i smell something bad here

896 105 12
                                    

Peluh membasahi dahinya bahkan sekujur tubuhnya yang sudah basah karena telah menyelesaikan operasi pembengkakan di usus dua belas jari pada seorang pasien. Yeonjun menyenderkan punggungnya di dinding ruang steril. Napasnya memburu atas pelepasan lega karena operasi yang diketuai olehnya berhasil.

“Dokter Kim, anda berhasil lagi! Thank you for your hardwork,” ujar Senior Kim kepada Yeonjun.

“Oh, astaga! Terima kasih, senior. Maaf saya belum bebersih,” sahut Yeonjun.

Kepala Senior Kim menggeleng. “Tak apa. Kerja bagus, Yeonjun. Bagaimana kalau saya berikan kamu pangkat yang lebih tinggi?”

“A-apa? Posisi saya sudah lebih dari cukup, Senior Kim. Jangan repot-repot, terima kasih sebelumnya.”

Senior Kim tertawa sejenak diikuti oleh para dokter lain yang tertawa menatap Yeonjun. “Iya, iya saya tahu kok. Bersemangatlah, Yeonjun! Kami mengandalkanmu di sini.”

Yeonjun bingung harus merespon apa sehingga ia hanya bisa mengucapkan terima kasih dan berjanji akan bekerja lebih keras lagi. Sebenarnya, Yeonjun adalah orang yang pemalu bila ada yang memujinya. Apalagi menghargai segala kerja kerasnya, Yeonjun memang sudah begitu sejak ia kecil.

Kemudian Yeonjun segera membersihkan diri tak lupa mensterilkan dirinya dengan mencuci tangan dan sedikit membilas wajahnya. Lelahnya terbayarkan sudah, ia suka dan puas. Maka ia putuskan untuk kembali ke ruangannya untuk mengistirahatkan diri sejenak sebelum nanti pagi jam kerjanya ia sudah selesai.

Sesampainya di rumah keesokan paginya, Yeonjun sudah disambut papanya yang sedang menyiram tanaman.

“Papa!” serunya lalu berlari dan memeluk pria yang sudah beruban di rambutnya itu.

“Sudah pulang, Nak? Mama sudah masak sup kesukaanmu. Gih, masuk aja.”

“Obatnya papa nggak lupa, kan?”

Sang papa terkekeh dan mengangguk yakin agar Yeonjun tidak menyeledikinya lebih jauh. “Sudah, Nak. Jangan natap papa gitu dong. Udah sana masuk.”

Yeonjun mengangguk. “Ya udah Yeonjun masuk, Pa.”

“Iya.”

Setelah memastikan Yeonjun masuk ke dalam rumah, Tuan Kim menghembuskan napasnya lega. Pasalnya, pria beruban ini bangun kesiangan sehingga hampir saja ia lupa meminum obatnya. Tenang saja obatnya sudah diminum kok walau agak telat.

“Mama!” Yeonjun berhamburan memeluk Nyonya Kim yang sedang menaruh semangkuk sup tofu pedas kesukaan Yeonjun.

“Anak mama udah pulang,” sahut Nyonya Kim kemudian memeluk balik putra semata wayangnya. “Gimana operasi semalem? Lancar?”

Eung! Yeonjun selalu teliti dan nggak keburu kok, Ma. Yang penting tepat dan elektrokardiograf pasien masih ngeluarin bunyi yang stabil.”

Nyonya Kim tersenyum bangga dengan putra tunggalnya yang di mana, sifatnya menurun dari papanya. Teliti dan selalu menyelesaikan pekerjaannya dengan baik. Wanita itu benar-benar telah berhasil mendidik Yeonjun agar menjadi orang berkepribadian rendah hati dan pantang menyerah.

“Yeonjun ke kamar dulu aja ya. Bebersih terus kita sarapan. Nanti ajak papa masuk juga. Kebiasaan tuh kalo udah megang selang sama gunting kebun bisa tahan di luar gak peduli matahari udah di atas kepala,” ujar Nyonya Kim berceloteh sekaligus kesal dengan suaminya itu.

Yeonjun terkekeh memaklumi jika mamanya sudah mengomel tentang papanya di rumah. Pria muda itu mengecup kepala mamanya cepat lalu melesat ke kamarnya. Hanya membutuhkan waktu lima belas menit, Yeonjun sudah siap dan berada di meja makan bersama kedua orang tuanya.

“Yeonjun, hari Sabtu tolong kosongin jadwalmu ya. Papa mau kamu temenin mama ketemu seseorang,” ujar Tuan Kim ditengah acara sarapan mereka sekeluarga.

"Ke mana, Ma?" Yeonjun beralih bertanya kepada mamanya yang sedang meminum air putihnya.

"Ke Jingyeong Sansu."

"Jauh banget, Ma," gerutu Yeonjun.

"Tuhkan, Pa, dibilangin juga apa," kini Nyonya Kim merajuk ke Tuan Kim.

"Apa sih? Papa sama mama aneh banegt deh masa gitu aja ngambek sih, Ma. Yeonjun cuman bercanda kok diseriusin."

“Bukan gitu, Nak," ujar Tuan Kim mengambil napasnya sejenak lalu menghembuskannya dengan agak keras. “Masalahnya ini penting buat kamu makanya mamamu agak sensitif. Maaf ya, Nak?” lanjut Tuan Kim mengelus puncak kepala putranya yang tahun depan genap berusia 28 tahun meski di usia 25, putra tunggalnya ini sudah menjadi dokter bahkan sudah diangkat menjadi dokter tetap dengan jam terbang tinggi di Rumah Sakit Hansung.

“Penting buat aku?” tanya Yeonjun dengan menunjuk dirinya sendiri.

Kepala Tuan Kim mengangguk pasti sedangkan Nyonya Kim hanya mengangguk sembari menghela napasnya.

“Aduh, mama ke kamar dulu ya? Pusing banget rasanya,” ujar wanita itu kemudian beranjak meninggalkan ruang makan.

Yeonjun menatap punggung mamanya yang sudah menjauh dengan tatapan bingungnya. “Pa, ini sebenernya ada apa? Kenapa mama sama papa seakan nyembunyiin sesuatu dari Yeonjun gini?”

“Hari Sabtu lusa, kamu akan tahu jawabannya. Udah, habisin dulu sarapanmu nanti mama ngamuk lagi kalo sarapan kita nggak habis,” sahut Tuan Kim diiringi kekehannya.

Yeonjun mau tidak mau hanya menurut saja. Ada apa dengan orang tuanya? Pikir Yeonjun.



 Ada apa dengan orang tuanya? Pikir Yeonjun

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
another world of usTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang