2 • angin malam

89 29 0
                                    

"Selamat malam Beban Keluarga!"

Arka berteriak menyambut adik (baca: babu) kesayangannya yang masih menyumpal kedua telinga menggunakan earphone, memutar lagu barat era 90-an, membiarkan Arka dengan wajah menyebalkan nyempil di ambang pintu kamar.

Gadis berambut caramel itu langsung mendengus kesal, menutup wajahnya dengan selimut tebal bergambar wajah Song Joong-Ki. Arka yang merasa ada keanehan pada raut wajah masam adik perempuan satu-satunya, lantas beranjak menaiki kasur, menyibak kasar selimut yang menutupi wajahnya.

"Lo habis nangis, Yul?"

Cowok itu melihat sorot mata kemerahan Yulita yang tak tertahan. Ia langsung merubah posisi duduk bersandar bantal empuk, menyorot jendela yang tertutup gorden warm white. Setidaknya Yulita tidak ingin terlihat cengeng.

"Sok tau."

"Jawab! Lo habis diapain sama siapa?!"

Suara lantang Arka terdengar berang sekaligus khawatir. Yulita mencebik kesal, mendorong bahu Arka agar segera menyingkir dari kasurnya. Tapi karena tenaganya tidak cukup kuat, ia pasrah saja.

"Apaan, sih! Siapa yang nangis? Tumben banget lo peduli. Pasti ada maunya, kan?" Yulita menuding skeptis, menujuk wajah Arka.

Arka menyengir sialan, menurunkan telunjuk Yulita dari wajahnya. "Nggak asik banget lo. Tebakannya mesti bener."

"Tai."

"Oh, iya...," Arka merubah posisi duduk menyilang, "gue mau nanya-"

"Kalo pertanyaan lo seputar bumi itu bulat atau datar, mending lo resign aja deh jadi manusia!"

"Bukan!" Arka langsung menukas. "Jadi gini. Lo pernah nggak sih, dibenci orang padahal lo nggak bikin salah apa-apa?"

"Muka lo resek kali." Yulita dengan wajah tak berdosa, langsung menjawab. "Ya, gila aja. Orang gabut mana yang mau benci nggak ada sebab?"

"Muka gue ganteng gini dikatain resek!" elak Arka kesal.

"Tuh, kan! Gue aja yang dari lahir, liat muka resek lo tiap hari aja muak, apalagi orang lain yang baru kenal." Tanpa sadar, ingatan Yulita terlintas pada kejadian pagi tadi waktu dirinya tak sengaja mendengar percekcokan antara Arka dan Ara di teras rumah mengenai mobil kesayangan Arka. "Pasti lo lagi ngomongin Kak Ara, kan?"

Arka melotot, sampai pupil matanya hampir terlepas. "Sok tau!"

"Halah! Ngaku aja, deh! Gue yang jadi adek lo aja malu punya Abang kayak lo!"

Sontak, Arka mengelus dada. Memasang wajah dramatis. "Diluar sana aja banyak yang pengen jadi pacar gue, dan lo yang tiap hari ketemu aja bilangnya malu? What the h—"

"Punya Abang kayak lo sama aja cari mati tau, nggak!" pekik Yulita kesal, mengingat kejadian minggu lalu tiba-tiba dilabrak kakak kelasnya gara-gara dikira pacaran dengan Arka yang notabene-nya most wanted di sekolah karena kadar ketampanan yang tinggi.

Arka mengusap telinganya karena teriakan Yulita. "Tapi seriusan, lo bisa baca pikiran kayak dukun-dukun gitu? Kok, tebakan lo bener semua, anjer!"

Terkadang Yulita saja heran dengan fans-fans fanatik Arka. Hal apa yang digilai dari sosok narsisme seperti Arka Denendra? Otak aja rada gesrek, kok bisa-bisanya.

"Tinggal minta maaf aja, apa susahnya, sih?"

"Males. Ntar dia kesenengan lagi," sahut Arka santai.

Tolong, tahan Yulita agar tidak melempar vas bunga ke jidat paripurna milik Arka. Yulita akhirnya mengalah dengan membiarkan cocot manisnya mengoceh.

everyday [yoon jaehyuk x winter]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang