Chapter 27. Kamu Harus Menerima

3.8K 1K 205
                                    

Aku seriusan. Di episode ini nggak ada lucu-lucunya kecuali pengen maki.

🪴🪴🪴

"Apa?" baik Helena dan Alfan sama-sama kaget mendengar orang tua mereka mengungkapkan niat menjodohkan keduanya.

"Pa, memang nggak ada wanita lain apa?" tanya Alfan.

Papanya jelas langsung menggeleng. "Kamu mau yang kayak gimana? Helena cantik, dari keluarga kaya dan pendidikannya tinggi. Kamu akan bahagia nikah sama dia." Hendra meyakinkan putranya. Dia pasti akan memaksa. Walau Alfan selalu ingin dipenuhi keinginannya, untuk urusan ini Hendra akan mengatur dengan keras.

"Tapi aku nggak punya perasaan apa pun sama Helena, Pa!" tegas Alfan sambil berdiri.

"Fan, duduk! Nggak sopan bicara sama Papa kamu sambil berdiri!" Silmi membentak putranya. Sudah jelas Alfan pasti memilih duduk saja.

"Terus kamu maunya wanita kayak apa?" tanya Hendra.

Alfan berpikir lama. Ia bingung, apa harus mengungkap pada Papanya atau tidak. "Aku mau calon istrinya Albi. Aku mau menikahi wanita itu," jujur Alfan.

Seperti tebakan Albi, Oomnya tentu tak akan setuju. "Kamu! Papa besarin kamu, dididik di sekolah mahal, diberi hidup mewah dan begini cara kamu balas budi sama Papa? Kamu mau nikah sama wanita nggak jelas? Dan dia calon istrinya anak nggak berguna itu? Otak kamu ditaruh di mana? Kamu mau bikin wajah Papa tercoreng?"

"Pa. Tapi aku cinta dia," pinta Alfan.

"Kalau begitu pergi dari rumah ini dan jangan harap aku akan berikan warisan sama kamu. Aku bisa angkat Si Albi jadi penggantiku di hotel!" ancam Hendra.

Jelas Alfan ketakutan sendiri. "Jangan gitu, Pa. Masa aku mau digantikan sama anak pembantu? Dia bisa balas ngeledek aku nanti."

Hendra memalingkan wajah. "Dengan menolak perjodohan ini, kamu sudah siap posisimu ditukar dengannya."

Alfan berdiri. Ia hampiri Papanya dan langsung berlutut di depan Papanya. "Iya, Pa. Aku mau ikutin keinginan Papa. Tapi jangan pernah gantiin aku dengan anak pembantu itu. Aku ini anak Papa satu-satunya. Siapa lagi yang pantas warisin kekayaan Papa selain aku?"

Memang batas cinta Alfan dan Helena hanya segitu. Cinta hilang ketika mereka sadar tak bisa hidup enak. "Baik, aku akan nikah sama dia. Dengan satu syarat, Papa pastikan aku dapat posisi di hotel," pinta Helena.

"Apalagi, Helen? Kalau kamu menikah dengan Alfan, kamu akan jadi istri General Manager. Tentu posisi kamu di sana akan diperhitungkan. Jadi kamu harus mau menikah dan menjadi menantu keluarga Alvian."

"Baik. Aku setuju."

Namun, selalu ada udang di balik batu. Tak lama setelah mendengar kabar itu dari kedua orang tua mereka di rumah masing-masing, Helena dan Alfan saling berkomunikasi lewat ponsel. Apalagi selain rencana licik yang mereka buat demi mendapat keinginan mereka.

"Setelah aku jadi General Manager di sana, Papa nggak akan bisa mengaturku. Aku bakalan rebut perempuan itu dan menjadikan dia milikku!" tegas Alfan.

"Dan aku bakalan ambil kembali Albi darinya. Jadi kita harus kompak menjatuhkan orang tua kita. Pastikan kamu minta posisi Papamu setelah pernikahan kita, agar lebih cepat kita dapatkan apa yang kita inginkan."

Benar, jangan pernah besarkan anak kita dengan kasih sayang berupa uang. Ketika dia jauh lebih kaya dari kita, akan hilang rasa sayang dan hormatnya pada orang tua. Jangan pernah memenuhi semua keinginan anak, ketika keinginannya tak terpenuhi, dia akan memberontak. Jangan pula gunakan ancaman untuk mendidik anak, karena mereka akan mencari cara untuk diam-diam melakukan kesalahan di belakang orang tuanya.

"Setuju. Wanita itu harus jadi milikku bagaimana pun caranya!" tegas Alfan. Ia sudah bertekad.

Sedang wanita dan pria yang menjadi incaran mereka tak berpikir sampai ke situ. Mereka masih menikmati cinta mereka yang sederhana. Albi datang ke rumah Tala yang tengah ramai oleh ibu-ibu yang masak.

"Calon penganten jangan ke sini dulu! Penganten perempuannya lagi di pingit. Harusnya kamu juga jangan keluar rumah dulu!" nasihat Bu Nur.

Sebulan cepat berlalu. Albi dan Tala sudah mengikuti bimbingan pranikah dari KUA. Tak terasa besok mereka akan menikah di masjid terdekat.

"Albi cuman mau nganter sprei. Minggu lalu Tala ketinggalan di toko sepatu, jadi Albi bawa dan lupa lagi dikasih. Padahal ini buat besok, 'kan?" Albi menyerahkan sprei dan satu set bed cover pada Bu Nur.

"Duh, laki-laki kalau urusan ranjang inget," komentar Bu Salma yang membantu menggoreng kentang untuk mustofa.

"Itu, aduh. Nggak gitu kok, Bu." Albi menggerak-gerakan telapak tangan.

"Sudah, Bu Salma. Nanti dia malam ini nggak bisa tidur," ledek Bu RT. Semua ibu yang tengah memasak saat itu tertawa.

Mereka memang sengaja masak malam agar besok pagi siap terhidang untuk tamu undangan. Acara dibuat kecil-kecilan. Bahkan pelaminan tak memakai panggung. Hanya karpet yang digelar di atas lantai semen tempat jemuran. Kursi dan hiasan pelaminan di belakangnya dari kain dekorasi dan bunga imitasi juga. Tak lupa gentong untuk tempat memasukan amplop. Sisanya hanya tenda dan kursi-kursi pinjaman dari kelurahan.

Baju pengantin pun hanya disewa satu untuk acara resepsi. Sedang acara akad, Tala hanya memakai pakaian baru serba putih, baik rok dan kemejanya. Asal wajahnya saja di make up.

"Yang bantu masak, banyak juga, ya? Padahal banyak yang nggak setuju kamu nikah," tanya Albi melihat teras rumah Tala yang dipakai tempat masak. Di tengah rumah ada ibu-ibu sedang merangkai dua makanan ringan untuk tamu saat acara akad.

"Ini akibat calon adik ipar kamu," jawab Bu Nur.

Albi menaikan sebelah alis. "Arta ngapain?" tanya Albi bingung.

Bu Nur dan Bu Salma tersenyum sedang Bu RT tertawa terbahak-bahak. "Anak itu memang banyak akal. Dia bikin selembaran di foto copy. Terus dia masukin ke rumah-rumah. Dan dia bilang gini, 'aku ini anak yatim. Kalau kakakku nikah nggak ada yang urus, aku sedih. Tahu hukumnya bikin sedih anak yatim?' Langsung pada dateng mereka."

Albi ikut tertawa. "Dia memang adik yang baik. Pasti orang tuanya bangga."

"Yang baik jaga mereka. Apalagi Tala. Dia masih remaja sudah ditinggal ibunya. Dia kurang kasih sayang. Jadi kalau manja maklumin, sambil kamu didik supaya lebih mandiri dan dewasa," nasihat Bu RT.

"Insyaallah, Bu. Makasih nasihatnya. Orang tuaku sudah nggak ada waktu aku masih kecil. Jadi hanya sedikit nasihat pernikahan yang mereka berikan. Aku sangat beruntung ada ibu-ibu dan Pak Nugraha juga Pak Kosim yang kasih aku nasihat." Albi melihat ke jam tangan. Sudah pukul sepuluh malam. "Albi pamit dulu. Sudah malam, Bu. Makasih banyak bantuannya."

"Sama-sama Jang Albi. Awas jangan lupa hafalin bacaan kabulnya. Jangan sampai salah nyebut jadi Nagita Slavina," tambah Bu Salma.

Albi anggukan kepala.

🪴🪴🪴

🪴🪴🪴

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Sepatu SandalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang