Chapter 6. Saat Dia Jadi Pahlawan

3.9K 1K 125
                                    

Kakak ... Aku boleh minta bantuan klik subscribe di novelnya Minoru di kbmapp? Judulnya Cahaya Kedua. Aku mo ikut lomba dan takut nggak bisa menang. Siangannya susah-susah. Bantu baca ya. Makasih banyak kak. 😭😭

🪴🪴🪴

"Kembaliannya lima ribu, ya?" Tala memberikan uang lima ribu rupiah pada pembeli hari ini. Dia cukup bangga, walau kerja di toko kecil, tapi pelanggannya banyak.

Sesekali jika sedang tak ada pembeli, Tala melihat ke depan sana. Memang sangat berefek keberadaan Albi di sana. Bayangkan saja, toko itu mendadak ramai oleh pengunjung wanita. Biasanya hanya sesekali pengunjung yang masuk seperti rata-rata toko sepatu mahal.

Sekilas kalau tidak ada yang tahu keberadaan pegawai baru yang meresahkan di sana, sepertinya pemilik toko lain akan mengira Pak Nugraha menyimpan jin penglaris. Iya, jin penglarisnya, Albi.

"Teh, ini berapa, ya?" tanya seorang pembeli. Tala turun dari kursinya. Karena keenakan ia kadang duduk bersila di atas kursi.

Berjalan sedikit ke depan, Tala mengedipkan mata. Kayaknya ia kenal dengan pria ini, wajahnya tak asing.

"Teteh yang kemarin hampir ketabrak, ya?" terka pria itu.

"Ouh, pemilik mobil yang kurang ajar itu?" timpal Tala.

"Alfan, Teh." Alfan lekas memperbaiki panggilannya.

"Ouh iya, Alfan. Ada apa ke sini?"

"Sebelum kita salah paham lagi, ya. Ini sandal saya putus di jalan tadi karena terlalu kuat injak rem mobil. Jadi saya mau beli sandal dan kebetulan lihat Teteh di sini," jelasnya.

Tala mengangguk-angguk. Lagian nyetir mobil ngapain pakek sandal, dia kira dalam mobil itu ada wc?

"Mau sadal yang mana Kang Alfan?"

Alfan menunjuk lagi sandal yang tadi. Itu sandal dari kulit sintetik dan memang agak mahal. Tala melihat kodenya. "Seratus lima puluh ribu," jawab Tala menaikan dua puluh lima ribu harga sandal. Lumayan dia bisa dapat dua ribu lima ratus.

"Seratus ribu saja," tawar Alfan.

"Wih, Kang kira-kira, donk! Kalau segitu mana ada untungnya buat toko! Kalau seratus ribu itu yang ini, nih!" Tala menunjuk sandal dari kulit sintetis tanpa merk.

Biasanya pedagang lain akan menawarkan harga dua kali lipat, tapi Tala selalu menaikannya sedikit. Makanya ia kaget setiap ada pembeli menawar lima puluh persen dari harga yang ia tawarkan.

"Ya sudah, seratus dua puluh lima ribu aku bayar," ucap Alfan. Ia mengeluarkan uang dari dompet dan langsung diberikan pada Tala.

Tala menerima uang itu. Ia ambil sandal dan langsung ia masukan dalam keresek. Tepat di tempat ia berdiri, wadah keresek tergantung dan tinggal Tala tarik.

"Pegang dulu, aku mau ambil kembalian." Tala berikan keresek sandalnya.

Dua lembar ratusan ribu. Tala lekas membuka laci uang untuk membawa kembalian. Ketika ia kembali ke depan, Alfan sudah tak ada.

"Lho! Mana laki-laki tadi? Apa dia hantu, ya? Kok ilangnya cepet banget?" Tala menggaruk kening. Ia masuk ke dalam dan keluar dari pintu kedua, ada tukang jam yang sangat ia kenal karena tetangganya. "Mang Kosim, nitip dulu. Ada pembeli lupa kembalian," seru Tala. Mang Kosim mengangguk.

Tala lekas kembali ke pintu yang menghadap ke luar pasar. Di depan ia melirik ke kanan dan kiri mencoba menebak ke mana Alfan pergi. Pria itu tak terlihat lagi.

"Apa ke parkiran mobil, ya? Dia kan pakai mobil." Tala lekas lari ke parkiran khusus mobil yang berada di lapangan dekat pasar. Hanya melihat dari gerbang, Tala tak menemukan Alfan.

"Duh, kalau gini susah. Mana jongko nggak bisa aku tinggalin lama!" Lekas Tala kembali ke jongkonya.

"Mang Kosim, makasih banyak!" ucap Tala pada Mang Kosim yang rela berdiri di lorong depan jongko Tala demi menunggui lapak itu.

"Kekejar, Neng?" tanya Mang Kosim.

Tala menggeleng. "Enggak, Mang. Aku simpan dulu saja, kalau ketemu lagi aku berikan. Paling nanti juga balik lagi."

Iya, mana ada orang lupa kembalian tujuh puluh lima ribu, pikirnya. Tala memasukan uang itu dalam tasnya. Kemudian, ia kembali ke depan untuk merapikan dagangan. Kadang ada orang yang lewat melihat-lihat tanpa membeli, tapi membiarkannya berantakan.

Saat itu Tala melihat Salis berjalan di seberang dan masuk ke dalam toko sepatu. Wanita itu membawa rantang makanan. "Cucunya Pak Haji Nedi ngebet banget, deh! Sampai bawain makanan segala. Aku yakin dia ke sana bukan mau beli sepatu! Mana ada orang beli sepatu bawa-bawa rantang!"

Saking kesalnya Tala sampai menepuk-nepuk sandal dengan kuat menggunakan kemoceng. "Yakin, deh! Pasti Si Albi mau-mau, aja! Mana bisa dia nolak jadi menantu orang kaya! Buktinya kerjaan orang saja dia rebut!"

Tala kembali ke dalam jongko. Mumpung siang biasa sepi, ia mau merapikan uang di laci, khususnya pecahan besar. Biasanya ia tumpuk lalu diberi karet. Karet sudah tersedia di dalam laci.

Lumayan banyak uang ratusan ribunya. Tadi pagi pelanggan paling banyak, rata-rata yang baru pulang senam di lapangan dekat pasar atau baru pulang belanja pagi. Menjelang siang mulai sepi dan ramai lagi nanti sore kalau selesai pengajian di masjid besar.

Posisi pasar ini dan masjid besar terhalang lapangan besar. Di belakang pasar ada SD Negeri favorit di sini.

"Siniin uangnya!" paksa seseorang yang sudah mendekatkan pisau ke perut Tala.

Tala kaget, ia melirik ke bawah dan melihat pisau melintang di depan perutnya siap ditusukan. Di sana tangannya gemetaran. Ia ingin teriak, tapi takut pisau itu menusuk sedetik kemudian setelah ia berteriak.

"Jangan, Oom!" pinta Tala.

Pria itu merebut uang dari tangan Tala. "Diam kamu! Kalau nggak, mati!" ancamnya. Pria itu memakai topi dan masker hitam. Tala mengangguk pasrah.

Hendak berlari sebelum Tala menjerit, Pria itu malah tumbang dipukul seseorang di depan jongko. Ia terjungkal dan saat itu juga si pemukul langsung memaksanya menelungkup dan mengunci lengannya di belakang punggung.

Baik pisau dan uang berjatuhan. "Ambil uangnya!" seru pria itu. Tala mengangguk. Ia ambil uang dan lekas dimasukan dalam laci, tak lupa laci itu Tala kunci.

Penjahat itu mencoba meronta, sayang ia kalah kuat dari pria yang menguncinya.

Tala mengedip tak percaya karena pria yang menolongnya Albi. "Tunggu apa lagi? Panggil pedagang yang lain untuk minta pertolongan!" titah Albi.

Tala mengangguk. Ia lekas keluar dari pintu ke dua yang menghadap ke dalam pasar. "Tolong! Ada rampok!" teriak Tala.

Kontan semua pedagang langsung lari ke arahnya, terutama pedagang lelaki. "Itu dia!" tunjuk Tala pada pria yang berhasil Albi ringkus.

Lekas para pedagang itu langsung menggelandang perampok itu ke pos polisi tak jauh dari pasar. "Neng, ikut! Biar ini Bu Salma yang tunggui!" saran Bu Salma pemilik jongko kerudung di samping Tala.

"Iya, Bu." Tala lekas mengikuti Bapak-bapak yang membawa perampok itu. Tala sempat melirik ke arah Albi. "Makasih," ucap Tala.

Albi hanya mengangguk.

🪴🪴🪴

🪴🪴🪴

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Sepatu SandalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang