Chapter 13. Wanita Spesial

4K 1K 198
                                    

"Al, coba tulisin sepatu yang habis stok, donk!" pinta Ibnu.

"Iya, Kang." Albi lekas berlari ke gudang sepatu. Ia ambil lembaran catatan yang tergantung di tembok. Lembaran itu dijepit pada papan dada plastik berwarna biru. Tentu tak sebiru hatiku. Apalagi menanti kabar yang aku tunggu.

Albi berjalan di sepajang rak dan memeriksa dus-dus sepatu yang mulai berkurang, apalagi yang salah satu nomornya tiada. Apalagi nomor tiga puluh enam, paling langka.

Albi memijiti tengkuk akibat terlalu lama mendongak ke atas untuk memeriksa dus. Tak jarang ia harus memanjat untuk melihat lebih jelas. Kalau ada teropong mungkin akan lebih membantu.

Sementara Ibnu harus melayani pelanggan. Namun, ia malah diberi kekecewaan. "Lho, Akang yang satunya lagi ke mana?" tanya perempuan yang hari ini datang berniat melihat Albi eh membeli sepatu.

"Lagi libur, Teh. Sekarang cuman ada saya sama dua SPG itu," tunjuk Ibnu pada Dewi dan Hanin.

Perempuan itu mendecakan mulutnya. "Susah-susah datang malah nggak ketemu sama Akangnya. Kesel banget!" protes wanita itu.

Ujung-ujungnya ia sok memilih sepatu dan tak jadi beli. Ibnu kesal jadinya. Padahal ia sudah mengeluarkan banyak dus sepatu dari gudang.

Kejadian itu lagi-lagi terulang. Tak lama seorang ibu datang dengan anak gadisnya. Ia sudah sedia ponsel yang stand by di kamera untuk membuat video tiktok. Sayang, begitu masuk yang menyambut Ibnu.

"Akang yang biasa melayani ke mana? Saya maunya sama dia," tegas Ibu itu galak.

"Iya, ih! Nggak asik!" protes anaknya.

"Lagi libur, Bu. Maaf ya," jawab Ibnu.

"Ah, teu rame (nggak asik)!" umpat mereka lalu pergi meninggalkan toko.

"Euleuh, pikasebeleun (nyebelin)!" Ibnu balas mengumpat.

Dewi dan Hanin yang melihat itu kontan tertawa. "Sudahlah, Nu. Wajahmu emang nggak menjual, mau gimana lagi!" ledek Dewi.

"Diem kalian! Kayak kalian cantik saja!" balas Ibnu.

"Kayak kamu ganteng saja!" Dewi nggak mau kalah.

Pak Nugraha mendengar keributan itu lekas keluar dari ruangan ke toko. "Ada apa ini?" tanya Pak Nugraha.

"Itu tuh, Pak! Si Ibnu sok mau layanin pelanggan. Mana pake bohong Kang Albi nggak masuk segala. Jadi pelanggan dua pergi itu," adu Hanin.

"Bener eta teh, Ibnu?"

Ibnu menunduk takut kena omel. "Lagian itu emak-emal datang cuman mau ketemu Albi. Bukan mau beli, Pak," alasan Ibnu.

"Mau beli atau enggak, tetap harus dilayani dengan baik. Jangan sampai mereka bikin rumor yang bukan-bukan soal toko kita. Sekarang Albi mana?" tanya Pak Nugraha.

"Di gudang lagi nyatet barang yang kosong," jawab Ibnu.

"Ontohod! Panggil suruh dia yang jaga toko terus kamu yang di gudang!" titah Pak Nugraha.

Ibnu mengangguk. Ia lekas lari ke dalam gudang. "Al, kata Bapak disuruh nunggu toko!" titah Ibnu.

Albi sedang memanjat rak kontan langsung melompat turun. "Tapi ini belum selesai, Kang."

"Sudah tinggali saja! Biar aku yang lakuin. Nanti Pak Nugraha mecat aku lagi!" paksanya.

Albi menurut saja. Ia lekas memberikan catatan kepada Ibnu lalu berjalan ke toko. Tak lupa ia tepuk-tepuk seragamnya yang kotor akibat debu di gudang. Dewi dan Hanin saling menyikut. Mereka tersenyum senang melihat Albi kembali ke toko. Jadi, mereka bisa melihat wajah pria itu dengan jelas. Lumayan menambah sistem imun di saat seperti ini.

Sepatu SandalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang