Jurang Kemiskinan

2K 190 25
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Pelupuk mata Andiane telah memberat, tetapi ia tidak boleh menangis atau ajal akan menjemput.

Peringatan tabib terngiang-ngiang jelas saat Andiane merasakan denyutan samar di dada. Gadis itu buru-buru menarik napas dalam-dalam, mengusap mata, dan bertekad dalam hati bahwa semuanya baik-baik saja meski keluarganya resmi jatuh ke ambang kemiskinan.

Terdengar suara abangnya Thomasen tengah mengingatkan Papa agar lebih berhati-hati, atau guci setinggi pinggang mereka akan pecah. Guci berukiran rumit yang selama ini berdiam di pojok lorong akhirnya akan pindah ke kereta Tuan Quentinsel, dan menurut Papa, harga penggantinya cukup untuk biaya pengobatan Andiane selama setahun ke depan. Itu juga berarti terjaminnya menu makan sehari-hari mereka selama enam tahun, dan selama itu pula, Thomasen akan mencari pekerjaan tambahan di kantor pos. Satu-persatu barang antik peninggalan kakek dilelang keluarga Weston demi perpanjangan usia sang putri bungsu.

Andiane ingin menangis karena keluarganya dalam sekejap tidak akan dianggap terpandang lagi. Ia bukannya menyesali sematan membanggakan itu. Ia hanya menyayangkan bahwa penyakit sialan yang menjangkitinya seumur hidup justru menjadi alasan keluarga Weston kehilangan kejayaan. Padahal, kalau kau seorang sejarawan yang getol, kau bisa menemukan nama seorang Weston di sejarah "Seratus Pendiri Demania Raya" pada urutan kesembilan puluh. Rumah keluarga yang turun-temurn mereka tempati—dan satu-satunya kekayaan yang mereka pertahankan—adalah rumah paling besar di desa Westonia (bayangkan itu, bahkan nama desanya juga diganti sebagai bentuk penghormatan kepada kakek moyang Andiane).

Dan, semua kejayaan itu berakhir karena sebuah penyakit aneh yang tak bisa disembuhkan! Demi Tuhan di langit, Andiane mendadak marah pada dirinya. Ia tidak lagi sedih. Ia marah, dan itu lebih berbahaya bagi kesehatan tubuh. Gejolak panas di kepala dan dadanya niscaya membuat napas gadis itu tercekat, dan Andiane buru-buru berlari ke dapur.

"Andy!" Momma tersentak kaget melihat sang putri berderap menuruni tangga. Para bibi yang tengah berbincang dengan Momma sembari menyeruput teh-teh di cangkir spontan menahan napas.

"Hanya ingin minum, Momma." Andiane seketika berhenti dan memasang senyum terbaik, berusaha menyembunyikan dentum-dentum nyeri di dada. Untungnya Momma memercayainya, dan hanya mengingatkan untuk bergerak lebih lembut, sehingga Andiane bisa bergegas ke dapur. Segelas air hangat niscaya akan menolong gejolak-gejolak menyakitkan di sekujur tubuhnya. Samar-samar terdengar obrolan para bibi yang menyayangkan kecerobohan sang gadis dalam menjaga kesehatannya. Bukankah sang ayah dan abang sedang menggotong sisa-sisa barang berharga keluar rumah?

Andiane meletakkan gelas yang sudah kosong dengan napas sedikit tersengal-sengal. Gila. Padahal dia cuma berlarian menuruni tangga, tetapi kepalanya terasa berputar dan keringat mulai merembes di balik kerah. Andiane memandang lemas ke arah jendela di atas meja tempat keranjang-keranjang buah tergeletak. Nampak Papa dan Thomasen sedang membungkuk penuh terima kasih kepada Tuan Quentinsel sebelum kereta sang tuan dihalau keluar pekarangan. Selesai sudah transaksi terakhir hari ini. Sekarang yang tersisa di pekarangan hanyalah tiga kereta para bibi dan... oh, ada tamu lagi?

Andiane salah mengira. Sepertinya Tuan Quentinsel tidak memborong semua barang antik kakek, eh? Tamu yang tidak diketahui Andiane ini sekarang menghampiri Papa. Ia mengenakan pakaian serba kelabu gelap yang senada dengan langit mendung; jas selutut dengan kancing-kancing perak yang mengilap, syal yang terlalu tebal untuk musim gugur yang belum cukup dingin, dan topi tinggi beraksen bunga kelam khas para bangsawan Cortess. Oh, Andiane tidak tahu kalau ternyata Papa punya rekan seorang bangsawan Cortess. Apa kiranya yang bakal dia beli dari keluarga yang sudah miskin ini?

Papa dan bangsawan itu beriringan masuk ke rumah. Terdengar suara Momma dan para bibi yang menyapa santun sang bangsawan, hingga Andiane sadar bahwa Papa dan sang tamu terus melangkah sampai ke pintu dapur.

"Andy," panggil Papa, dan gadis itu spontan membungkuk untuk memberi hormat. Namun ternyata bukan itu saja maksud sang ayah. Saat Andiane kembali berdiri tegak, ia menyadari bahwa Papa dan sang tamu tidak beranjak.

"Ini Andy—Andiane, putri bungsuku," kata Papa, suaranya tercekat. Andiane seketika menyadari ada yang janggal dengan situasi ini. Papa melirik sang bangsawan dengan ragu. "Dialah putriku yang belum pernah kautemui."

Tamu itu tidak berkata-kata selain mengangguk, kemudian menatap Papa dengan penuh arti. Andiane bahkan tidak bisa mengenali wajah sang tamu dengan baik. Ia tidak menanggalkan topi, syalnya menutupi sebagian wajah, dan penerangan rumah yang payah di siang mendung ini membuat wajahnya begitu misterius. Andiane merasa mulas di perutnya. Kenapa Papa tiba-tiba memperkenalkannya kepada seorang bangsawan Cortess?

Seolah baru mengingat sesuatu yang paling penting, Papa tersentak ringan. "Andy," katanya, "Beliau adalah Tuan Olliviare; mantan asisten kakekmu di Institut dulu. Dan... Tuan Olliviare ingin bertukar sapa denganmu."

Tanpa menunggu respon Andiane, Papa menghadap Tuan Olliviare dengan bibir terkatup rapat. "Anda boleh mengobrol dengannya di pekarangan belakang. Tetapi saya ingatkan lagi—Andiane tidak cukup sehat untuk melanjutkan studi."

Andiane mendengarkan ucapan Papa dengan jantung yang nyaris jumpalitan. Murid kakek di sebuah institut terkemuka? Dan, penawaran studi? Apakah ini mimpi? Seandainya Andiane tidak buru-buru ingat dengan penyakitnya, dia akan tenggelam dalam dugaan itu dengan sangat bahagia.

"Mari." Andiane tersentak dengan suara sang tuan yang berat, mengingatkannya akan kedalaman danau di halaman belakang rumah. Sang tuan mengisyaratkan Andiane agar bersama-sama menyusul Papa yang sudah duluan beranjak. "Nona Andiane."


Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
A Burst of Darkness ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang