the wedding day

408 68 23
                                    

“Pa, kalo tahu kakak aku duluin gimana ya?” tanya Soobin kepada orang tuanya yang kini mereka tengah menikmati olahan seafood di restoran tepi pantai di Busan.

Tuan Choi tertawa ditengah kegiatan makannya. “Biarin aja, Bin, paling dia bakal minta nyusul. Iya nggak, Ma?”

“Iya bener dan kalo kembaranmu mah ya udah gitu. Dia juga pasti ngedukung Soobin,” sahut Nyonya Kim yang memberikan setusuk cumi bakar itu di piring milik Soobin.

Soobin juga mengangguk setuju karena ucapan kedua orang tuanya lalu ia menatap papa dan mamanya bergantian. “Ma, Pa,” panggil Soobin yang membuat kedua orang tuanya terfokus pada Soobin. Putra satu-satunya di keluarga Choi ini berdiri lalu membungkukan badannya lurus, memberi hormat kepada orang tuanya. “Terima kasih atas semua yang mama dan papa berikan untuk Soobin.”

Nyonya Choi menghapus tetesan air mata yang keluar dari ujung matanya dengan selembar tisu sedangkan Tuan Choi berdiri dari duduknya lalu mengungkung Soobin di pelukannya. Nyonya Choi turut juga memeluk putra tengahnya. Haru dan bahagia tergambar jelas di antara keluarga kecil Choi itu.

“Sekarang giliran Soobin menjaga Yeonjun ya. Soobin akan selamanya menjadi anak papa dan mama yang terbaik. Semua anak-anak papa dan mama adalah kebanggaan kami,” ujar Tuan Kim.

Pelukan Soobin semakin erat di tubuh kedua orang tuanya. Biarlah, Soobin menangis kali ini. Ia orang yang jarang menangis memang tetapi jika menyangkut orang tua itu adalah pengecualian.

Di lain tempat, sekarang Yeonjun duduk di kursi belakang bersama Nyonya Kim sedangkan Tuan Kim menyetir mobil. Pria dewasa dengan rambutnya yang mulai beruban itu melirik istri dan putranya dari cermin mobil. Ia iri karena dijadikan supir oleh istri dan putranya sendiri.

“Gitu ya papa dijadiin supir. Teganya istri sama anakku,” gerutunya yang mengundang tawa Yeonjun dan Nyonya Kim.

“Ya udah sih papa fokus nyetir aja,” respon Yeonjun.

“Astaga anak siapa ini bapaknya disuruh jadi supir,” ujar Tuan Kim tidak terima dan lagi-lagi kedua anggota keluarganya hanya tertawa.

“Pa, Ma,” panggil Yeonjun ditengah gurauan papa dan mamanya.

“Kenapa, sayang?” sahut Nyonya Kim dengan lembut.

“Habis ini Yeonjun nggak akan tinggal sama mama papa. Nggak papa?”

Nyonya Kim tersenyum sembari mengelus tangan putranya yang masih ia genggam. “Mama sama papa malah seneng akhirnya Yeonjun udah semakin dewasa, kami bangga sama semua yang Yeonjun capai, yang Yeonjun beri ke mama dan papa, mama dan papa bersyukur banget karena berhasil mendidik Yeonjun menjadi anak yang berbakti, yang baik, dan juga manis ini,” ujar Nyonya Kim yang diakhir mencubit kecil pipi gembil Yeonjun.

Lampu lalu lintas berubah menjadi warna merah dan Tuan Kim mengerem untuk berhenti. Tangannya juga menggenggam tangan Yeonjun dan istrinya. Kepalanya mengangguk menyetujui ucapan istrinya.

“Benar kata mama, papa juga bangga dan bersyukur sekali Yeonjun sudah hadir di antara kami. Yeonjun harta papa dan mama satu-satunya yang sebentar lagi akan menjadi seorang suami. Berbaktinya sekarang dibagi ya? Ada Soobin yang juga menjadi tanggung jawabnya Yeonjun kelak. Sekarang papa dan mama sudah lepas tugasnya. Tugasnya sudah diganti dengan Soobin ya, Nak.”

Yeonjun tidak bisa lagi menyembunyikan wajahnya sendunya dan menangis di pelukan mamanya dan Tuan Kim hanya bisa menepuk-nepuk pelan paha Yeonjun sedangkan tangan kanannya tengah mengemudikan kembali mobilnya saat lampu sudah berubah berwarna hijau. Suasana haru sangat terasa di dalam mobil Tuan Kim. Putra tunggal keluarga Kim sebentar lagi akan memiliki keluarga sendiri.

another world of usTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang