BAB 25 : Bebas

2.1K 166 13
                                    


Waktu terus berlalu, tanpa kusadari yang ada hanya aku dan kenangan”


—Lisa Alaric

****

25. Bebas

Langkah tergesa-gesa, Lisa berlari melewati lorong rumah sakit dengan wajah yang bersimbah air mata. Beberapa menit lalu ia serasa mati saat mendapat pesan dari Ridho mengenai Rendra. Senyumnya serasa ditarik paksa oleh kenyataan pahit ini, kenyataan dimana orang yang dia tunggu di Danau malah terbujur lemah di atas ranjang ICU.

Tak peduli dengan pakaiannya yang basah karena menerobos hujan yang tak kunjung mereda, Lisa terpaksa menerobos hujan dengan berlari karena saat itu taksi yang dia tumpangi terkena macet

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tak peduli dengan pakaiannya yang basah karena menerobos hujan yang tak kunjung mereda, Lisa terpaksa menerobos hujan dengan berlari karena saat itu taksi yang dia tumpangi terkena macet. Bagaimana dia bisa bersabar diri menunggu kemacetan ini didalam mobil sedangkan separuh hidupnya sedang dalam keadaan kritis. Walaupun Lisa sudah ada disana, tetap saja keadaan tidak akan berubah. Tapi Lisa ingin berada disisi pria yang mencintainya dan baru ini dia cintai disaat-saat tersulitnya.

Lisa melihat Ridho dan beberaoa keluarga Rendra yang menunggu didepan ruang ICU. Ibu Rendra tak hentinya meneteskan air matanya di pundak sang suami, sedangkan Oma terdiam sepi menatap ruang yang beberapa tahun lalu pernah membuatnya kehilangan orang yang dia cintai, dia adalah Eyang. Dan sekarang, cucunya yang berada disana.

Hana sendiri menangis tersedu-sedu disamping Oma. Ridho yang awalnya berdiri bersandar di dinding rumah sakit berubah menghampiri Lisa yang baru tiba.

"Gimana bisa dia ada disini?" Isak Lisa mencoba bertanya pada Ridho yang jelas tidak mampu berkata-kata.

Tak lama dokter keluar dari ruang ICU itu.

"Apakah ada wali atau keluarga pasien?" tanyanya.

"Saya Ayahnya!" ujar Pak Hendra.

"Bisa kita bicara sebentar?"

Ayah Rendra itu mengangguk, dia berjalan mengikuti sang dokter ke ruangannya.

Disana, dokter menjelaskan secara detail luka tembak yang dialami putranya. Foto scan yang menunjukkan letak dimana timah panas itu menembus bagian organ vital Rendra yang membuat kerusakan besar pada tubuh bagian dalamnya.

"24 jam kedepan adalah waktu tersulit bagi pasien, tapi untuk menunggu perkembangan kondisinya pasien bisa ditemui oleh keluarga."

"Apakah keadaannya separah itu?"

"Seperti yang saya bilang, pasien akan melewati masa tersulitnya 24 jam kedepan. Karena kerusakannya sangat parah dan kecil kemungkinan untuk kami bisa menolongnya."

Ayah Rendra menundukkan kepalanya menangis dalam diam setelah tahu putranya dalam masa kritis.

"Kita sama-sama berdoa saja ya pak, semoga pasien bisa bertahan dan Tuhan memberikan mukjizatnya."

SenandikaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang