Jujur, keempat anak remaja itu senang sekali. Sudah lama tidak bermain musik bersama, berkumpul secara utuh dengan Juna, Ayah, juga kehadiran sang Bunda. Mereka mulai menyentuh alat musik masing-masing, Dika membelikannya sebagai hadiah ulang tahun saat mereka usia 5 tahun.
Ya, si kembar empat bahkan sudah tertarik pada dunia musik sangat dini sekali, usia 2 tahun mereka bahkan bisa memainkan harmoni lagu.
Dika dan Rindu, itu asalnya. Sepasang manusia yang dikaitkan oleh hati - awalnya, sama-sama memiliki ruang tersendiri di hati untuk sebuah nama 'musik'. Kalau utuh begitu, mereka bisa dibilang Keluarga Pecinta Musik.
"Bunda, kata Ayah Bunda mau request lagu? Mau apa?" tanya Juna. Jujur saja semua anaknya malah gelisah. Bunda bukan sosok yang suka request-request sesuatu. Bahkan akhir-akhir ini, si kembar tiga merasakan Bunda yang sendu dan mudah sekali mengantuk. Kenapa ya? Mereka tidak tahu, sosok Bunda masih tampak kuat hingga sekarang.
Bunda mendudukkan dirinya di sofa putih yang ada di ruangan itu. Keempat anaknya bersama mantan suaminya sudah menempati, memegang, dan bersiap di alat musik masing-masing. "Kalian kasih persembahan dulu buat Bunda, nanti baru Bunda request."
Keempat anak manisnya mengangguk. Harsa mulai memukul kajonnya, Jevano juga bersiap pada petikan dan genjrengan pada si hitam manis Olivia, tak ketinggalan Naresh yang sudah duduk berhadapan dengan si putih Isabela, juga Juna yang berdiri sambil menghitung aba-aba untuk menggesek biolanya. Dika juga ikut duduk di sebelah Jevano, memangku gitar cokelat muda dengan pandangan sendu menatap mantan istrinya.
Intro lagu Andai Aku Bisa - Chrisye mulai mereka mainkan. Dika perlahan mengawali lirik, disusul Harsa juga beberapa kali Juna. Jevano dan Naresh ikut menyanyikan pada bagian reff saja.
"Bukan maksud aku,
Membawa dirimu,
Masuk terlalu jauh, ke dalam kisah cinta,
Yang tak mungkin, terjadi....""Dan aku tak punya hati,
Untuk menyakiti dirimu,
Dan aku tak punya hati 'tuk mencintai ...,""Dirimu yang selalu,
Mencintai diriku,
Walau kau tahu diriku,
Masih bersamanya...,"Lagu ini request-an dari Harsa. Akhir-akhir ini ia sering mendengar lagu ini terputar di resto saat Bunda sedang berada di sana. Harsa dan Naresh rajin mengunjungi resto. Beda dengan Jevano yang lebih sering nongkrong di kafe milik Bunda, kadang bersama Naresh ikut membantu para barista di sana.
Bunda tersenyum, hatinya menghangat dan terasa lapang. Entah mengapa, ia merasa anak-anaknya aman pada Dika. Dika amat menyayangi para putranya. Terlebih lagi, alat-alat musik yang hampir tinggal di sini 10 tahun saja masih Dika rawat.
Dika tampak tulus, dari awal juga lelaki itu tulus merawat empat buah hati mereka. Alasan berpisahnya mereka bukan karena hubungan toxic, orang ketiga, atau bahkan anak-anak mereka. Bukan karena ketidakcocokan. Namun ada suatu hal yang mungkin hanya mereka dan Tuhan yang tahu.
Mereka selesai mempersembahkan lagu untuk Rindu. Rindu tersenyum lebar dan memanggil anak-anaknya untuk mendekat. Keempatnya mendekat dan langsung mendekap sang Bunda. Entah mengapa, namun mereka semua gelisah. Di sana Dika menggeleng pelan, Rindu menangkapnya dan malah tersenyum simpul.
"Juna," panggilnya membuat Juna yang sedang menyandarkan kepalanya di bahu mendongak untuk menatap sang Bunda yang menatapnya teduh.
"Iya, Bunda? Bunda mau request lagu apa sih? Kok sok misterius gini," Rindu terkekeh kecil.
"Bunda titip adik-adik kamu ya, kita nggak tahu kan kapan seseorang akan pergi. Jaga mereka ya, apalagi Harsa kalau bandel kamu pukul aja atau minta Serena putusin dia." Harsa mencebikkan bibirnya. Juna terkekeh pelan dan mengangguk mantap.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bunda dan Semestanya [COMPLETE]
Художественная прозаKisah si kembar Baskara yang harus menelan pahitnya kehilangan pusat orbit dari hidup mereka. Kepada Juna, Jevan, Harsa, dan Naresh, jangan putus asa. Orbitmu selalu ada, tidak hilang. Hanya saja, Tuhan memiliki cinta yang lebih besar.