Kecelakaan Tunggal di Tol Cipali, 2 Tewas Seketika
Sebuah mobil Toyota Innova putih dengan plat nomor AB 84 BA terbalik di Tol Cipali arah menuju Bandung. Menurut saksi mata, mobil yang melaju dengan kecepatan sedang itu tiba-tiba seperti kehilangan kendali. Mobil sempat zigzag sesaat sebelum membentur pembatas jalan dan terbalik. Dua penumpangnya, Randu Wicaksono (24) dan Hermien (48), warga Sleman, Yogyakarta, tewas seketika. Belum diketahui apa penyebab kecelakaan tersebut.
* * *
BINGUNG.
Sambil mengendarai motor menyusuri Jalan Dipati Ukur, pikiranku melayang pada apa yang baru kubaca tadi dan aku langsung menghela napas panjang. Kepalaku pusing. Otakku menolak untuk mempercayai apa yang baru saja kubaca.
Ah, mungkin itu Randu yang lain.
Itu kata-kata pertama yang kuucapkan sewaktu Satya menunjukkan artikel tadi. Mungkin Randu yang itu juga punya ibu bernama Hermien. Penyangkalan keduaku. Namun aku langsung bungkam saat membaca detail lain seperti tipe mobil yang mereka gunakan, plat nomornya, dan juga asal daerahnya. Memangnya berapa banyak Randu di dunia ini yang punya ciri-ciri sama dengan Randu yang itu? Dan akhirnya aku baru benar-benar lemas setelah mendapat telepon dari Ibuk.
"Nduk, Randu, Nduk.... Tadinya Randu dan maminya mau kasih kejutan dengan nengokin kamu di Bandung, sekalian mereka mau ada acara di Bekasi. Tapi.... Randu, Nduk.... Kecelakaan...."
JLEB.
Seketika aku lemas. Ini bukan masalah aku masih ada perasaan atau apa. Aku hanya betul-betul tak mengira kalau Randu akan pergi secepat ini. Padahal baru semalam dia kumaki-maki karena masih terus ngotot membicarakan rencana perjodohan kami. Alhasil sedikit banyak ada rasa bersalah muncul di hatiku karena komunikasi terakhir kami diakhiri dengan cacian dan makian. Ya ampun....
Sambil kembali menghela napas panjang, kubelokkan Scoopy kuningku ke jalan Sekeloa. Pikiranku masih setengah mengawang sewaktu motor mulai berbelok ke gang kecil menuju kosanku. Setelah motor berhenti di depan bangunan dua lantai ini, saat itu aku baru sadar kalau ternyata sekarang sudah jam sembilan malam—thanks to Satya yang tadi lanjut menyeretku untuk menemaninya mewawancarai seorang nara sumber untuk artikelnya. Apa boleh buat, sebaiknya aku segera menyingkirkan dulu pikiran tentang Randu—almarhum, maksudku—untuk sementara. Walau rasa bersalah itu masih ada, hidup harus terus berlanjut, kan? Bagaimanapun masih ada pekerjaan yang harus kuselesaikan dan aku harus bisa fokus menyelesaikan itu.
Lesu, kulangkahkan kaki menaiki tangga untuk menuju kamar. Namun sesampainya di lantai dua, aku tertegun saat menyadari kalau koridor lantai ini cukup gelap. Aneh. Padahal biasanya Mang Onda, penjaga kosan ini, tak pernah lupa menyalakan lampu sekalipun penghuni lantai ini tinggal aku saja. Sambil berdecak jengkel, aku sedikit meraba tembok di ujung tangga untuk mencari sakelar lampu.
Ketemu.
Koridor ini langsung benderang begitu lampu dinyalakan. Aku mengembuskan napas lega dan lanjut melangkah menuju kamar yang terletak di ujung koridor. Namun perasaan legaku tak bertahan lama. Sewaktu mengeluarkan kunci kamar dari dalam tas, beberapa helai kelopak mawar ikut berjatuhan.
Eh?
Mawar?
Sesaat aku bingung. Bagaimana mungkin ada kelopak mawar di dalam tasku? Rasanya seharian ini aku belum melihat bunga mawar, apalagi memegangnya. Lantas, ini mawar dari mana?
Di tengah kebingungan itu, notifikasi ponselku berbunyi. Rupanya ada telepon dari nomor yang tidak kukenal. Refleks, tanganku bergerak untuk menekan tombol terima panggilan.
"Halo?"
Tak ada jawaban. Kuulangi lagi sapaanku, kali ini dengan volume suara sedikit dinaikkan, sekadar berjaga-jaga kalau si penelepon mungkin sinyalnya sedang kurang baik.
"Halo? HALO?"
Lagi-lagi tak ada jawaban.
Aku berdecak jengkel. Rupanya telepon iseng. Namun kejengkelanku segera hilang saat terdengar suara helaan napas dari seberang sana—napas yang kering, dan berat. Jantungku berdesir saat suara yang menjadi mimpi burukku beberapa hari ini terdengar lagi.
"Jangan main-main, Cantik. Kamu milikku."
BRUK!
Aku menahan napas. Wajahku pucat. Tanpa bisa dicegah, ponselku terlepas dari genggaman dan jatuh mengenai kaki sebelum terpental ke lantai.
Aku terpaku.
Hawa dingin seolah membelai punggungku dan aku hanya bisa diam membeku sambil menutup mulut.
Ini....
Pieter?
Satu nama itu berhasil membuatku terhuyung mundur hingga membentur pintu kamar Aurel. Wajahku mendadak pucat saat menyadari sesuatu: di depan kamarku ada beberapa helai kelopak mawar.
Seketika napasku tertahan.
Tengkukku meremang.
Suara kering itu bergema lagi dalam ingatanku.
Saya akan temui kamu seminggu lagi dengan membawa mawar merah.
Ah!
Jangan-jangan, mawar ini....
Aku bergeming; berdiri diam dengan napas pendek-pendek dan keringat dingin yang membasahi pelipis dan juga telapak tanganku. Rasanya aku mulai mengerti dari mana datangnya kelopak mawar ini, dan aku tak suka itu. Sungguh, sebetulnya aku sangat ingin berbalik arah dan lari menjauh dari tempat ini. Namun sesuatu seolah memaku kakiku ke lantai. Nyaliku semakin hilang saat kata-kata barusan terngiang lagi.
Jangan main-main, Cantik. Kamu milikku.
Pandanganku mendadak gelap. Tepat saat aku nyaris kehilangan kesadaran, sesuatu yang kokoh menahan tubuhku sehingga aku tak sampai jatuh berdebam ke lantai.
"SAN! LO KENAPA?"
Namun duniaku keburu gelap sebelum mataku sempat melihat siapa yang menangkapku barusan. []
*
*
*
*
*
*Kata Vie:
Halooo.... terima kasih sudah mengikuti perjalanan Sani sampai bab ini. Sebelumnya saya minta maaf karena belum sempat balas komen-komen di bab sebelumnya. Hampir semingguan ini saya sedang kurang sehat, jadi belum bisa lama-lama duduk depan laptop.
Berhubung saya belum bisa nulis panjang lebar juga, saya cuma mau pesan bagi teman-teman semua. Stay safe yaa, gaess! Cuaca memang sedang ekstrim dan pandemi ini juga belum ada keliatan tanda-tanda berakhir. Jangan lupa minum vitamin, banyak istirahat, dan juga kurang-kurangi bepergian ke luar rumah kalau nggak penting-penting banget. Semoga kita semua selalu diberikan kesehatan yaa, aamiinnn....
Love,
Vie Asano
KAMU SEDANG MEMBACA
"Halo, Cantik!" [COMPLETED]
TerrorTelepon hantu? HAH! Aku memutar bola mata. Dari sekian banyak urban legend yang pernah kudengar, telepon hantu adalah salah satu yang paling menggelikan. Bagaimana mungkin hantu bisa pakai telepon, sih? Memangnya mereka punya uang untuk beli pulsa a...