moving on

405 89 12
                                    

Kakinya baru saja menapak ke halaman besar sebuah rumah yang besar dan bergaya minimalis. Yeonjun terpukau pasalnya rumah ini pasti memiliki banyak magic di dalamnya. Kini, Yeonjun dan Soobin berdiri di depan sebuah pintu yang tanpa Soobin sentuh sudah terbuka demikian dengan mulut Yeonjun yang terbuka lebar.

Ia nampak takjub dengan teknologi rumah ini. Sepertinya hanya dengan mengucapkan atau bergerak pasti apa yang diinginkannya akan tiba di tangannya. Yeonjun benar-benar tidak habis pikir berapa biaya yang dikeluarkan oleh Soobin membangun rumah ini dan apa Soobin tidak merugi setelah mengeluarkan uangnya hanya demi sebuah tempat tinggal? Oh, ya ampun kenapa Yeonjun yang jadi berpikir sampai sejauh ini? Sudah cukup, jangan lagi.

“Rumah ini hasil rancangan saya sendiri sedangkan pembangunannya tentu masih ada campur tangan papa,” ujar Soobin secara tiba-tiba seakan membaca pikiran Yeonjun.

Yeonjun mengerutkan hidungnya, “Gue nggak nanya,” balasnya sewot.

“Saya hanya bicara, siapa tahu saja kamu ingin tahu.”

“Gue nggak kepo.”

Soobin hanya mengendikkan bahunya lalu berjalan lebih dalam ke dalam rumahnya.

“Gue mau kamar yang atas, ujung sendiri, kalo lo di bawah aja,” ujar Yeonjun lalu segera naik ke tangga yang besar itu untuk menuju ke kamar yang diinginkan.

“Memang kamarmu di situ,” gumam Soobin dan membiarkan Yeonjun menuju ke kamarnya.

Yeonjun menghempaskan dirinya di kasur besar yang berada di kamarnya. Dihelanya napas yang sedari tadi bergerumul di dadanya, sesak masih ia rasakan. Punggung tangannya diletakan di atas dahinya mengirimkan rasa kantuk hingga berakhir ia tertidur dengan posisi terlentang dan kakinya masih menggantung ke bawah kasur.

Pukul tujuh malam, Yeonjun terbangun dan saat itu dirasakannya tenggorokannya kering maka ia putuskan untuk turun ke bawah. Ia tengokkan kepalanya ke bawah namun, sepi. Tidak ada Soobin di sana sehingga ia bebas untuk ke dapur.

Saat Yeonjun mengisi gelasnya dan juga botol minumnya, Soobin keluar dari kamarnya dengan penampilan yang lebih segar. Pria muda itu terlihat baru saja selesai mandi. Rambutnya tampak masih setengah kering juga.

“Gue nggak nyangka ternyata lo anaknya Tante Sojung sama Om Seokjin,” kata Yeonjun kemudian menenggak habis air di dalam gelasnya.

Soobin tidak menjawab hanya memutar haluannya menuju ke kulkas untuk mengambil sebuah buah apel. Yeonjun yang merasa diacuhkan itu menghentakkan kakinya kesal lalu membawa botolnya dan kembali ke kamar. Soobin melirik pemuda yang lebih pendek darinya itu tanpa berucap apapun.

“Maaf ya, mama saya hanya diam saja waktu kamu ke butiknya,” kata Soobin tiba-tiba yang berhasil menghentikan langkah Yeonjun. “Sejujurnya mama saya juga suka sama kamu katanya kamu manis, ceria, dan kamu cerdas makanya mama saya seneng karena kamu yang akan menemani saya.”

Demi Tuhan, Yeonjun tidak bisa menahan pipinya yang memanas. Yeonjun juga tipe orang pemalu saat dipuji oleh orang lain. Sudah, sudah, Yeonjun tidak tahan dan harus kembali ke kamarnya segera ia tidak mau berlarut-larut menahan malu.

“Lucu,” gumam Soobin ketika ia melihat Yeonjun yang berjalan cepat menaiki anak tangga.

Malam ini Soobin harus ke rumah sakit, ada operasi yang harus dilakukannya sehingga membiarkan Yeonjun di kamarnya tanpa pamit atau apapun. Namun, sebelum itu ia menyiapkan beberapa makanan yang dihangatkan olehnya. Masakan mamanya yang sudah diantarkan kemarin ke rumahnya.

Semoga Yeonjun suka, pikirnya kemudian mempersiapkan diri untuk ke rumah sakit.

Setelah kepergian Soobin, Yeonjun menuruni tangga dan tujuan utamanya ke dapur. Ia lapar sekali seperti berhari-hari tidak makan. Sebuah tudung saji menarik perhatiannya dan segera ia buka.

Hidangan seperti japchae, sup, nasi dan beberapa jeon tersedia di hadapannya. Aromanya menggiurkan dan tanpa memikirkan hal lain ia segera habiskan. Ia juga tidak peduli dengan Soobin yang ada di sini padahal tidak tahu saja jika Soobin sudah pergi untuk menunaikan kewajibannya.

“Bosen banget,” keluhnya saat menatap langit-langit kamarnya yang baru. Ia teringat Jihoon lalu mengambil ponsel dan mengubungi lelaki yang sudah lama sekali tidak ia temui, sambungan telepon tersambung dan tak lama diangkat oleh si penelpon. “Jihoon! Ayo jajan! Gue kangen sama lo,” seru Yeonjun.

“Hah ... hah ... Yeon-Yeonjun, s-sorry gak bisa s-se-sekarang,” sahut lelaki bernama Jihoon itu dari seberang.

Yeonjun menjauhkan ponsel dari telinganya, menatap aneh Jihoon dari tempatnya meski Jihoon tidak tahu kemudian menempelkan lagi benda persegi panjang tipis itu di telinganya lagi. “Lo ngapain sih? Berisik banget di sana,” katanya.

“Yeonjun, bego! Matiin teleponnya, Guanlin lagi main sama gue!” kemudian terdengar racauan Jihoon yang membuat Yeonjun bergidik ngeri. “Park Jihoon! Lai Guanlin! Mesum!” teriak Yeonjun lalu mematikan telepon itu dan malah melemparkan ponselnya di kasur.

Seluruh bulu kuduknya berdiri membayangkan apa yang terjadi dengan Jihoon. Memang dua manusia itu tidak tahu waktu. Dasar Guanlin yang  tidak bisa menahan nafsunya.

Telinga Yeonjun ternodai, sungguh. Apalagi teriakan frustasi dan beberapa decapan yang tentu saja berasal dari Guanlin. Haduh, semakin menambah kesalnya saja dua orang itu.

Akhirnya daripada merasa suntuk sendiri, Yeonjun segera mandi lalu berganti baju dan pergi ke rumah orang tuanya. Ia ingin bermanja-manja dengan mama dan papanya. Ia tidak betah berlama-lama di rumah besar ini.

Yeonjun sudah siap dan akan menjalankan mobil namun, ponselnya berdering dilihatnya nama kontak penelpon itu dan diangkatnya panggilan itu dengan riang. “Mama!” serunya.

Sayang, maaf ya papa sama mama lagi nggak di rumah. Di rumah kosong nggak ada siapa-siapa, papamu minta kami untuk menemani kakek. Maaf ya, Nak?”

Rencana ingin bermanja-manja dengan mama dan papanya itu tidak terwujud tetapi Yeonjun berusaha memahami.

“Gak papa, Ma. Yeonjun yang harusnya minta maaf soalnya Yeonjun maksa mau pulang, pengen ketemu mama papa.”

Kamu kalo ke rumah ajak juga Soobin ya. Biar kita kumpul di rumah,” kata mamanya.

Apa? Mengajak Soobin? Hah, tidak akan pernah terjadi.

“Oh iya nanti, Yeonjun usahain. Ya udah salam buat papa sama kakek ya, Ma. Yeonjun mau tidur aja. Jaga kesehatan ya, Mama.” ujar Yeonjun dengan palsu di kalimat awal yang ia sampaikan pada mamanya.

Yeonjun sayangnya mama papa juga jaga kesehatan ya. Selamat tidur, sayang.”

Sambungan telepon ibu dan anak itu selesai lalu Yeonjun memilih merebahkan diri dan tidur saja. Pikirannya sedang berkecamuk. Membuatnya tidak nyaman dan lebih baik ia tidur saja masih ada hari esok dan semoga lebih baik.

 Membuatnya tidak nyaman dan lebih baik ia tidur saja masih ada hari esok dan semoga lebih baik

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

yuk budayakan abis baca, vote sama komen. makasih!
have a nice day!
stay safe whenever you are and
stay healthy🤍

another world of usTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang