Sepihak?

31 7 0
                                    


"Gue mau lo jadi pacar gue." Kalimat itu diucapkan dengan satu tarikan nafas oleh Deo.

Mereka yang mendengar itu benar-benar terkejut. Deo yang notabene jarang atau bahkan tidak pernah dekat dengan lawan jenis tiba-tiba mengklaim seorang gadis. Terlebih gadis yang sering mereka bully. Dan siapa lagi kalau bukan Ata.

"Muka lo santai aja. Kayak gak pernah ditembak cogan." Ujar Geo.

Wajah Ata tidak jauh berbeda dengan anak-anak lain seumurannya jika berada di posisi ini. Badannya mendadak panas dingin. Pikirannya seketika kosong. Dan mulutnya seketika membisu.

"Lo tau lah Ge, tuh anak emang gak pernah ditembak. Boro-boro gitu, dideketin aja nggak pernah." Ucapan Dimas membuat Ata menunduk.

Meskipun kenyataannya begitu, sesak dalam dada tak bisa Ata hindari. Itu membuatnya terlihat semakin lemah dihadapan mereka.

Suasana kantin benar-benar sunyi saat itu. Hingga mereka tak sadar bahwa Deo semakin menghapus jarak dengan Ata.

Tangan kekarnya menaikkan perlahan wajah Ata. Kini netra mereka beradu sesaat. Hanya ada tatapan kosong yang ditangkap Deo saat itu. Dan kini tangannya beralih ke puncak rambut Ata lalu mengacaknya pelan.

Setelah itu Deo beranjak keluar kantin. Ata hanya bisa berkutik dengan pipi yang memanas.

Sial! Umpatnya dalam hati.

***

Ditempat lain, segerombolan Gebby berjalan menuju rooftop. Sesaat mereka terdiam, sibuk dengan pikirannya masing-masing.

"Lo beneran ngelakuin itu?" tanya Gebby yang sedari tadi ditahan. Gita yang mendengarnya pun mengalihkan pandangannya.

"Bener tuh. Kenapa lo ngelakuin itu?" dirinya ikut bertanya.

Deo mengedikkan bahu. "Biar aktingnya bagus." Ujarnya santai.

"Bener-bener pemain handal." Ucap Geo dengan bertepuk tangan pelan. Dimas ikut mengangguk.

"Gue aja nggak pernah gitu. Paling mentok ngajak kenalan udah ditinggal duluan." Curhatnya.

Tawa Gita seketika pecah. "Itu mah udah nasib Dim!" ejeknya.

Sang lawan bicara melotot tak terima dengan mulut yang berkumat kamit menyumpah serapahi Gita. Orang ganteng—menurut ibunya tak boleh tenista.

Gebby masih memandang Deo dengan tatapan tak percaya, tangannya terkepal dibawah meja tua itu. Deo yang melihatnya itu hanya pura-pura terpejam. Menikmati semilir angin yang menyapu wajah tampannya.

***

Gadis itu menunduk sembari berlari kecil ke arah gerbang. Untuk saat ini dia hanya ingin pulang cepat, itu saja. Tetapi nyatanya kali ini Dewi Fortuna tak berpihak padanya. Gadis tadi—Ata menabrak dada bidang Deo. Lagi-lagi hanya ringisan kecil yang keluar dari mulutnya.

"Udah dua kali lo nabrak gue hari ini," ujarnya.

Ata hanya mendengarkannya dengan keadaan masih menunduk. Tak berani menjawab ataupun menatapnya.

Melihat itu Deo berdecak pelan. "Pulang bareng gue," ujarnya lagi. Merasa tak mendapat jawaban dari sang lawan bicara, dia menggenggam tangan Ata lalu menariknya.

"Awsh!" ringis Ata. Tampaknya Deo menariknya terlalu kuat pada bagian tangannya yang beberapa hari lalu tergores kata.

Seketika itu Deo melepaskannya. Dia memperhatikan Ata dengan raut bersalah. "Maaf, gue bener-bener gak tau. Lo—"

"Nggak apa-apa," potong Ata. Kemudian dia mendongak dan memperlihatkan senyumannya. Deo terhanyut dalam itu, tanpa sadar dia pun tersenyum kecil.

"Ayo!" ajaknya sambil menggenggam tangan Ata. Kali ini lebih pelan dan … penuh kasih sayang?

Setelah sampai di parkiran, Deo dan Ata segera melaju membelah jalanan yang padat karena jam pulang sekolah. Deo melihat pantulan spion yang menunjukkan wajah Ata yang cantik dan tersenyum tipis.

Ata menikmati semilir angin yang menerpa wajahnya dengan mata terpejam. Sebenarnya dia takut pulang, lebih tepatnya enggan mendengarkan pertengkaran kedua orang tuanya.

***

"Makasih." Ujar gadis itu yang diacuhkan oleh lelaki yang ada dihadapannya. "Dan hati-hati." Lanjutnya seraya memperlihatkan senyum kecilnya.

"Gue pergi." Pamit Deo.

Perlahan Ata berjalan menuju pintu rumahnya. Sepi, kata yang mewakilinya saat pertama kali menginjakkan kakinya. Kemana semua orang?

Tanpa menaruh rasa penasaran sedikitpun dia melangkahkan kaki ke kamarnya guna mengistirahatkan seluruh jiwa dan pikirannya yang akhir-akhir ini kacau.

Tentu salah satunya sikap Deo, pria yang terkesan cuek mengklaimnya secara sepihak. Dirinya sekarang sedang benar-benar diuji.

Ata–gadis itu memijat dahi nya menghilangkan sedikit rasa pusing yang dirasakannya. Jendela kamarnya dibuka, memperlihatkan awan yang sedang dihiasi burung-burung yang beterbangan.

Perasaan aneh kini menjalar dalam dirinya. Setelah diingat-ingat, baru saja kemarin dia melakukannya. Tapi … sudahlah! Dia benar-benar butuh kepuasan saat ini.

Gadis itu mengobrak-abrik nakas yang ada di samping tempat tidurnya dan menemukan benda yang dia cari.

"Ketemu." Lirihnya.

Perlahan Ata menggerakkan cutter itu ke tangan sebelahnya, menyayat membentuk garis lurus yang berjajar rapi.

"Shhh ... nikmat."

Cairan merah sedikit kental kini mulai keluar, namun Ata tak peduli. Rasa tenang mengalir begitu saja ketika dia menyayat tangan yang tak bersalah itu.

Dengan senyum-senyum bak orang gila, Ata melakukan hal yang sama persis di tangan satunya lagi. Membiarkan darah mengalir dan mengering begitu saja.

"Mama Papa belum pisah aja gue udah kayak gini. Mungkin kalo udah pisah, bisa jadi gue bunuh diri haha...." Monolognya seraya tertawa hambar.

Dia mengulurkan tangannya keatas, mensejajarkan dengan mulut. Dengan lihai, Ata menghisap darah yang mengalir tadi tanpa merasakan sakit ataupun perih sedikitpun.

Jiwa nya benar-benar tenang saat ini.

"Astaga!"

•••
Hai! Selamat datang di Part 7 Kelompok 1 jangan jadi silent reader's yaa^^.

- Sabrina
- Gebby
- Arina
- Syifa

Salam Sayang❤️

ATAZHIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang