Rumah Sakit (2)

19 6 0
                                    

"Kamu tidak tau bahwa Ata masuk rumah sakit kemarin? Saya rasa tidak. Karna kamu itu terlalu mementingkan pekerjaanmu daripada anak. Kamu tidak tau kan bagaimana Ata bisa masuk kerumah sakit? Dia tergelincir di danau Mas, tergelincir!" Agus– Papa Ata terkesiap mendengar nya.

Bagaimana bisa Agus ketinggalan berita sepenting itu? Ah, memikirkan nya saja sudah membuat kepala nya pusing. Belum lagi berkas-berkas yang menumpuk di meja kantor nya.

Pria itu memijit pelan pelipis nya guna mengurangi sedikit rasa pening. "J-jadi bagaimana kondisi Ata saat ini?" Tanya nya, pelan.

"Kamu lihat langsung saja kesana!" Jawab Bu Alya ketus.

"Saya mandi dulu lalu pergi kesana." Pria itu langsung bangkit dari kursi nya tanpa menunggu jawaban dari Mama nya Ata.

Bumil itu memperhatikan punggung sang suami yang mungkin sebentar lagi akan menjadi mantan suami nya. Bu Alya bingung, ini dia yang terlalu egois atau suami nya yang tidak mau mengalah? Bahkan demi anak nya pun, dia lebih mementingkan pekerjaan nya dulu?

Beliau memegang perut nya. Perut buncit itu hanya beberapa kali disentuh oleh sang Ayah.

"Sabar ya, Nak. Mama harap jika kamu dewasa nanti, kamu tidak seperti Ayah mu yang gila kerja. Kamu harus jadi laki-laki yang adil dan bisa membagi waktu." Bu Alya sudah tau jika janin yang ada didalam kandungan nya ini berjenis kelamin laki-laki.

***

Banyak mata yang melihat lima anak muda itu dengan tatapan iri. Apalagi dengan dua perempuan yang ada di tengah-tengah mereka.

Mereka tengah tertawa ria seperti tidak ada beban hidup. Kecuali satu cowok yang dalam keadaan tidak mood itu. Muka nya datar seperti triplek. Tapi muka nya tetap tampan.

"Bener-bener dah si Deo. Dimana-mana hening mulu. Heran gue." Ujar Dimas ketika mata nya tak sengaja melihat kearah Deo.

Ya mereka berlima adalah Gebby and the geng. Geng pembully yang terkenal disekolah nya. Membully semua siswa yang mereka rasa cocok di bully.

"Tau tuh. Kembaran lo lihat Ge, serasa mayat idup." Timpal Gita.

"Hooh. Kayak hidup segan mati tak mau. Diam mulu." Tambah Gebby, si queen julid.

"Bukan abang gue."

Kelakuan Geo emang patut diberi apresiasi. Mereka yang 9 bulan berbagi rahim yang sama, malah tidak dianggap oleh Geo.

"Laknat lo jadi adek. Durhaka lo baru tau rasa." Ujar Gita.

"Lo kenapa sih, De? Cerita dikit ngapa? Mana tau kita-kita bisa bantu, ye kagak?" Ucap Gebby sembari menyeruput jus mangga nya itu.

"Gak." Hanya satu kata itu yang terlontar dari mulut Deo. Membuat keempat anak muda itu mengelus dada nya.

"Gue tebak– pasti lo lagi mikirin anak cupu itukan?" Tebakan Geo langsung disetujui oleh ketiga temannya yang lain.

"Iya nih, gue yakin banget." Tambah Dimas. "Yaelah Deo, lo serasa jadi budak cinta tau gak? Lo baru tinggal bentar aja lo udah kayak gini. Padahal itu target dare dari kita."

"Apa jangan-jangan lo suka sama tuh anak ya?" Mata Gebby sedikit menajam ketika melihat Deo. Laki-laki itu memutus kontak mata mereka terlebih dahulu.

"G."

"Ck. Aneh lo."

Ucapan terakhir Dimas membuat mereka mendadak diam.

Deo memang sudah cerita tentang keadaan nya Ata saat ini. Dan reaksi mereka biasa-biasa saja tanpa ada rasa kasihan sedikitpun. Apalagi Gebby. Memang ratu julid itu susah mempunyai rasa kasihan.

"Lo ngomong kek, De. Kayang kek, terbang kek, atau ngapain gitu. Bosen bat dah liat lo kayak gini, risih." Ujar Dimas setelah beberapa menit mereka diam.

Dimas adalah tipe orang yang tidak tahan akan keheningan. Makanya ia selalu membuka pembicaraan agar tidak mati topik.

"Y." Jawab Deo.

"Mama lo dulu ngidam apa sih Ge? Makanya nih anak lahir." Gerutu Gebby. Perempuan itu kesal sendiri sedari tadi.

"Mana gue tau. Gue kan bareng dia didalem." Jawab Geo dengan kalem.

"Goblok!" Umpat Dimas.

Deo tiba-tiba berdiri. "Gue pulang."

"Loh De? Disini aja ngapa." Gebby mencegah kepergian lelaki itu.

"G."

Tanpa menunggu jawaban yang lainnya, laki-laki itu meninggalkan tempat tongkrongan tersebut. Ia sudah cukup lama meninggalkan Ata di rumah sakit. Dan sekarang ia harus kembali kesana.

Dengan kecepatan standart, Deo mengendarai sepeda motor nya. Besok sudah hari terakhir gadis itu dirawat. Tapi dihari kedua ini tidak ada perubahan bagi Ata. Gadis itu sepanjang hari memberontak dan berteriak seperti orang kesetanan. Dan jika seperti itu, Ata tiba-tiba sesak nafas karna kecapekan, lalu pingsan.

Deo semakin kepikiran dan menambah laju kecepatan sepeda motor nya. Jarak dari tempat tongkrongan mereka tadi ke rumah sakit, lumayan jauh.

Laki-laki itu tiba di tempat tujuan setelah menghabiskan waktu selama 25 menit. Ia bergegas menuju ruangan Ata. Namun ketika didepan ruangan nya, ia mengintip kedalam, melihat ada pria yang dirasa asing menurutnya asing.

Pelan laki-laki itu membuka nya. Pandangan pria tersebut teralihkan. Mereka sama-sama merasa tidak saling kenal.

"Maaf. Anda siapa?" Tanya Deo sopan.

"Saya Papa nya Ata. Lalu Anda?" Tanya pria itu balik.

Keadaan menjadi canggung. Apa Papa nya tau jika anak nya masuk rumah sakit karena diri nya?

"A-ah saya Deo. Pa-pacar nya Ata."

"Oh. Saya titip Ata kepada kamu. Jaga dia. Anak saya ini sangat berharga bagi saya. Permisi."

Belum sempat Deo menjawab, Pak Agus sudah pergi. Bagaimana ini? Ata saja benci kepada nya. Dan bagaimana bisa Papa nya menitipkan putri nya ini kepada dia?

Deo menatap lekat raut muka Ata. Sangat tenang dan kecantikan dari gadis itu bertambah. Andai ia waktu itu tidak menerima dare tersebut, pasti keadaan nya tidak seperti sekarang ini.

"Permisi."

Pintu ruangan itu terbuka. Terlihat dua orang suster masuk. Satu membawa makanan dan satu lagi membawa botol cairan infus yang baru.

"Kami mau memberi makanan ini dan mengganti infus nya Nona Ata."

"Silahkan." Deo mundur sedikit, memberi tempat kepada dua suster tersebut.

"Keadaan Nona Ata semakin menurun. Sebelum Anda dan Papa nya datang, Nona sempat berteriak kesakitan. Lalu kami memberi obat penenang kepada nya. Makanya sampai sekarang Nona masih tidur." Jelas Suster yang memakai jilbab itu sambil mengganti botol infus.

"Jika Nona berteriak seperti tadi, tolong panggil kami secepatnya. Kondisi badan nya semakin lemah jika dibiarkan terus menjerit." Ujar Suster yang tidak memakai jilbab itu. "Dan ini makanan nya. Tolong beri jika ia sudah bangun. Kami permisi."

Deo hanya diam. Tidak ada sepatah katapun yang keluar dari mulut nya sejak tadi.

Laki-laki itu mendekat dan kembali memperhatikan wajah damai milik Ata sambil menggenggam erat tangan mungil itu.

Dihirupnya dalam-dalam tangan mungil Ata. Candu bagi nya. Aroma Ata sangat disukai oleh lelaki dingin itu.

Dirasakan nya tangan Ata bergerak-gerak. Dengan sigap Deo menegapkan badan nya dan dibantu nya Ata yang ingin duduk.

"Lo mau apa? Makan? Minum? Atau ke kamar mandi?" Pertanyaan itu hanya dijawab gelengan dari Ata. "Terus lo mau apa, Zhi?"

"Keluar." Jawab perempuan itu. "Lo keluar."

Hai! Selamat datang di Part 14 Kelompok 1 jangan jadi silent reader's yaa^^.

- Sabrina
- Gebby
- Arina
- Syifa

Salam Sayang❤️

ATAZHIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang