Karena jadwal ujian sekolah sebentar lagi membuat seorang gadis berhijab rabbani hitam dengan tekun mempelajari materi-materi pelajaran,bahkan materi lampau pun turut dijelajahinya.
Karena ia punya tekat yg kuat untuk menjadi seorang psikolog, karena itu ia harus giat belajar agar cita-cita nya tercapai, ia juga sedang mengejar beasiswa untuk sedikit meringankan biaya kuliahnya nanti.
Gadis itu tak lain adalah Asa Kirana, gadis berpipi chubby dengan sejuta impian dan harapan dimasa depan. Bercita-cita menjadi seorang psikolog dan mempunyai tempat baca dan belajar gratis bagi anak tak mampu sudah menjadi list impian terpenting dalam hidupnya.
Saat sedang asik berselancar di dunia perbukuan, terdengar suara pintu yg diketuk dari luar.
"Asa, mama sama papa masuk ya." suara lembut itu membuat Asa menoleh kearah pintu.
"Iya Ma."
Terlihat sepasang suami istri tersenyum saat mereka baru masuk kekamar putri bungsu mereka, terlihat sang putri yg baru saja menutup buku pelajarannya. Namun senyum mereka berubah kecut saat mengingat tujuan awal mereka kesini.
"Ada apa,Ma Pa? Ga biasanya mau ngobrol dikamar Asa." Asa berjalan mendekati orang tuanya yg duduk dikasur.
Satrio dan Melisa tersenyum, terlihat mereka kompak menghela nafas mencoba untuk kuat mengutarakan niat utama mereka.
"Papa mau ngobrol sebentar sama Asa boleh?" Asa mengreyit heran, suara sang papa terdengar bergetar seolah menahan tangis, Asa lalu mengangguk pelan dengan benak yg terheran-heran.
Sebelum melanjutkan ucapannya Satrio menghela nafas kembali, ntah sudah berapa banyak ia menghela nafas karena tak kuasa menahan tangisannya.
"Asa sekarang udah mau 18 tahun kan ya, bulan depan Asa udah 18 tahun kan?" Tanya Satrio
Asa mengangguk, walau ekspresinya bingung tidak tahu maksud tujuan dari pertanyaan sang ayah.
"Kan kalau ulang tahun Asa tahun lalu selalu Asa yg minta permintaan, kalau semisal ulang tahun Asa yg ke18 ini gantian Ayah yg minta permintaan, Asa mau ngabulin?"
Asa kembali mengangguk. Ada apa dengan kedua orang tuanya. Ia tau Papanya dari tadi menghela nafas dan disetiap nada bicaranya terdengar bergetar, mamanya pun terlihat berkaca-kaca.
"Kenapa sih,Pa. Jangan buat Asa penasaran dong. Papa mau minta apa? Asa pasti bakal kabulin kok, In Sya Allah." Ucap Asa, tangannya menggenggam tangan sang papa seolah memberi kekuatan.
Disini air mata Satrio hampir tumpah melihat tangannya digenggam erat sang putri, seharusnya ia yg menggengam tangan putrinya karena disini Asa yg dirugikan bukan dirinya.
"Asa, kamu tau kan kalau papa sama mama sayang sama Asa?"
"Asa tau kan setiap keputusan papa sama mama itu untuk kebaikan Asa?"
"Asa percaya kan sama papa sama mama?"
Semua pertanyaan yg dilontarkan Satrio dibalas anggukan lugu oleh Asa. Suasana dalam kamar Asa tiba-tiba terasa menyesakkan. Asa juga merasa perasaannya tiba-tiba tidak enak.
"Kenapa sih,Pa? Langsung to the point aja, Asa bener-bener kepo nih." Asa menyelipkan nada bercanda dikalimatnya mencoba mencairkan suasana, namun itu malah membuat ke dua orangtuanya semakin merasa bersalah.
"Papa minta Asa buat menikah ya, Nak." lirih namun terdengar jelas.
Hening...
Senyum yg tadi masih terlihat diwajah Asa langsung menghilang, Asa tidak mengeluarkan ekspresi apapun, hanya ada tatapan kosong dan datar. Membuat tangisan Melisa yg sudah daritadi ia tahan pecah, tak kuasa ia langsung memeluk erat sang putri sembari bergumam maaf.
KAMU SEDANG MEMBACA
KANVAS (On Going)
Teen Fiction(FOLLOW DULU BARU BACA!) __________ Julukan bad boy tertanam pada diri Kanigara Erlang Pati sejak dia menginjak SMP. Tingkahnya yg biang onar membuat keluarga dan orang sekitarnya geram. Hingga suatu hari tiba-tiba sang ayah meminta kepada Gara untu...