Bertahan

99 18 0
                                    

"Hester, apa yang terjadi?" tanya Javier khawatir.

Terisak, Hester menolak menjawab kakaknya. Wajahnya masih menunduk dengan air mata yang mengalir tanpa henti. Hester tidak peduli jika ia sudah menghancurkan waktu istirahat kakaknya, karena satu-satunya yang gadis itusadari hanya hatinya.

Hatinya sangat sakit. Benar-benar sakit.

"Masuklah terlebih dulu, Adik Kecil. Ayo," bujuk Javier lembut seraya merangkul Hester memasuki rumahnya.

Adrienne yang baru saja keluar dari kamar dengan bayinya melayangkan tatapan bertanya kepada Javier, tetapipria itu menjawabnya dengan satu gelengan kepala. Mereka sampai di sofa ruang tamu dan Javier membawa Hester untuk duduk. Mereka diselimuti keheningan, membiarkan Hester meluapkan perasaannya. Perlahan, napas Hester mulai melambat. Isakannya tidak terdengar keras dan air matanya mulai menyusut meski tidak benar-benar berhenti.

"Hester," panggil Javier tenang. "Apa yang terjadi?"

Menggeleng, Hester kembali menolak menjawab. Gadis itu masih kesulitan untuk mencerna segala sesuatu yang terjadi.

Dareson membunuh ayahnya sendiri.

Dareson berbohong padanya.

Dan yang terburuk adalah ... Dareson melepasnya.

"Hester." Nada suara Javier semakin menuntut. "Apa yang terjadi? Seseorang menyakitimu? Di mana Dareson?"

Ketika mendengar nama itu, Hester berjengit. Membuat Javier merasa yakin kekacauan yang kini menimpa adiknya berhubungan dengan pria itu.

"Dareson menyakitimu?" tanya Javier dengan ketenangan mematikan. Karena sungguh, jika Dareson benar-benar melakukannya, Javier tidak akan segan untuk mengotori tangannya sendiri untuk memberi pria itu pelajaran.

Hester kembali menangis.

"Hester, jawab aku!" Tuntut Javier frustrasi. "Kau muncul di depan rumahku dengan tangis sehebat ini. Aku tidak pernah melihatmu menangis seperti ini selain pada saat Ayah meninggal. Kau membuatku khawatir."

Adrienne langsung melangkah mendekat dan memberikan bayi laki-lakinya yang baru berusia dua bulan kepada Javier. Melihat kondisi Hester, Adrienne yakin hal yang terjadi lebih rumit daripada yang mereka duga.

"Pergilah ke kamar, Javier," ucap Adrienne. "Aku yang akan bicara dengan Hester."

"Tapi—"

"Pergilah. Aku akan mengurusnya. Kau percaya padaku?" sela Adrienne.

Menghela napas, Javier akhirnya meraih anaknya dan melangkah meninggalkan istrinya bersama adiknya. Mungkin Adrienne bisa membujuk Hester.

Setelah Javier pergi, Adrienne menarik sebuah kursi kecil dan membawanya ke hadapan Hester. Mereka duduk berhadapan. Adrienne menatap Hester lekat, sementara Hester masih terus menangis.

"Tidak apa-apa, Hester. Semua akan baik-baik saja," ucap Adrienne sambil mengulurkan tisu. "Maukah kau mengatakannya padaku? Apa yang terjadi?"

Hester meraih tisu yang diulurkan Adrienne dan menghapus air matanya. Meski sudah menangis dengan begitu keras, rasa sesak di dalam dadanya tetap tidak berkurang.

Ketika Hester tidak menjawab, Adrienne melanjutkan. "Ini berhubungan dengan rahasia Dareson, bukan?"

Hal itu membuat kepala Hester seketika mendongak.

StayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang