8. sah

2 2 0
                                    

"Qobiltu nikahaha wa tazwijaha Li nafsi bidzalik" satu ucapan dengan sekali tarikan nafas tanpa pengulangan.
Membuat hati semua yang menyaksikan lega, membuat haru Suasana. Langit yang belum memanasi bumi Pekalongan saat ini. Karena baru saja waktu Dhuha datang, sekitar jam 7 acara ijab qobul dan walimatul 'arusy dimulai. Bukan di masjid atau di pesantren, tapi di kediaman sang mempelai putri. Banyak kyai yang diundang, ikut mendoakan kedua pasangan suami istri yang baru saja resmi. Ibu nyai Fatimah hanya mendoakan sang putra dari ndalem kyai Abdullah. Memang demikian adatnya. Rombongan dari mempelai putra juga cukup banyak, mengingat kyai Abdullah adalah orang terpandang di lingkungannya.

Kyai Shodiq tak datang, tapi beliau menyampaikan restu dan ridhonya untuk kang ndalem di ndalem nya  yang juga anak dari sahabat nya.

#######

Deg deg deg

Allah Robbi, aku sangat-sangat gugup saat ini.
رَبِّ اشْرَحْ لِي صَدْرِي وَيَسِّرْ لِي اَمْرِي وَاحْلُلْ عُقْدَةً مِنْ لِسَانِي يَفْقَهُوا قَوْلِي

Ya Allah mudahkanlah segala urusan hamba, ringankanlah langkah hamba dalam mencari ridho-Mu. Aku terus menerus melafalkan doa wirid apapun yang dapat ku ucap. Ku perbanyak sholawat, seperti biasa apapun urusannya sholawat lah penenang nya.

"Gus, njenengan taseh nopo ta? Ini dimakan dulu sarapannya" ucap umi mendatangiku yang masih mengurung diri dalam kamar.

"Umi mlebet geh Gus?" Ucap beliau kemudian. Umi ku wanita hebat, wanita yang paling kusayang, tapi nanti akan ada wanita lain yang harus aku sayang juga. Umi rasanya anak lelakimu ini masih ingin bermanja sama umi, tapi sebentar lagi anak lelaki manjamu ini akan  segera beristri, ada wanita yang akan menempati ruang di hati ini selain umi dan Najwa adik satu-satunya, dan mba Aisyah mba ku satu-satunya. Eh tapi mba Aisyah sudah disayang suami dan anak-anaknya gamasalah.

"Geh, umi mlebet mawon. Tidak Azam kunci"
Umi masuk dengan satu nampan berisi piring nasi dan lauknya, dan segelas air dan segelas susu putih kesukaanku.

"Loh, umi gausah repot-repot, Azam belum lapar nanti kalau udah lapar Azam pasti makan kok" ucapku tak enak hati

"Sedikit saja Zam, biar ada tenaga buat menghalalkan calon menantu umi" ucap umi sembari mengambil sekepalan nasi dengan tangan beliau. Dan umi menyuapiku, ah aku ini jadi ga ingin momen seperti ini bersama umi hilang setelah menikah. Akupun memakan suapan yang umi berikan. Tapi ketika umi mau menyuapi ku lagi aku menahan, aku benar-benar tidak ingin makan apapun. Aku ambil gelas kecil berisi susu, ku minum  pelan-pelan hingga Habis. Dan kuminum air putih setelahnya.

Umi hanya menatapku sendu, sepetinya tidak hanya aku yang terbawa suasana, umi juga.

"Umi, apa Azam masih bisa merasakan suapan umi lagi setelah menikah nanti?" Ucapku, sebenarnya aku biasa aja sudah kutahu jawabannya , sengaja ku ingin melihat umi yang terbawa suasana, karena kuingin sebuah pelukan yang menenangkan sekarang.

"Ya nanti kan ada istri Gus, jadi yang nyuapin istri, mau manja-manja sama istri. Jangan lupa istrinya juga dimanja. Dulu katanya Abah juga deg-deg an Gus, sampai Abah gak bisa tidur malemnya. Jadi setelah ijab qobul menemui umi ada kantung mata nya si Abah" ucap umi, dengan sedikit tertawa

Aku mengambil tangan kanan umi untuk kucium bolak balik, meminta restu beliau. Dan benarkan? Umi langsung memelukku.

"Sudah setengah 7 Gus, siap-siap sana. Abah sama yang lain sudah nunggu kamu, sudah hafalkan?" Tanya umi sembari melepaskan pelukannya.

"Eh iya mi, insyaallah sudah hafal. Pangestu lan pandonganipun geh umi" jawabku.

"Selalu sayang, uluuuh anak laki-lakinya umi udah besar saja sih, pulang-pulang bawa istri ya Allah, sebentar Gus ini diserbetin dulu bekas makannya, pecinya dipakai dong" ucap umi

Segera ku serbeti mulutku dan menggunakan siwak untuk membersihkan gigiku, semoga Engkau lancarkan lisan hamba ya Allah untuk menghalalkan wanita pilihan guru-guru hamba, dengan perantara siwak ini, amin. Ku ambil peci putih senada dengan baju pengantin yang aku kenakan.

"Masyaallah ganteng nya umi. Ayo Gus biar umi anter ke ruang tamu"

~~~

"Gus, sudah minta restu ke kyai Shodiq?" Tanya Abah ketika kami di perjalanan menuju rumah Maula.

"Sampun Abah, kemarin malam beliau nyuruh Azam nelpon duluan"

"Alhamdulillah, dia gadis yang terlahir dari orang tua yang baik Gus, Abah percaya dia yang terbaik"

"Pandongane lan pangestunipun Abah"
•••••••••••

Aku benar-benar gugup saat ini, sebentar lagi ya Allah, kyai Fadli yang mewakilkan ijab atas calon ayah mertuaku sudah di depan ku, di samping beliau ada calon ayah mertuaku, di kanan kiri ada 2 saksi. Abahku ada di barisan di belakangku tepat.

Kyai Fadli mengulurkan tangan beliau, segera ku menjabat tangannya. Lafal ijab telah beliau ucapkan dan segera aku jawab dengan lafal qobul,

"Qobiltu nikahaha wa tazwijaha Li nafsi bidzalik" satu ucapan dengan sekali tarikan nafas tanpa pengulangan. Alhamdulillah lega sekali rasanya.

Untukmu Arumi Nasha Maula
Yang kini telah sah menjadi istriku, M. Azam Maulana
Aku, bertanggung jawab penuh atas mu
Para saksi telah menyaksikan
Bumi langit pun telah mengetahui bahwa kaulah yang menjadi rumahku untuk kembali ketika waktunya tiba.
Aku tak pandai berkata
Entah mengapa seperti pertama kali jatuh cinta
Maaf kuucapkan teruntuk beberapa hari berikutnya
Aku mungkin sudah mencintaimu saat ini, karena itu tugasku. Aku tak ingin engkau dicintai laki² selain aku.
Tapi aku tak bisa menduakan guruku dengan menomor satukan kamu.
Bagaimanapun لولاالمربي ما عرفت ربي
Aku ingin mengajakmu mencari keridhoan guru bersama.
Aku mencintaimu dengan caraku.

Setelah acara ijab qobul selesai aku menjemput istriku yang masih di dalam kamarnya. Ya Allah sekarang aku sudah mengambil alih tanggung jawab seorang bapak terhadap anak gadisnya. Aku ingin segera bertemu, dan memeluknya, tapi aku gugup sekali, mengingat aku jarang berinteraksi dengan lawan jenis.

Ku langkahkan kaki ku melewati keluarga Arum, ya akan kupanggil dia dengan "Arum" hanya aku seorang yang boleh memanggilnya demikian. Kamar dengan pintu yang sudah dihias dengan gorden putih tulang dan bunga-bunga diatasnya, aku yakin itu kamarnya.

Tok tok tok

Kuketuk pintunya, lalu aku menggosok-gosok kan kedua telapak tangan ku, agar mengurangi sedikit kegugupan ku.

Tak lama pintu terbuka, menampilkan seorang gadis yang baru saja sah menjadi istriku. Yang terbalut gaun putih yang masyaallah cantik, baru kulihat dia dengan make up nya seperti ini. Dia sedikit keluar dari daun pintu kamar sambil menunduk.

Aku menjulurkan tangan ku, namun tak ada balasan yang kuterima. Kulihat istriku, yang masih meremas-remas tangannya gugup. Dia menatapku dan kukunci tatapan itu dengan manik mataku. Dia terlihat sangat gugup, aku pun urung kan tanganku. Para saudara dan keluarga bersorak gemas ketika ia hendak menjabat tangan ku namun urung lagi dan lagi. Hingga ketiga kali, tangan ku dan tangannya di ambil oleh tangan ibu mertua ku. Lalu dijabatkan. Dan dengan kesempatan ini aku langsung menggenggam tangannya.

Dingin itu, yang kurasakan. Wajahnya yang terus tertunduk. Membuatku semakin gemas dengan tingkahnya. Gimana mau cium, kalau dianya masih malu-malu seperti ini? Sabar ZAM sabar, nanti malam kalau sudah saatnya.

MAHA SANTRITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang