Untuk pertama kalinya, Amane merasa tubuhnya lebih ringan daripada sebelumnya dan tak sesuatu menyakitkan yang menjerat tangannya seperti biasanya.
Amane mengusap matanya, sebelum akhirnya turun dari ranjangnya dan berjalan terkantuk-kantuk menuju kamar mandi.
"Ohayou Tsukasa"
"Hm"
Dengan santainya Amane menyikat giginya lalu menatap pantulan wajahnya pada cermin, tunggu sepertinya ada yang salah disini.
"EHHH?!"
Suara teriakan Amane sudah cukup membuat kedua orang tuanya panik dan berlari tergopoh-gopoh menuju kamar mandi, takut-takut jika putranya itu terjatuh atau apa.
"Ada apa Tsukasa?!"
Amane menoleh, menatap kedua orang tuanya yang panik karna teriakannya sedangkan Amane sibuk meraba-raba wajah serta cerminnya.
"I-Ibu apa cermin ini bermasalah?"Tanya Amane panik, ibu serta ayahnya hanya menghela nafas lega ternyata tidak heran dengan perilaku anak-anaknya terutama Tsukasa yang suka bertindak yang aneh-aneh.
"Astaga Tsukasa, kau ini memang hobi sekali membuat ayah dan ibu serangan jantung ya?"Keluh Ibunya, Amane semakin bingung karna ibunya justru menyebut nama kembarannya bukan namanya sendiri.
"Tsukasa? Ini aku Amane bu!"
"Kau ini kenapa Tsukasa? Tidak biasanya kamu meracau seperti ini? Apa kamu baru bermimpi buruk?"Tanya Ayahnya khawatir, Amane yakin dia tidak sedang bermimpi buruk ini bahkan lebih daripada mimpi buruk.
Jika sekarang dia sedang di tubuh Tsukasa, apa ini artinya sekarang Tsukasa yang tengah berjuang melawan penyakitnya di rumah sakit.
"Tsukasa?"
Amane tersadar dari lamunannya lalu menggeleng cepat dan nyengir, sepertinya mau tidak mau Amane harus berlaku seperti Tsukasa atau semua orang dirumahnya akan menganggapnya aneh.
"M-Maaf Ayah Ibu, t-tadi aku hanya sedikit berhalusinasi setelah menonton film horror semalam ahaha"Jelas Amane kikuk, kedua orang tuanya saling tatap tapi kemudian memutuskan untuk percaya dengan ucapan Amane barusan.
Pagi itu mereka pun segera sarapan seperti biasanya, namun bagi Amane ini adalah pagi paling indah yang pernah Amane rasakan mengingat selama ini dia hanya bisa sarapan sendirian di rumah sakit dan merasakan betapa hambarnya makanan rumah sakit.
Saat Amane menyuapkan makanannya ke dalam mulutnya, pemuda itu nyaris meneteskan air matanya karna terharu kali ini bisa makan makanan rumah yang enak serta tak perlu meneguk begitu banyak obat setelahnya.
"Kamu baik-baik saja Tsukasa?"Tegur Ibunya cemas melihat putranya memakan sarapannya sambil berkaca-kaca, Amane yang ditanyai begitu tiba-tiba saja meneteskan air matanya lalu buru-buru menyeka air matanya dan tersenyum.
"A-Ah aku hanya membayangkan betapa membosankannya Amane harus sarapan sendirian apalagi makanan rumah sakit itu tidak enak"Cerita Amane dengan sedikit terisak, Ibu maupun Ayahnya pun wajahnya berubah sedih namun kemudian tersenyum.
"Bagaimana kalau sepulangmu sekolah nanti kita akan menjenguknya?"Tawar Ibu, Amane membulatkan matanya terkejut tiba-tiba orang tuanya mau menjenguk ke rumah sakit mengingat orang tuanya sering sibuk bekerja lembur setiap harinya hingga tidak ada waktu untuk menjenguknya.
Sesaat kemudian Amane tersadar jika saat ini dia berada dalam wujud Tsukasa yang artinya pasti akan terasa aneh jika menjenguk dirinya sendiri dirumah sakit nantinya.
Amane pun menggeleng.
"Tidak usah, biar aku saja yang kesana seperti biasanya karna Ayah dan Ibu pasti harus lembur lagi kan?"Tolak halus Amane.
"Ah benar juga, yasudah kalau begitu kami titip salam seperti biasanya ya sayang"Ucap Ibunya mengelus kepala Amane sambil tersenyum, Amane bersemu malu rasanya sudah lama sekali sejak Ibunya mengelus kepalanya seperti ini dan tentu saja ini membuat Amane senang bukan main.
Semoga saja dia bisa bertukar dengan Tsukasa sedikit lebih lama.
= × 🍩 × =
Hari ini berjalan sedikit melelahkan daripada biasanya karna Amane harus mati-matian mempertahankan image nya sebagai Tsukasa yang mana harus enerjik setiap waktu agar teman-temannya tidak curiga padanya.
Baru saja Amane akan menuju rumah sakit tapi dia buru-buru memutar langkah dan memutuskan untuk menuju toko peralatan astronomi untuk membeli teleskop yang selama ini dia idam-idamkan.
Setelah membeli teleskop, dia mengarah menuju perpustakaan untuk membeli beberapa buku sains.
Amane tersenyum puas memandangi barang belanjaanya, kapan terakhir kali Amane merasakan euforia ketika menikmati hobinya ini?.
Kapan terakhir kalinya Amane bisa berlarian seperti ini menghirup udara segar tanpa bantuan selang-selang menyebalkan itu?.
Kakinya terus berpacu lari menuju tanah lapang, sejak tadi senyumnya tak surut tatkala kakinya mulai berpacu mengelilingi lapangan tersebut menikmati udara segar yang berebut memenuhi rongga pernafasannya.
Sesaat kemudian dia menjatuhkan tubuhnya di atas rumput, dia tertawa puas dengan nafas tersenggal-senggal.
Kapan terakhir kali Amane bisa merasakan nikmatnya berjalan tanpa harus duduk diatas kursi roda?.
Kapan terakhir kali Amane bisa berlarian sebebas ini tanpa perlu khawatir besok akan jatuh sakit dan menenggak lebih banyak obat daripada biasanya?.
"Sepertinya hari ini aku tidak akan ke rumah sakit dulu, aku tidak akan tahu sampai kapan kami akan bertukar tubuh"Gumamnya sedikit memejamkan matanya menikmati semilir angin sore di bawah pohon yang rindang itu.
Amane tidak terlelap, dia hanya memejamkan mata menikmati angin sore yang sudah lama tidak memenuhi rongga pernafasannya itu.
Hari semakin gelap, saat langit sudah benar-benar gelap Amane mengeluarkan teleskopnya dan mulai memandangi langit penuh bintang itu.
'Ah, terima kasih Tuhan sudah mendengar doaku' batin Amane tersenyum puas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Switch || JSHK
Fanfiction✨Yugi Twin✨ ¡! NO BxB or Yaoi !¡ Mereka berdoa, berdoa pada takdir yang tak adil dan semesta mendengar doa mereka. Jibaku Shounen Hanako kun © Iro Aida Yugi Amane & Yugi Tsukasa Story belong's to @Ostribae_ & @SsanofaaChi_ ! 𝗪 𝗔 𝗥 𝗡 𝗜 𝗡 𝗚 ! •...