7. Azam pov

1 1 0
                                    

Hari ini adalah hari penting untukku walau sebenarnya tak terlalu penting, karena ini second moment dan yang menurutku sangat berarti adalah first moment nya. Eh aku kira bukan hanya aku yang merasa demikian, Maula juga merasakannya. Kami menolak pun tidak bisa. Kanjeng mami berfatwa kami harus sendiko dawuh, yah bagaimanapun ingin menjadi anak yang penurut.

Hari ini adalah second engagement ku dengan Maula. Hihi deg-deg an ku masih sama ternyata, lebih-lebih disaksikan banyak kerabat dan teman-teman Maula dan juga kerabatku. Tapi satu yang kurang, momen sakral tak terlalu kurasakan di hari ini, tak seperti first engagement dulu, ketika ada Abah kyai Shodiq, yang secara langsung mengatakan beliau yang menjodohkan kami, dan di akhiri dengan doa beliau.

Oh semesta tak sejahat itu, beliau memang sudah harus kembali ke pesantren, dan niatanku ingin membersamai beliau, kukira seperti itu yang akan terjadi, walaupun aku masih rindu dengan kota kelahiranku, setelah 5 tahun ku tak mengunjungi, tapi bakti ku pada guru ku tak ingin sedikit pun berhenti. Tapi diluar dugaanku beliau menyuruhku tinggal di sini sampai liburan hari raya usai, tepatnya 3 Minggu lagi. Semesta menghadiahkan orang terkasihNya yang lain dalam acara ini, yaitu Romo kyai Fadli yang merupakan sosok kyai yang sangat disegani di daerah kami, shohib dari kyaiku, dan juga Abahku, sekaligus guru dari Maula ku, eh astaghfirullah maksudku calon istriku. Jadi masih lebih baik lah, walaupun kuingin keduanya hadir dalam semua acara sakralku ini.

Dan sebelum beliau kembali ke Kediri beliau menyuruhku untuk segera menikahi gadis yang beliau pilihkan untukku.

Yang kalian kepoin dari aku apa? Perasaan ku saat ini? Cintakah aku dengan gadis itu? Oh atau bagaimana rumah tangga yang aku persiapkan setelah menikah nanti?

Huah aku rasa Maula ku juga memikirkan itu? Eh maksudku untuk pertanyaan nomer 3 untuk yang satu dua jangan harap lebih ya, hehe.

Aku sedikit mengenalnya sebagai anak dari santri Hidayatul Muttaqin trenggalek yang ±30 tahun lalu kelaparan karena belum berbuka puasa. Dan pengasuh pesantren adalah sahabat dari guru ku dan guru Maula ternyata.

Setelah perihal kopi gurih di dapur Romo kyai Fadli malam itu, aku diundang Romo kyai shodiq untuk menemui beliau di lantai 3 pesantren kyai Fadli jam 3 dini hari.

Setelah berdiskusi ala kang-kang pondok dengan gus farhan dan kang wawan, akhirnya kami memutuskan untuk tidur sejenak sebelum subuh. Jam sudah menunjukkan pukul setengah 2. Dan jam setengah 3 aku sudah bangun karena memang jam bangunku rutin di setengah 3, selarut apapun aku tidur.

Setelah ritual ku di kamar mandi dan melangsungkan sunah di sepertiga malam terakhir, aku segera menuju lantai 3 sesuai perintah guruku.

Ternyata disana beliau sudah bersama kyai Fadli, Abahku sendiri dan Gus Farhan yang memang tadi bangun ketika aku baru saja mengiba pada Tuhanku.

"Sini le" ujar abah padaku. Aku segera mendekat. Bagaimanapun disini semua adalah guruku, termasuk Abah. Jadi aku bersedeku kaki.

"Lah Gus kok pijar sedeku" ucap kyai Fadli

Aku diam dan mengangguk sebagai jawaban.

"Zam, pasti abahmu sudah pernah menceritakan kehidupan kita bertiga dulu, dan cerita tentang ayah Maula sudah kamu dengar kemarin kan? Apa kamu mau dijodohkan dengan Maula?" Terang beliau selalu singkat dan padat. Kucerna satu persatu kata-kata beliau.

Sungguh tiap kata yang keluar dari guruku tak sedikitpun ada keraguan bagiku. Aku melirik Abahku, Abahku merangkul ku, seakan memberi keyakinan. Dan aku mengangguk mengiyakan

Sungguh aku tak menyangka, sebenarnya. Allah Robbi berikanlah kemudahan untuk kami.

Perjodohan ini seakan menghubungkan persahabatan lama di pesantren dulu. Kyai ku, teman kyai ku, Abahku, dan juga santri dari sahabat beliau bertiga yang artinya akan menghubungkan pada beliau juga. Allah ridhoilah, kumantapkan hatiku, untuk melangkah menuju jenjang pernikahan yang sama sekali belum pernah terbayang. Apapun yang menjadi takdirku tak akan terlewat, dan apapun yang terlewat berarti bukan takdirku.

Aku belum pernah kepikiran untuk menikah. bagaimana mungkin aku menikah sedang aku masih di pesantren dan belum dapat izin boyong? Tapi ahsudahlah selalu ada jalan bukan? Dan sampai kapanpun aku tak akan memboyong kan diri sebelum disuruh boyong oleh kyai ku. Biarlah nanti aku menyusun strategi rumah tangga dengan istriku nantinya. Semoga dia kuat menjalani semuanya.

####

Tentang gadis itu, pertama kali ku melihatnya di ndalem kyai Shodiq waktu itu. Kesan pertama adalah gula jawa, tapi siapa tahu lambat lain akan jadi gula pasir bukan? Seperti Ainun di mata habibinya? Secantik apa sebuah bunga, tergantung bagaimana pemilik merawatnya bukan?

Aku melihat kedua kali di pesantren kyai Fadli dan cukup sering, menurutku masih sama sama gula jawanya. Tapi sungguh manis. Astaghfirullah

Aku percaya dengan guruku, jika menurut beliau itu yang terbaik untukku maka aku akan beranggapan demikian. Sepertinya dia juga gak keberatan dengan perjodohan ini, seolah ia menyerahkan semua keputusan pada ayahnya.

Kita sama-sama tidak memilih alur disini, biarlah. Biar Allah yang pilihkan melalui guru-guru kita

Dia juga gadis yang sederhana menurutku. Terlihat dari umi yang sampai sudah H-3 pernikahan masih tetap merayu calon menantunya supaya mau dimewah-mewah acara pernikahan kami. Tapi dia selalu bisa menolak umi.

Aku tidak keberatan sebenarnya dengan permintaan umi. toh, aku bisa membiayai itu semua, namun calon istriku yang begitu sederhana, aku juga suka kesederhanaan itu.

Hehe penasaran gak?aku sudah bisa membiayai hidupku sendiri loh padahal aku masih nyantri. Wkwk nanti ya ceritanya insyaallah.

Calon istriku belum tahu soal ini ah biarlah, semua akan terungkap pada waktunya. Biarkan saja.

Dan
Ah entah kenapa pagi ini aku rasa ingin menelponnya. Haha katakanlah aku sudah lama tak menyentuh cinta, sudah lama aku meninggalkan dunia penuh kata romantis itu. Sudah lebih dari 7 tahun mungkin. Tapi apa yang akan kubahas? Tidak ada yang penting, kurasa tak seharusnya aku menelpon.

Akhirnya ku punya ide yang terlintas tiba-tiba tentang bagaimana rumah tangga yang akan kami jalani nanti, sebelumnya aku belum ada ide, tapi dari pada kelupaan.

Jam 3 dini hari, dia sudah bangun belum ya kira²? Coba saja, mumpung ingat karena aku tipe-tipe pelupa

"Assalamualaikum" ucapku ketika terlihat di layar ponselku bahwa panggilanku dijawab

"Waalaikum salam kang" ucapnya pelan sekali, ada apakah disana? Yasudahlah yang penting masih bisa kudengar.

"Udah bangun?" Bodoh bodoh sekali, pertanyaan seperti itu keluar dari mulutku, ah meresahkan sekali kurutuki diriku

"Udah Alhamdulillah, ada apa ta kang?"

"Ehm kang Azam mau berpesan nanti diingatkan ya, di malam pertama kita, kang Azam mau ngomong penting banget soalnya." Ucapku akhirnya lega bener.

"Ngomong penting apa kang?"

"rahasia, nanti aja kalau sudah waktunya haha" ucapku diiringi tawa kecil.

"Loh kok main rahasia gitu ta?" Jawabnya sedikit kesal dari nadanya. Haha aku jadi ngebayangin ekspresinya gimana ya? Astaghfirullah istighfar ZAM ZAM.

"Sabar ya, say_" ucapku yang astaghfirullah mulutku ini kenapa? Ya Allah aku harus segera mematikan telpon ini dari pada sesuatu yang tak seharusnya terjadi.

"Ha? Eh yaudah deh gapapa. Nanti insyaallah Maula ingat²" jawabnya sedikit gugup. Mungkin dari pernyataan ku sebelumnya.

"Yaudah aku tutup ya"

"Iya"

"Assalamualaikum"

"Waalaikumsalam"

MAHA SANTRITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang