Bagian 1

125 5 2
                                    

Hakikatnya berumah tangga itu apa sih? Ngapa-ngapain boleh, pegang-pegangan oke, cium-ciuman nggak dilarang, anu-anu juga halal kan? Anu apa ya, ya nganu pokoknya. Rumah tanggaku baru seumur jagung, jagung muda yang masih ompong. Menikah karena perjodohan. Udah nggak zaman sebenarnya main jodoh-jodohan, tapi demi Mamak yang kucinta, aku mau. Gimana mau nolak, pas awal ketemu calon istri di rumahnya, jujur aku langsung tertarik. Selama menjadi tentara, beneran aku nggak pernah punya pacar resmi. Ya gebetan gitu sih ada, banyak. Namanya juga tentara. Biar wajah pas-pasan asal pakai seragam loreng, janda bolong pun nempel.

Jadi waktu itu ....

"Wes pokok e kamu nurut kata Mamak, wong e ayu kok."

"Sing penting Mamak bahagia," jawabku.

"Yo jelas, moso anak lanang satu-satunya nggak kawin-kawin, selak Mamak mati nggak sempet nggendong cucu."

"Nggak usah ngomong mati-mati, Mak!"

"Lah, semua orang memang mati toh, kamu opo yo urip abadi? Memang e kamu pampir kayak di pilem-pilem."

Vampir, Mak, bukan pampir! Film, Mak, bukan pilem!

Akhirnya aku bersama Mamak pergi ke rumah calon mempelai betina. Awalnya aku deg-degan. Apa pantas aku menikahi betina satu ini. Rumahnya nggak jauh dari rumah Mamak di kampung. Waktu itu kebetulan aku pulang untuk cuti, lah, malah sekalian lamaran.

Kami dipersilakan duduk di ruang tamu. Rumahnya tergolong hedon jika dilihat dari bangunan di sekitarnya. Bapaknya punya sawah luas, ibunya seorang pegawai negeri. Sekilas kulihat fotonya di dinding, yah, lumayan cantik. Tapi cuma foto, mudah diedit.

Taraaaa ....

Sang putri bersama orang tuanya keluar dari singgasana. Aku terpana. Dia tersenyum lembut padaku. Aku terpaku. Dia menyalamiku lebih dulu. Aku termangu. Tangannya halus, kulit putih nan mulus. Wajah cantik dengan rambut panjang lurus. Bola matanya agak cokelat. Cuping hidung terlihat menantang, kontras dengan hidungku yang mendelep ke dalam, kayak hidung almarhum Bapak.

Pandangan pertama itu aku sudah jatuh cinta. Dari semua gebetan yang pernah kudekati, hanya betina satu ini yang mampu membuat jantungku lomba maraton. Dag dig dug, oohhh ....

Oke, pada akhirnya terjadilah pernikahan suci itu. Mamak senang, aku pun bahagia. Melalui pengajuan nikah ala militer yang cukup menguras waktu dan tenaga, akhirnya aku resmi menjadi suami orang. Setelah resmi menikah di kampung, kubawa betinaku pindah ke tempat tugas di Kalimantan Timur. Aku seorang prajurit, dinas di Detasemen Pertahanan Udara, namaku Rigo, pangkat Sersan Satu. Di sinilah aku memulai kehidupan baru, tanpa Mamak. Mamak lebih memilih tinggal di kampung. Ya udahlah seterah Mamak.

Seperti yang aku katakan tadi, pernikahanku baru seumur jagung. Dan aku ... belum menyentuh tubuh istriku sama sekali. Bersentuhan biasa, tapi nggak ngapa-ngapain. Di balik senyum manis di awal jumpa waktu itu, ternyata dalam hati istriku dia sangat berontak dengan perjodohan. Dia belum siap nikah. Berkat ancaman ibunya yang mau bunuh diri kalau dia nggak mau dijodohkan, akhirnya dia menerima. Menerima aku dengan terpaksa. Kumenangiiiiis ....

**

Jadi Sayang, Nggak?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang