buah tangan-kaleidoscope two

285 72 16
                                    

Lara baru saja menemukan dirinya menghabiskan semangkuk mie instant goreng dengan soft boiled egg yang kuningnya masih menyala-nyala dan kental. Ia kini tengah menggulirkan channel demi channel televisi, mencari sesuatu yang menarik tanpa tahu apa arti dari kata menarik. Sesekali ia mendengkus dan meminum cola yang jika dihitung sudah kaleng ketiga.

Hingga tiba-tiba, seseorang mengetuk pintu mahoni rumahnya dengan kelewat kencang, namun tidak terdengar buru-buru, malah terdengar seperti irama yang menenangkan.

Tidak pernah ada tamu sebelumnya.

Tentu saja, Lara terkejut bukan main. Kedua matanya memincing—berusaha berpikir jernih, dan dengan segera ia mematikan televisi lantas meraih pemukul baseball di belakang pintu, sebelum akhirnya ia mengintip dari jendela.

Lara tentu tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya. Pemuda yang kemarin pagi ia lihat, kini sedang menunggu di luar—entah ingin apa.

Mau apa pemuda tadi datang kemari?

Dengan pelan, Lara memutar kunci rumah dan menekan kenop pintu. Celah sekitar 15 cm terbuka—atau lebih tepatnya, hanya kepala Lara saja yang menyembul sedikit, seolah tak mau memberi akses pemuda itu untuk melihat-lihat isi rumahnya yang sedang diterpa angin topan.

"Mau apa kemari?" Adalah pertanyaan yang terucap dari mulut Lara dengan nada menukik tajam.

"Kalau tidak ada yang penting, silahkan kembali dan tidak usah mengetuk lagi pintu rumah ini," ujar Lara dengan ketus. Bahkan raut wajahnya cenderung dingin dengan tatapan tajam menusuk kedua bola mata pemuda itu.

"Eh—hmm. Ini, aku baru saja pindah ke rumah sebelah, aku bawa sedikit buah tangan dari tempatku berasal."

Lara lantas menatap bungkusan plastik besar yang disodorkan pemuda itu. "Terima kasih, tapi tidak usah."

"Aku sudah memberikannya ke semua tetangga dekat. Hanya kamu yang belum aku beri. Tolong terima, ya? Aku janji tidak akan mengetuk pintu rumah ini lagi kalau kamu menerimanya."

"Tidak—"

"Aku tidak sedang meracunimu, kok."

Kedua mata Lara lantas memincing tajam, bagaimana pemuda ini tahu soal apa yang ingin ia katakan?

"Aku bisa memakannya di depanmu, jika kamu mau," ucapnya lagi.

Terlalu banyak bicara.

Dengusan napas kasar keluar dari mulut Lara, dengan berat hati ia menerima buah tangan itu, hingga tak sadar jika sebelah tangan di belakang punggungnya memegang tongkat baseball. Tentu saja, suara tongkat baseball yang beradu dengan lantai marmer putih tidak dapat terelakkan lagi. Bahkan kini, tongkat baseball itu menggelinding ke sebelah kaki Lara hingga pemuda itu dapat dengan jelas melihatnya.

"Aku bukan orang jahat. Tenang saja," gumam pemuda itu dan tentu saja Lara dapat mendengar dengan begitu jelas.

Namun sepertinya, Lara tidak ingin berbasa-basi untuk merasakan perasaan bersalah. Ia malah menarik buah tangan itu secara sepihak. "Kita tidak sedekat itu untuk menggunakan kata aku dan kamu, Tuan. Terima kasih untuk buah tangannya, sekarang silahkan pulang."

"Baiklah. Nama saya Renjana. Boleh tahu siapa namamu, Nona?"

Lara tidak menjawab, ia malah menutup pintu mahoni itu dengan kencang hingga menimbulkan bunyi yang berdebam.

***


broken kaleidoscope ✔ | jaehyun x wendyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang