it's myself

348 74 3
                                    

Soobin bangun dari tidurnya pada pukul delapan malam. Ia mendudukkan diri dulu di sisi kasur berukuran king size itu lalu ia putuskan untuk ke dapur. Air minumnya habis saat ia gunakan untuk menelan obatnya.

Ditutupkannya pintu kamarnya lalu ia berdiri di ruang tengah dan mendongak. Langit sudah menggelap dan sudah dipenuhi pendar lintang serta rembulan yang berjalan mengikuti perputaran bumi. Kakinya melangkah lagi dan mengarahkan tangannya ke sebuah sensor yang tak lama atap kaca rumahnya sudah tertutup dengan atap berwarna putih tulang.

Setelah menutup atap rumahnya, Soobin kemudian melanjutkan jalannya ke tujuan awalnya yaitu ke dapur, tudung saji yang berada di atas meja pantry menyita perhatiannya. Dibukanya benda itu yang di dalamnya sudah tersaji semangkuk nasi yang mulai dingin begitu juga dengan sup bening yang berisikan berbagai macam sayuran dan potongan daging ayam. Senyumnya kembali merekah mengingat satu-satunya koki di rumahnya kini.

Pria muda berperawakan tinggi dan tampan itu menikmati makan malam dalam kesendirian dengan hatinya yang menghangat. Membayangkan betapa pedulinya Yeonjun kepadanya. Meski tidak merawat dan menemaninya selama sakit tetapi ia sudah sangat bersyukur, Yeonjun masih memiliki kepedulian untuknya.

Keesokan paginya Yeonjun mulai membuka praktek dan pasiennya yang saat itu datang menemuinya yaitu seorang gadis kecil bersama ayahnya. Yeonjun berdiri dari duduknya lalu menyambut pasiennya.

“Selamat pagi, Tuan dan nona kecil. Siapa nama nona kecil ini, hm?” tanya Yeonjun yang mensejajarkan dirinya dengan gadis kecil berusia sekitar sepuluh tahun itu.

“Clarise Yoon,” jawabnya riang namun, membuat hati Yeonjun berdesir ketika menatap mata gadis kecil yang tangannya masih menggandeng tangan ayahnya.

“Nama yang cantik seperti orangnya,” ujar Yeonjun akhirnya. “Mari, silahkan duduk.”

Seorang ayah dan putrinya itu kemudian duduk di kursi konsultasi. dan Yeonjun bersiap memulai rutinitasnya.

“Jadi, apa keluhannya, Pak?” tanya Yeonjun dengan ramah.

“Begini, Dok, putri saya akhir-akhir ini selalu memuntahkan makanannya dan juga sering mengeluh perut sebelah kanannya perih. Saya cek makanannya bagus bahkan saya selalu memberi makanan yang sehat buat dia,” jawab sang ayah dan sesekali tangannya mengelus surai panjang putrinya.

Kepala Yeonjun mengangguk paham. “Ayo, Clarise berbaring dulu ya. Ayah ada di samping Clarise kok.” Gadis kecil itu menurut sembari ayahnya menemani. “Maaf ya, Clarise, kakak dokter periksa perutnya dulu,” dan pasien kecil Yeonjun itu mengangguk dan bajunya disingkap sedikit oleh Perawat Ahn yang membantu.

Tak lama Yeonjun selesai dengan kegiatannya dan mengajak Clarise serta ayahnya untuk duduk lagi. Yeonjun menatap Clarise yang juga menatapnya dengan gummy smilenya yang menggemaskan. Lalu, Yeonjun beralih menatap si ayah.

“Pak, mohon maaf saya membawa berita yang tidak bagus,” katanya.

“Dok, katakan saja. Gak papa, saya akan berusaha mengerti.”

Yeonjun mengambil napasnya kemudian menghembuskannya pelan, “di ulu hati Clarise ada benjolan dan jika tidak ditangani cepat maka ... sulit untuk Clarise bertahan. Maaf, Pak. Maaf saya harus mengatakan ini.”

“Oh ya Tuhan, Clarise putriku,” ujar ayah Clarise lalu memeluk putrinya itu erat dengan air mata yang sudah membanjir sedangkan Clarise hanya menatap ayahnya tidak mengerti dengan kedua bola mata polosnya.

Perawat Ahn yang turut menyaksikan itu berusaha mati-matian agar tidak ikut menangis. Meskipun ia sudah terbiasa mengalami hal seperti ini tetapi emosi tentu sewaktu-waktu bisa berubah. Kepala Perawat Ahn menunduk merasakan kepedihan ayahnya Clarise.

another world of usTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang