02 • Can You See Me?

128 28 0
                                    

Detik pertama setelah kedua kelopak matanya mengerjap pelan, kegelapan menyapa. Remang-remang sinar bulan purnama menelusup masuk melalui celah jendela, agaknya sedikit memberi penerangan dalam kamar yang gelap. Hyunjin mendesis pelan, kepalanya terasa sehabis dipukul menggunakan gada ketika ia mencoba untuk bangkit.

Dipijatnya kedua sisi pelipis dengan bibir yang tak mau berhenti meringis menahan sakit. Erangan panjang lolos di antara celah bibir tebalnya ketika dirasa bagian belakang kepala seperti dihantam palu tak kasat mata. Dalam kesunyian malam itu, Hyunjin mengedarkan pandangan sembari mengusap kepala. Coba mengingat-ingat pada apa yang terjadi sebelumnya. Bagaimana ia bisa pingsan di depan lemari dan berakhir dengan sakit kepala yang hebat.

Lo bisa liat gue?

Kepala Hyunjin kembali seperti dihantam gada tak kasat mata, memaksanya untuk mengerang keras ketika potongan kilas balik dimana wajah asing melintas dalam memori. Hyunjin merintih, mencengkeram rambutnya kuat dengan satu tangan lain menyangga berat tubuh di atas permukaan lantai kayu.

Dalam segala kilas balik yang menghantam memorinya berkali-kali, Hyunjin berharap itu semua tidak nyata. Maka, dipaksakan tubuhnya untuk berdiri, sempoyongan ia mencari saklar lampu kemudian menekannya sampai kegelapan hilang dalam sekejap mata. Tiap sudut kamarnya telah diterangi, Hyunjin bisa melihat dengan jelas bagaimana beberapa pakaian jatuh berantakan di depan lemari, titik sebelum ia ambruk tak sadarkan diri.

Hyunjin menoleh, mencari-cari keberadaan jam dinding untuk memastikan berapa lama ia pingsan. Sampai ia mendapati sebuah jam menggantung di atas meja kerja menunjukkan waktu tujuh lebih seperempat, Hyunjin membelalak lebar.

"Anjir. Gue pingsan doang sampai empat jam?"

Tak ingin banyak berpikir, Hyunjin menyugar rambut panjangnya ke belakang dan pilih untuk membersihkan diri. Sebelumnya ia sempatkan untuk meraih pakaian yang tergeletak di atas lantai, melipat sedemikian rupa untuk kemudian ia masukkan ke dalam lemari bersama pakaian yang lain. Untuk saat ini, kerapian tatanan pakaian tak sepenting gerah yang merayapi tubuhnya.

Hyunjin harus mandi.

-•••-

Rasanya benar-benar segar setelah menghabiskan nyaris setengah jam membersihkan diri. Hyunjin melempar handuk pada rak jemuran yang tersandar di depan toilet setelah sebelumnya ia gunakan untuk mengusak rambut basahnya. Langkahnya perlahan menjamah lantai ruang tengah, Hyunjin dudukkan diri di atas sofa seraya menyalakan televisi dengan remote yang baru saja ia ambil di atas meja. Oh, waktu istirahat yang menyenangkan.

Tling!

Suara notifikasi yang masuk dengan paksa merenggut atensi Hyunjin untuk beralih dari layar lebar yang menampilkan iklan minuman pada ponsel yang teronggok di atas meja. Buru-buru ia ambil, kedua alis Hyunjin menyatu manakala mendapati nama Han Jisung bertengger di layar ponsel sebagai pengirim pesan.

Han Jisung
|Besok jangan lupa kalau lo kerja shift pagi.
|Gue baru beres-beres udah diuber-uber sama atasan lo, anjir.
|Katanya besok gak boleh telat,
|Mentang-mentang hari ini gue lembur.

Gelak tawa Hyunjin spontan tersembur keluar ketika membaca berderet-deret pesan Jisung yang berujung spam. Dengan sisa-sisa tawanya jemari Hyunjin tergerak membalas pesan Jisung.

Maklum, tempat kerja lo
itu perusahaan besar|
Udah pasti banyak tuntutannya lah|

Tukar pesan terjadi selama beberapa menit, diselingi gelak tawa Hyunjin yang menyapu tiap sudut ruangan manakala sepasang netranya menilik pesan dari Jisung yang cenderung konyol. Benar-benar cukup menghibur dikala sunyi menyelimuti. Sampai ketika layar televisi menghitam sebab pergantian scene sinetron yang ia tonton, Hyunjin menegang di tempat waktu mendapati sekilas pantulan dari sosok laki-laki berambut hitam dengan wajah pucat tengah berdiri persis di belakangnya.

Perlu waktu beberapa sekon untuk Hyunjin meneguk ludah ketika layar televisi kembali ke sedia kala. Keberanian yang sempat tercecer jatuh di atas lantai ia pungut satu-persatu, sebelum berakhir dengan dirinya yang menoleh ke belakang dengan cepat. Lagi, Hyunjin meneguk ludah. Di belakangnya, tak ada apapun. Belakang sofa tempat Hyunjin mendudukkan diri adalah area kosong, dimana tempat itu dijadikan akses keluar masuk sebab dapur, ruang makan, kamar, dan toilet berposisi mengelilingi ruang tengah.

Entah sebab apa, suasana berubah mencekam. Hyunjin merasa bulu-bulu halus di atas tengkuknya perlahan meremang sementara suara yang berasal dari televisi seolah-olah hilang ditelan waktu. Sambil mengusap belakang leher, Hyunjin menjilat bibir dan menyugesti diri; tak ada apapun yang akan terjadi. Tapi di sisi lain, Hyunjin tak bisa membantah, ia merasakan hawa itu! Maka diberanikan dirinya untuk kembali menoleh ke depan. Tidak ada apa-apa, Hyunjin coba menenangkan diri.

Namun semua seolah lenyap begitu saja, ketika wajah pucat dengan mata sayu tiba-tiba tersaji tepat lima senti di depan Hyunjin yang baru saja berbalik, pemuda itu membeku sejadi-jadinya. Kedua bola mata Hyunjin seolah bisa lepas kapan saja karena membeliak terlalu lebar. Terjadi aksi saling tatap antara Hyunjin dengan makhluk pucat berkaos putih berbalut kardigan hijau dan krem selama beberapa saat. Sampai sosok di hadapannya memiringkan kepala sambil berucap,

"Lo beneran bisa liat gue?"

Hyunjin langsung limbung tak sadarkan diri di atas sofa.

Untuk kedua kalinya di hari yang sama.

"Lah, anjir. Pingsan." Sosok itu mendecak lantas berdiri tegak. Kedua tangannya bersidekap dada dengan sepasang mata yang memindai sosok Hyunjin dari atas sampai bawah. "Idih. Badan doang gede, muka sangar, rambut gondrong kek preman. Ternyata takut setan. Cih."

Usai berdecih, sosok itu menatap Hyunjin sekali lagi sebelum akhirnya lenyap bagai kepulan asap.

-•••-

Selamat datang bulan kelahiran uri dandy boy~
Pengen bikin lokalan Umin, yang angst. Ada yang mau baca?

Sep, 1st '21

𝙁𝙞𝙣𝙙 𝙏𝙝𝙚 𝘿𝙤𝙩 | 𝔖𝔢𝔲𝔫𝔤𝔧𝔦𝔫Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang