4 • lampau

54 27 0
                                    

"Eh, Tuyul. Abis ini lo mau lanjut SMA dimana?"

Pertanyaan itu dilontarkan ketika Yulita tengah membaca salah satu cerita di Webtoon karena author favorit dia baru saja update new chapter.

"SMANU, ngincer takoyaki doang gue. Di kantin sekolah lo nggak ada takoyaki, kan?"

Kalau bukan Arka yang gampang dibodohi, sih, Yulita tidak bisa mencari jawaban tepat untuk menjawab pertanyaan klise seorang kakak ketika ujian nasional hendak dilaksanakan.

Jelas, itu merupakan jawaban asal kalau-kalau Yulita merasa terdesak. Alasan lainnya ya apalagi kalau bukan karena masalah percintaan?

"Iya, sih. Tapi masa cuma gara-gara itu ... lo jadi jauhan sama gue?" tukas Arka.

Yulita mendecih pelan, menatap sinis sekilas. "Emangnya kenapa? Suka-suka gue, dong. Gue nggak mau ikut campur sama dunia lo yang kelewat ramai, Kak."

Mereka saat ini tengah berada di teras rumah, mengerjakan kegiatan masing-masing. Seperti Arka yang saat ini tengah mencuci motor kesayangannya ini. Lalu Yulita merebahkan tubuhnya di sofa empuk yang sengaja ditaruh pada teras.

Ah, iya. Arka belum cerita, ya, kalau dia dibelikan motor ini karena Ayahnya merasa kasihan dengan kolega yang kesusahan mencari uang—alhasil motornya dijual, lalu diberikan oleh Arka.

Perihal mobil, masih di take, sih. Nanti bakal dikasihkan ke Yulita ketika usia adiknya menginjak 17 tahun dan sudah mendapatkan SIM.

Jika ada yang bertanya kenapa Arka sudah diberikan mobil padahal masih kelas 10 semester dua—jawabannya karena Arka dulu telat satu tahun saat mendaftar sekolah dasar. Jadi waktu SMA, Arka sudah menginjak usia 17 tahun dan memiliki SIM sebagai syarat berkendara.

Tiba-tiba Ibunya Arka datang dari pintu ruang tamu. Dari cara berpakaiannya, Arka bisa menebak kalau Ibunya mau arisan. "Kak, Bunda mau pergi dulu. Oh, iya ... Bunda kemarin udah pesen kue tart, kurirnya mau dateng sekitar jam sembilan. Nanti tolong ambilin, ya. Udah Bunda bayar, kok."

"Kue buat siapa, Bun?" sambar Yulita.

Rena—ibunya—lantas tersenyum hangat kepada putrinya, "Ulang tahun Ayah. Kalian lupa?"

Seketika keduanya mengangguk paham. "Berarti ini tinggal ambil doang, ya, Bun?"

"Iya. Bunda pergi dulu, ya," sahutnya melambaikan tangan, bersamaan dengan itu—ojek pesanan Rena datang menjemputnya.

Sepeninggalan Ibunya, Arka menghela napas singkat. "Gue lupa kalo hari ini ultahnya Ayah. Lo udah buat kado Ayah, nggak, Yul?"

Yulita mengangguk tanpa menoleh karena fokus pada layar ponselnya, "Udah. Kemarin."

Jawaban singkat Yulita membuat Arka kaget sekaligus kesal, "Kenapa nggak ngajak gue, Yul? Kan, biar bareng gitu!"

"Males. Kenapa nggak lo ajak temen lo aja?"

"Siapa emang?"

"Temen lo banyak. Nggak usah ngejek gara-gara temen gue dikit ya, anjir!"

Jelas Yulita berbicara seperti itu karena dari cara pandang Arka saat bertanya emang sedikit menyebalkan sekaligus mengejek. Mendengar itu, Arka tertawa puas.

"Itu, si Tetangga Sebelah, kenapa nggak ajak aja dia?" Yulita menegakkan tubuh sembari mengedikkan dagu ke arah Ara yang tengah berjalan melewati depan rumah mereka.

Melihat itu, sontak Arka berteriak, "Heh, Kuman. Sini lo."

Mendengar suara-suara negatif di telinga Ara, lantas gadis itu menoleh dan mendapati Arka tengah melambaikan tangan layaknya —mereka ini berteman dekat. Ara dengan tatapan sinisnya, menaikkan sebelah alis sebagai tanda jika ia tengah bertanya.

"Ntar abis dhuhur, gue ajak jalan-jalan, ya!" katanya sembari berteriak karena jarak mereka cukup berjauhan.

Baik Ara maupun Yulita, mereka sama-sama cengo. Kemudian setelahnya, Ara mengacungkan jempol dan lanjut berjalan menuju rumahnya sendiri.

Untuk kedua kalinya, Yulita merasa aneh dengan hubungan mereka berdua. Yang benar saja, Ara selalu ingin membunuh Arka kalau-kalau lelaki itu menjengkelkan, tapi kali ini—ah, Yulita tidak bisa berkata-kata lagi.

*****


Jam sudah menunjukkan pukul sepuluh kurang lima belas menit. Sementara Arka terus-terusan menghela napas panjang, saking bosannya menunggu kurir yang tak kunjung datang.

Lelaki itu sempat berpikir bahwa ibunya sudah ditipu oleh penjual kue lantaran kuenya belum datang sampai melewati jam yang ditentukan.

Di ruang tamu, Arka bermain ponsel hanya menggulir layar menu, galeri, dan kontak saja—mengingat WiFi rumah sedang trouble dan paket data Arka sudah habis gara-gara game online saja. Jadi bisa dibilang, Arka sekarang ini tengah menjadi manusia primitif karena kendala koneksi.

Sebenarnya Arka bisa saja meminta Yulita untuk berbagi hotspot, tapi jika diingat kembali—pernah sekali itu Arka meminta hotspot ke Yulita yang katanya sesuai janji buat membalas chat guru, malah berakhir di habiskan untuk bermain game online. Maka tak heran jika Yulita memiliki trust issue soal ini.

"Demi Allah. Ini kurir niat kerja, nggak, sih??" Arka ngedumel sendiri lantaran kurir lama sekali datangnya. Sebentar lagi jam sepuluh, tetapi Arka belum siap-siap. "Gue laporin ke bosnya mampus, tuh—"

Ucapan Arka terhenti begitu suara bel rumah berbunyi. Lelaki itu segera beranjak dari sofa rumang tamu, membuka pintu, dan berjalan santai menuju gerbang—lalu membukanya.

"Atas nama Ibu Renata Parawinda. Maaf atas keterlambatan kami, silakan tanda tangan disini untuk bukti."

Namun Arka hanya terpaku begitu melihat sosok dibalik gerbang—memakai kemeja flanel biru tua, serta rambut panjang kecoklatan yang diikat kuda. Sosok gadis yang menurutnya ini bukan kali pertama mereka bertemu.

"Nami?"

Seolah namanya disebut, mereka saling beradu pandang. Ada jeda cukup singkat sebelum akhirnya Nami terbatuk kecil dan segera menyodorkan kue tart tanpa basa-basi.

"Terimakasih sudah menggunakan jasa kami," katanya tidak mengindahkan suara Arka, dan pergi begitu saja menggunakan motor tanpa mendapatkan tanda tangan dari si pembeli kue tart tersebut.

Si kurir  yang dulunya pernah mencuri perhatian Arka, kini sudah tumbuh dewasa, dan tentu saja semakin cantik.

Kemudian bagaimana langkah Arka yang riang sembari bersenandung kecil membawa kue tart masuk ke dalam rumah, sementara Yulita baru saja keluar dari kamarnya itu melihat raut wajah kasmaran Arka—Yulita semakin tidak mengerti perihal apa yang dialami kakaknya barusan.

Perihal cerita antara Hanami Claudia dan Arka Denendra yang belum sempat ditamatkan.




tbc

everyday [yoon jaehyuk x winter]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang