Warning 🔞🔞🔞
Kalian tahu istilah balek kloso? Balek itu artinya membalik sedangkan kloso itu tikar, jadi secara bahasanya adalah membalik tikar. Tapi bukan seperti itu tradisi balik kloso yang sesungguhnya. Itu hanya sebuah istilah di daerah kami. Dimana sepasang pengantin yang telah beberapa hari di rumah mempelai perempuan kini diantarkan oleh saudara kerabat dan tetangga mempelai perempuan ke kediaman mempelai pria, yang mana Disana juga para kerabat dan tetangga sudah bersiap menyambut pengantin dan rombongannya.
Mungkin di daerah lain tradisi balek kloso ini ada dengan nama yang lainnya seperti ngunduh mantu Istilah yang mungkin kalian paham.
Maula POV
Sejak jam setengah 2 siang tadi aku sudah dirias. Sebenarnya aku sedih banget karena harus meninggalkan Ayah ibu kedua adikku. Tapi gimana mau tidak mau aku harus ikut dengan suamiku. Padahal dulu pas jaman nyantri di pesantren Romo kyai Fadli aku tak begitu sesedih ini. Aku deg-degan sungguh, aku takut untuk hidup di lingkungan keluarga suamiku yang notabenenya keluarga kyai, dan mempunyai pesantren. Hidup di lingkungan pesantren menurutku tidak terlalu menyeramkan jika statusku sebagai seorang santri. Tapi rasanya ini aneh aku akan berada di lingkungan pesantren tapi sebagai istri dari seorang Gus.
Sejak tadi siang tadi aku belum makan, rasanya aku tak ingin makan. Dari ibu ayah sampai mas Azam sudah menyuruhku makan, agar nanti tidak lemas. Malah jailnya mas Azam keluar setelah ibu menasehati demikian.
"Mosok sampun lemes sih rum, kan dereng mas nopo-nopoke" (masa udah lemas sih rum, kan belum mas apa-apakan) lirih sekali mas Azam mengatakan itu. Dasar mas suami ku ternyata mesum juga ya Allah.... Lagian siapa suruh mesum. —_—
Akhirnya aku merasakan lapar juga. Tapi posisinya aku sedang dirias. Akhirnya aku tahan Saja. Duh ya Allah ini aku udah mulai kliengan, belum lagi memang aku orangnya gak boleh telat makan. Perih lambung aku :( tapi apa gak ngerepotin periasnya kalau aku makan? Huhu ibu pengen makan....
Mas Azam masuk ke ruang make up lagi dan sekarang ia juga akan dirias. Yah walaupun sekedarnya doang tidak seperti riasanku yang berjam-jam lamanya. Dari tadi ia sibuk berkenalan dengan keluargaku. (Duh suami siapa sih ini?)
"Mba, kok lemes banget?" Kata mba perias memperhatikanku, yang sekarang masih mau memasang jilbab untukku.
Seketika mas Azam yang baru masuk ruangan menoleh ke arahku. Dan tatapannya seakan menyalahkanku. Dan detik berikutnya ia justru bersedeku di hadapanku yang sedang duduk di kursi.
"Udah lapar kan? Tunggu ya tak ambilkan makanan dulu" ucap mas Azam.
"Mba gapapa kan kalau istri saya makan dulu?" lanjutnya pada mba perias, dan dijawabi dengan anggukan. Aku menarik kaosnya yang hendak pergi.
"Mas, sate ayam 10 tusuk" cicitku. Dan dibalas dengan kekehan mas Azam. Lalu dia berlalu dan sebelumnya mengecup singkat kepalaku.
Seketika aku blushing karena malu. Selain malu dikecup juga malu sama periasnya.
"Sayang banget ya mba suaminya, udah kenal berapa lama?" Tanya mba perias yang mendandaniku.
"Alhamdulillah mba, pandongane nggeh. Ehm kami dijodohkan mba"jawabku apa adanya.
Aku meminta kedua perias tadi keluar sebentar 10 menit paling lama. Karena aku hendak makan berdua dengan suamiku. Hihi bukan apa-apa sih rasanya malu saja kalau dilihatin orang lain. Dan aku tahu mas Azam dari tadi juga belum makan.
Ketika mas Azam menyuapkan sate ke arahku, aku langsung mengambil sate tersebut dari tangannya dan menyuapkan kepadanya. Ia tak bergeming dan heran.
"Mas, njenengan dereng dahar ta? Mpun yuk njenengan dahar rumiyen Selak Bade dirias" ucapku (mas, kamu belum makan kan? Sudah yuk kamu makan dulu, keburu mau dirias)
Kemudian mas Azam mengangguk sambil mengambil tusuk sate yang lain dan menyuapkan padaku. Biar cepat katanya. Dan akhirnya makan siang kami saling suap-menyuap sate satu sama lain.
_______________
Azam POVIringan suara rebana yang dimainkan para santri menyambut kami. Huft akhirnya sampai juga di ndalem Abahku. Lagi-lagi aku mendapati arumiku yang nervous ketika hendak turun dari mobil. Aku kembali menenangkannya. Ya Allah rasanya hamba telah membawa paksa anak orang untuk ikut dengan hamba. Aku tahu dia nervous karena harus ikut aku tinggal di lingkungan pesantren. Tadi malam ia mengatakan demikian.
"Mas, mangke kulo tilem Ten pundi pas sampun balek kloso?" Tanyanya
"Ten kamar e mas a rum" jawabku.
"Kamare mas Ten pondok nopo Ten ndalem?" Tanyanya. Aku terkekeh mendengar pertanyaannya. Sebenarnya tak perlu kujawab ia sudah tahu.
"Ten ndalem" jawabku
"Ehm mas, menawi Arum tilem e Ten kamar santri mawon geh. Sareng mba-mba santri lintune" (kalau Arum tidurnya di kamar santri saja ya. Bareng mba-mba santri lainnya) ucapnya sambil menundukkan kepala. Aku paham maksudnya, tapi tentu saja aku tidak akan mengizinkan hal itu. Aku hanya mengelus rambutnya yang indah itu untuk menenangkannya.
Sekarang rombongan dari keluarga dan tetangga Arum sudah pulang. Dan menyisakan Arum dengan keluargaku. Aku dan Arum pamit ke Abi umi kedua kakak dan adikku yang masih berkumpul.
"Mas, mas Azam" panggil Arum, dia masih di depan cermin untuk membenahi hijab. Aku segara kesana.
"Mas nyuwun Tulung angsal?" Tanyanya ketika aku sudah disampingnya.
"Njeh pripun rum?" Tanyaku.
"Nyuwun Tulung iku jarum pentul seng Ten wingking, Arum mboten sumerep. Nyuwun dilepaske" pintanya.
Aku segera membantu istri kecilku ini untuk melepaskan jarum di hijab yang dipakainya. Sungguh banyak sekali. Pantas saja dandannya lama. Setelah semuanya terlepas terpampang jelas rambut hitam sepunggung yang terawat dan bergelombang, aku langsung mencium rambut indah tersebut. Yah hanya aku yang boleh, karena ini milikku. Arum diam saja ketika kuhujani ciuman di rambutnya. Akhirnya bibirku bergerak turun menciumi lehernya. Dan seketika
"Ahh mas... Lepas geli tau" desahnya. Ah Arum kenapa mendesah sih rum. Alamat aku akan lama di kamar mandi nanti.
Aku menyudahi aksiku dengan gigitan kecil yang menimbulkan bekas kepemilikan di lehernya dan tersenyum sedang Arum? Ia terlihat kesal denganku.
"Ih mas, kan mbekas dadose. Lingsem mas" rajuknya. Kini ia sudah berdiri hendak mengganti pakaian dan bebersih di kamar mandi.
Tak kubiarkan Arum lari begitu saja. Aku memutar balik tubuhnya agar menghadapku. Kutatap ia penuh arti, aku ingin bibir itu, yah aku ingin. Ku kecup lembut bibir itu, ia tak berontak dan juga tak bereaksi mungkin masih bingung karena ini pertama kali bagi kami. Aku gigit sedikit bibir bawahnya agar aku mendapat akses masuk ke dalam. Dan ya aku berhasil aku menciumnya mengabsen deretan giginya dan ia masih tak bergeming. Aku sudahi aksi ini. Apakah dia marah?
"Manis sayang, terimakasih." ucapku kemudian.
"Sama-sama mas" jawabnya sambil menunduk, bisa kulihat rona merah di pipinya tanda ia Malu.
"Maaf mas, belum tahu cara balasnya gimana" ucapnya lagi.
Aku terkekeh geli, ya ampun Arum.
"Nanti mas ajarin lagi ya, sekarang mandi dulu gih" ucapku.Kukira ia akan langsung ngacir ke kamar mandi, tapi dugaanku salah ia berjinjit menggapai wajahku dengan tangannya dan
Cup
Ia mengecup bibirku singkat lalu bersiap pergi. Duh makin nakal dan berani ya kamu rum. Tak kan kubiarkan kamu lari setelah berhasil memancingku Arum. Ketika ia bersiap lari dari ku aku tahan tangannya dan kubalik badannya agar menghadapku lalu kuhimpitkan dirinya dengan tembok dan terjadilah ciuman yang kedua kali, sedikit panas dan ganas. Arum juga sudah berusaha mengimbangi ciumanku yang semakin menjadi. Entah akan selama apa kami bermain? Yang pasti aku tidak ingin ini berakhir.
KAMU SEDANG MEMBACA
MAHA SANTRI
Teen FictionAku seorang mahasiswi semester 7 jurusan pendidikan bahasa Arab. Hidupku sangat biasa saja. Sejenak disela-sela KKN ku, aku selalu memikirkan bagaimana hidupku setelah ini. Pasti kebanyakan diantara bayangan mahasiswa pendidikan, adalah mendaftarka...