talking to the moon

1.1K 121 14
                                    


at night when the stars light up my room
i sit by myself, talking to the moon.

- talking to the moon ㅡ bruno mars -



(jaedy local story)

jarum pendek jam di dinding sudah hampir berada di angka sebelas. namun dua manusia itu masih terjaga, seperti enggan untuk saling melepas tatap barang sedetik. sesekali mereka tertawa, atau hanya saling melempar senyum setelah berbagi cerita perihal hari yang mereka lalui.

"jef, ga ngantuk? besok masuk pagi kan?" tanya gadis manis yang kini memposisikan kepalanya pada bahu pria yang berbaring di sampingnya.

"harusnya aku yang nanya, kamu belum ngantuk? biasanya udah tidur kan jam segini?"

"engga."

"tidur aja, yuk. besok kamu ketiduran di kelas nyalahin aku."

tertawa, jemarinya menelusup di sela jemari sang kekasih. "kalo sama kamu ga tau kenapa jadi ga ngantuk. kayanya harus dipeluk deh."

"kak..."

"apa?"

"gombal itu bagian aku, jantungku ga siap dengerin kamu ngegombal kaya tadi."

"apa sih, jef, ga jelas hahaha."

tanpa aba-aba, pria bernama jeffrey itu menarik badan sang kekasih. mendekapnya, sembari memposisikannya agar nyaman.

"udah dipeluk, harus tidur."

"masih belum ngantuk."

jeffrey menatap mata bulat di hadapannya. tersirat lelah di sana, namun masih berbinar cantik. sepersekian detik berikutnya, ia memajukan wajah. mendekatkannya pada wajah manis itu. ia berakhir mendaratkan kecupan singkat pada dahi sang kekasih.

"kamu mau tau sesuatu ga? aku suka sama semua hal tentang jeffrey gautama."

jeffrey terkekeh. "tumben bilang kaya gitu."

wina bukan orang yang mudah melempar kalimat manis apalagi bersikap clingy seperti malam ini.

"kenapa? sama pacar sendiri masa ga boleh."

"boleh sih, tapi aku takut kena serangan jantung mendadak."

"alay."

"love you too. selamat malam, kak winanya jeff. mimpi indah."

wina terkikik geli. "malam juga, jeff. mimpiin aku."

indah. namun sunyi malam membelah kisah indah itu, menyadarkan seorang jeffrey gautama dari lamunannya. ia harus menerima kenyataan bahwa kisah itu telah menjelma menjadi sebuah kenangan. pada kenyataannya, ia hanya tinggal sendirian sekarang. di tengah sepi dan rasa sakit yang terus membelit.

angin malam masuk melewati celah-celah ventilasi, lalu ketika jeffrey membuka lebar-lebar jendela yang langsung terhubung dengan balkon kamarnya, ruangan bernuansa abu-abu itu terasa semakin dingin.

si pria jangkung dengan rambut gondrong yang entah sudah berapa lama tidak dipangkas itu berjalan menuju ujung balkon. tangannya bertengger di atas pembatas balkon, sementara kepalanya menengadah. dingin malam dengan mudahnya menembus kaos hitam yang ia kenakan. namun, ia tetap bergeming seolah tak terusik.

di atas sana, terlihat cahaya keemasan di tengah hamparan hitam gelap tanpa ujung, ia bersinar paling terang di antara milyaran bintang yang berpendar.

langit malam ini terasa begitu hidup di atas raga manusia yang jiwanya seolah mati.

"kak, apa kabar? kamu denger aku kan?" ia mengambil jeda, menghela napas pelan. "aku kangen, kak."

"hampir malam ke seratus aku di sini sendirian, tanpa kamu. apa kamu ga kangen juga sama aku?" matanya menatap nanar pada rembulan yang seolah sedang ia ajak bicara.

"kamu pernah bilang untuk ga pergi tanpa kembali, tapi kamu malah ninggalin aku. aku udah beli cincin, kak. aku udah ngerancang tanggal buat ngasih cincin ini ke kamu. kamu ga kasian sama aku?"

jeffrey terdiam. tenggorokannya seperti tercekat karena menahan suara tangisannya.

ia lebih dari sekadar hancur. dunianya runtuh.

setiap malam ia berdiri di balkon ini. menunggu yang kata mereka tidak akan pernah kembali. namun jeffrey masih tetap pada keyakinannya, wina tidak akan mengingkari janji. gadis itu tidak akan pergi meninggalkannya.

jeffrey mengusap wajahnya dengan kasar. setelahnya, tangannya mengepal kuat. tiba-tiba, ia merasakan getaran pada ponsel di dalam saku celananya.

panggilan telepon dari johnny, tetangga sebelah rumahnya sekaligus sahabatnya sejak masih kecil.

"apa?"

"gausah kaya orang idiot, masuk."

"kalo ga penting gue tutup."

"jeff, mau sampai kapan sih lo kaya gini? berhenti nyiksa diri lo. lo udah persis kaya orang gila tau ga?!"

"ga penting, gue tutup."

"jeffrey, tolong dengerin gue. tolong berhenti nyakitin diri lo. lo harus inget, hidup lo bukan cuma tentang lo. lo ga kasian sama mama lo? dia pasti juga hancur liat lo kaya gini. jangan egois."

"lo ga ngerti perasaan gue! wina itu hidup gue. gue cinta sama dia, dia juga cinta sama gue. dia ga mungkin ninggalin gue!"

"gue emang ga bisa ngerasain apa yang lo rasain. tapi tolong berhenti denial. lo mulai kaya orang ga waras, jeff." johnny berhenti sebentar, seperti sedang menimang perkataan yang akan ia lontarkan selanjutnya agar lebih bisa dimengerti oleh jeffrey.

"wina ga akan suka lo begini. dia pasti sedih liat lo kaya gini. biarin dia tenang di sana. lo harus mulai nerima kenyataan. wina udah pergi, dia udah ga di sini."

"ENGGA, KAK! DIA UDAH JANJI GA AKAN NINGGALIN GUE."

"JEFFREY! lo liat sendiri orang yang ada di peti waktu itu wina." suara johnny mulai memelan lagi. "lo juga ada di sana waktu peti itu dimasukkin ke tanah. lo harus bisa nerima itu, jeff. biarin wina istirahat dengan tenang di sana. relain dia."

"engga. wina pasti datang buat nemuin gue." tubuh jeffrey merosot ke lantai. ia tidak bisa lagi menahan tangisannya. ia tahu, wina telah pergi. namun ia tetap menolak untuk percaya.

sebagian dari jiwanya ikut terbawa oleh raga milik wins yang kini telah terbang jauh. seluruh dari hatinya masih ada pada genggaman seorang wina arumi. jeffrey juga terlanjur menggantungkan hidupnya pada kehadiran wina.

maka ketika jeffrey harus dipaksa untuk kehilangan, ia hanya tinggal sebuah raga tanpa nyawa.

- * -



pertama kali aktifin akun ini aku pernah bikin oneshot colection dari lagu kaya gini, tapi macet. sekarang bikin lagi. fungsinya lebih ke nuangin imajinasi yang suka dateng tiba-tiba dan republish cerita-cerita yang pernah aku publish dulu. sayang kalo disimpen di draft doang.

hari ini aku mau update ephemeral, tapi tiba-tiba ada urusan. makanya untuk mengganti rasa bersalah, aku publish ini.

sebenernya ini oneshot hyunjeong (hyunjin jeongin) request dari twitter yang aku ganti jadi jaedy wkwk. gapapa ya:')

kalo aku udah ga sibuk, pasti aku langsung update ephemeral. jangan bosen nunggu ya hehe


our playlistTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang