"Sebelum matahari tenggelam? Sir, lalu bagaimana nasib mereka yang ingin meninggalkan pulau sebelum Midnight Phantasmagoria dimulai?"
"Nasib mereka bukan urusan kita. Kembali ke pos!"
"Artinya kita akan membiarkan mereka terjebak di malam tanpa aturan ini? Sir, Anda tidak punya hati?"
"Yang aku punya hanyalah kantung penuh emas yang mereka berikan tadi pagi. Kembali ke pos!"
***
Shalima refleks melemparkan tengkorak manusia yang ada di tangannya ke sembarang arah. Matanya melesat ke pepohonan di sekitar. Tangan Shalima mengepal begitu erat hingga buku-buku jarinya memutih, mempersiapkan diri untuk penyerang yang tidak pernah datang. Ia menoleh ke belakang, api unggun yang dinyalakan James masih terlihat dari jauh, barangkali sekitar seratus meter. Gadis penyembuh tersebut mengatur napas sambil mengamati tanah tempat tengkorak tadi terkubur. Terdapat jejak merah yang membawanya lebih jauh menuju jalur tertutup pepohonan. Memastikan api unggun masih terlihat, Shalima mengikuti jejak tersebut masuk ke hutan.
Keadaan begitu gelap dengan cahaya bulan yang tidak membantu sebagai pemandu jalan. Shalima hanya bergantung pada cahaya redup mantra penyembuh di tangan kanannya yang diletakkan dekat permukaan tanah. Jejak merah tersebut berhenti ketika bertemu lingkaran besar berwarna merah, besar sekali hingga Shalima tidak bisa melihat sampai mana lingkaran tersebut membentang. Gadis tersebut mengambil segenggam tanah merah dan meremasnya. Cairan pekat membasahi tangannya, menetes kembali ke permukaan tanah. Anyir.
Shalima cepat-cepat angkat kaki dari tempat tersebut, menyusuri kembali jejak kakinya ke arah pantai, lalu ke tempat api unggun dan tenda. James yang melihatnya segera menarik belati dari dalam jas dan menanyakan apa yang terjadi. Shalima menjelaskan dengan terbata-bata, sebongkah kecil tanah berdarah masih tersisa di genggaman.
"Jadi, ada lingkaran raksasa yang digambar dengan darah di dalam hutan?"
"I-iya, Sir."
"Dan, di tanganmu itu tanah yang kau ambil dari sana?"
"Benar, Sir."
James memijat pelipis, niat untuk menegur Shalima yang melanggar perkataannya supaya tidak pergi terlalu jauh dari api unggun diurungkan. Sepertinya pulau ini lebih berbahaya dari yang ia perkirakan.
"Kau ... tidur saja sekarang. Besok pagi kita investigasi bersama."
Shalima memasuki tendanya. Sementara itu, James menyeduh secangkir besar kopi, berjaga hingga pagi dengan belati digenggam erat.
Pagi-pagi sekali, James membangunkan mereka, memerintahkan untuk mengemasi tenda dan barang bawaan. Setelah mencuci muka dengan air laut, mereka segera berjalan menelusuri hutan di jalur yang ditempuh Shalima kemarin malam. Kali ini, James memastikan tidak ada dari mereka yang berkeliaran terlalu jauh dari pandangannya.
Sesampainya di tepi lingkaran sihir yang ditemukan Shalima, James memeriksanya lebih jelas. Benar, ini lingkaran sihir dengan ratusan bahkan ribuan runes yang tersebar di permukaannya. Runes yang dituliskan tidak begitu rumit, hanya saja jumlahnya begitu banyak sehingga untuk menghapuskannya perlu waktu beberapa hari. Guru Virologi tersebut memutuskan untuk mengabaikan lingkaran sihir dan meneruskan perjalanan mereka ke tengah pulau.
Bersembunyi di belakang sebuah pohon besar yang sudah mengering, mereka mengintip melalui celah belukar. Di tengah-tengah pulau terlihat sebuah tengkorak yang dikelilingi cahaya hitam di atas kuil batu kecil. Kuil tersebut berdiri tepat di tengah lingkaran sihir yang mereka jumpai beberapa menit lalu. Seorang fallen angel bersayap merah darah duduk bersila di dekat pusat lingkaran, matanya tertutup seperti orang bersemedi.
Sam menyadari sesuatu dan menepuk pundak seniornya. "Shalima, orang itu bukannya yang kita jumpai waktu memasuki pikiran penyerang kita kemarin?" Ia menunjuk pria bersayap merah yang masih berdiam diri jauh di sana.
Merlin menampik telunjuk Sam, khawatir kalau yang ditunjuk bisa merasakan tudingannya.
Shalima memicingkan mata, sepertinya pria tersebut adalah orang yang sama dengan yang mereka lihat kemarin. James memutar permata di cincinnya. Kalau perkiraannya benar, tengkorak di atas kuil tersebut adalah artefak yang mereka cari. Semisal ia bisa mengambil tengkorak tersebut dengan portalnya, mereka bisa segera kembali ke akademi tanpa bertarung.
James mengernyitkan dahi, portalnya menolak untuk muncul. Ia mengarahkan ke langit di atas, masih tidak muncul juga. Guru Virologi tersebut mengetuk-ketuk cincin dengan tidak sabar, mengundang pandangan aneh dari murid-muridnya. Sam menyesuaikan posisi dan tidak sadar menginjak sebuah dahan kering.
"Siapa di sana?" Suara hardikan keras muncul dari sebelah kanan mereka. Derap langkah segera mengikuti dari arah suara datang.
Merlin dan Sam menggumamkan mantra di sela napas. Si empunya suara segera muncul dari sela pepohonan. Seorang fallen angel bersayap hitam mengacungkan pisau panjang ke arah mereka. Merlin dan Sam menyelesaikan mantranya, semburat api dan es muncul dari tongkat mereka. Anehnya, hanya segenggam kecil bara api keluar dari tongkat Merlin dan bilah es yang memanjang dari tongkat Sam lalu segera mencair sebelum mencapai pria tersebut.
Sam dan Merlin mematung sejenak, tidak memahami apa yang baru saja terjadi. Pria bersayap hitam tersebut menghunuskan pisaunya ke arah Merlin. James merapal barrier, tetapi tidak ada apa pun yang muncul. Shalima menangkis serangan tersebut dengan tongkat di tangan, membelokkan pisau dari lintasannya. James melemparkan segenggam pasir ke mata pria tersebut dan meneriakkan satu perintah.
"Lari!"
Mereka menerobos semak belukar, bersembunyi di antara sepasang pohon tinggi terdekat yang mereka temukan. Keheningan pagi segera berubah dengan riuh seiring rekan-rekan dari penyerang yang mereka hindari memulai pencarian. Mereka menahan napas, berharap dalam hati agar tim pencari tidak menemukan jejak.
"Di sana!"
Sebuah teriakan mengejutkan Tim Enam. Sam segera berdiri dan bersiap untuk lari, tetapi tiba-tiba terjatuh. Kakinya terikat oleh sesuatu. Puluhan rantai berwarna merah darah muncul dari tanah yang mereka pijak, membelenggu kaki dan tangan. Tim pencari segera meringkus mereka, membawa para penyusup ke hadapan sang pemimpin, fallen angel bersayap merah yang sejak tadi bersemedi di depan artefak.
Mereka duduk berlutut dengan rantai merah memborgol tangan di belakang punggung. Pria tersebut memberikan isyarat jari dan rantai darah lainnya menjulur dari tanah, mengunci pergerakan kaki mereka. Sam mengawasinya lekat-lekat, pasti pria inilah yang mengerahkan rantai untuk menangkap mereka sejak awal tadi. Fallen angel bersayap merah tersebut terbatuk, wajahnya pucat. Tangan kanannya memberikan sebuah isyarat dan dua orang datang membopong mayat yang kemarin mereka lihat di atas sampan.
Dua mayat tersebut diletakkan di hadapannya. Pria bersayap merah di depan mereka menggumamkan selarik mantra, tangan mengayun ke depan, dan cahaya merah ditarik keluar dari kedua mayat. Cahaya merah tersebut melingkupi sang fallen angel, wajahnya berubah segar dengan senyum lebar menghiasi. Satu isyarat tangan lalu dua orang kacung membawa mayat yang sudah berubah menjadi tengkorak pergi dari hadapan bosnya.
Si bos membuka tudung hitam, memperlihatkan wajahnya dengan jelas untuk pertama kali. Perawakannya khas pria berusia sekitar tiga puluh tahun, rambut klimis sebahunya disisir ke belakang, plus sebilah pedang panjang lurus diselempangkan di pinggang. Pria tersebut berdiri di hadapan mereka dan membuka mulut untuk pertama kalinya.
"Namaku Krov."
Merlin mengangkat alis. Kenapa tiba-tiba ada sesi perkenalan? Pria tersebut menyadari ekspresi kebingungan tawanannya dan mengulas senyum hangat.
"Sudah tradisi di Malice Island untuk memberikan nama kalian sebelum mengeksekusi tawanan."
![](https://img.wattpad.com/cover/272311115-288-k218351.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Expedition for Equalizer (MAPLE ACADEMY YEAR 2)
Fantasy[UPDATE SELASA & JUMAT] Sam Uine bersama kelompoknya; James, Merlin, dan Shalima, menjalani rangkaian study tour ke Pulau Malice yang penuh muslihat. Setelah mendatangi kastil Lord of Darkness, ia mengetahui bahwa tujuan mereka adalah mencari artefa...