gue.

Gue harusnya ngasih lo kesempatan buat jelasin semuanya. Tapi gue terlalu egois, dan gak mikirin perasaan lo. Gue mencoba denial sama yang lo lakuin.

Tapi akhirnya,gue sampe harus main fisik sama lo. I really mad at you. Papa udah coba ngomong ke gue to forgive you, tapi kembaran lo satu ini emang kepala batu, Sa.

I'm sorry, Sa. I'm deeply sorry if i hurt you too much." ucap Jana sambil menundukkan kepalanya

"Na, hear me out. I'm okay if you mad at me. Gue emang yang salah disini. But, is not your fault kalo gue sakit kaya gini.

Gue emang udah sakit pas di sekolah. But, i'm not telling anyone that i'm sick. Gue minta maaf udah nyembunyiin ini dari lo.

Gue juga salah disini, bukan lo doang. Gue minta maaf udah gak nepatin janji yang kita buat bertahun-tahun yang lalu.

Gue merasa gak enak buat nolak ajakan mereka. Apalagi mereka temen kita. Walaupun gue harus telat buat dateng ke acara kita.

Intinya, kita berdua salah disini. Kita masih sama-sama egois buat minta maaf. I'm sorry, gue harusnya ngomong lebih dulu sama lo." ucap Harsa lirih

"It's okay. I admit your apology" ucap Jana dengan senyum di bibirnya

"Thank you, Nana" ucap Harsa dengan puppy eyes nya























- 𝐑𝐞𝐥𝐨𝐚𝐝𝐢𝐧𝐠 - [Hiatus]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang