2

40 3 9
                                    

Senja berjalan menuju ruang kelas dengan senyuman manisnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Senja berjalan menuju ruang kelas dengan senyuman manisnya. Ia berharap hari ini lebih baik dari hari-hari sebelumnya. Namun, harapan itu luntur begitu saja. Langkah kakinya terhenti, lekukan senyuman yang tadinya tampak kini berubah menjadi wajah ketakutan.

"Senja." ucap Langit diikuti kedua temannya yang sedang mengekor di belakang Langit.

"Masih berani lo datang ke sekolah?" lanjutnya.

"Lo tu gak pantes ada disini." kini Bima yang ikut campur.

Senja memejamkan matanya sebentar kemudian mendengus pelan. Ia memilih berlalu dari ketiganya. Namun Langit, Bima, dan Andre menghalangi langkah Senja.

"Bisu lo?!" sarkas Langit.

"Minggir." jawab Senja dengan tatapan malas.

"Kalau kita gak mau?" ucap Andre.

Senja memilih diam daripada harus adu mulut.

"Lo bikin gue bener-bener marah ya."

Cuihh. Langit meludah tepat di wajah Senja.

Senja hanya bisa menahan amarahnya. Berharap Tuhan akan selalu memberinya kesabaran yang lebih.

Langit, Andre dan Bima pergi meninggalkan Senja yang sedang menahan air matanya agar tidak tumpah.

Senja mengeluarkan sehelai tisu dari dalam tas nya. Tangannya kini menyapu halus air ludah Langit dari wajahnya. Lagi-lagi langkah kakinya terhenti.

Seseorang menarik ransel yang berada di pundak Senja. Untuk kesekian kalinya ia mendengus pelan. Perlahan ia membalikkan tubuhnya menghadap tiga orang yang kemarin telah memukulinya diatas rofftop.

Jala, Tania dan Kesya tersenyum miring melihat wajah Senja.

Senja hanya menatap keduanya tanpa berkata apapun. Cobaan apa lagi ini... batinnya.

"Gimana ludahnya Langit? enak?" ucap Jala sambil menaikkan satu alis.

Tanpa aba-aba Jala menarik rambut Senja kasar. Kini Tania dan Kesya melepas paksa tas dari pundak Senja. Mereka mengeluarkan seluruh isi tas Senja.

Senja mengaduh ketika Jala semakin kuat menarik rambutnya. Sedangkan buku-buku dan alat tulis lainnya sudah terhambur di lantai.

Kini Senja benar-benar tidak kuat menahan air matanya. Ia membiarkan butiran air bening itu turun di kedua pipinya. Rasanya sungguh-sungguh menyesakkan.

Kehadirannya selalu di tolak oleh semesta.

Jala dan teman-temannya tertawa puas melihat Senja yang sudah teramat berantakan. Mereka pun berlalu melewati Senja sambil menginajakan kaki mereka di buku-buku Senja.

Senja memunguti semua buku yang sudah tercecer dan kotor. Bahkan bukunya sudah terlepas dari sampulnya. Entahlah apa yang harus ia katakan ketika Pak Doni melihat buku tugas Matematika Senja yang sudah robek dan kotor.

Kisah Senjakala untuk SemestaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang