piece-broken

196 53 10
                                    

Warning! Blood, violence!
Mohon untuk kesadarannya yaa.

***

satu tahun lalu.

Renjana—atau Jana, lelaki yang kerap dipanggil Ja oleh kekasihnya itu tersenyum cerah dengan sebuket bunga mawar biru yang kini berada di tangan kanannya. Hari ini adalah hari yang istimewa untuk Lara juga untuknya, karena selain ulang tahun ibu dari Lara, hari ini ia akan melamar langsung Lara.

Menurut Jana, hubungan yang mereka bangun selama dua tahun sudah lebih dari cukup. Pun, Jana tak ingin menunggu lebih lama lagi, ia ingin segera menjadikan Lara sebagai pasangan hidupnya.

Dengan wajah yang sedikit tegang, Jana segera melangkah—mendekati rumah milik Lara yang masih tertutup rapat. Sejenak, Jana menyiapkan dirinya sendiri untuk mengetuk pintu mahoni itu, ia bahkan berulang kali menenangkan dirinya sendiri.

"Oke, good luck Renjana. You can do it!" ujarnya.

Namun, buku tangan yang seharusnya tinggal mengetuk itu, tiba-tiba berhenti ketika ia mendengar suara tangis Lara di dalam. Ia bahkan dapat dengan jelas mendengar suara ketakutan Lara yang sangat kencang.

Tanpa menunggu lama, Jana segera membuka pintu tersebut secara sepihak. Hingga ia bisa melihat Lara yang tengah meringkuk ketakutan di ujung rumah yang saat ini terlihat mencekam.

"Ra!" teriak Jana begitu melihat kondisi Lara yang terlihat mengenaskan. Rambut yang biasa tertata rapi itu berantakan dengan helai-helai yang berserakan di lantai, bahkan pipi sebelah kanannya begitu merah dan lebam—seperti habis ditampar.

"Siapa—"

"Ja, jangan ke sini. Pergi. Nanti Ayah lihat kamu," bisik Lara dengan nada parau. Bahkan dengan seluruh tenaga yang tersisa, ia mendorong tubuh Jana untuk segera pergi dari rumahnya.

Tentu saja, Jana tak paham maksud dari Lara. "Ra? Kamu kenapa?"

"Ja, pergi. Aku mohon. Ayah ada di atas, lagi cari sertifikat rumah. Kamu pergi."

"Tapi—"

"Oh, jadi dia kekasihmu?"

Jana menengok ke arah tangga, Raharja—Ayah dari Lara ada di sana, ia berdiri angkuh dengan rahang tegas dan tatapan bengis yang ia punya. Kontras saja nyali Jana terasa ciut, namun melihat kondisi Lara, ia mengabaikan bagian itu.

"Ja, pergi. Pergi!"

Jana tak menggubris, ia malah menyembunyikan Lara di balik punggungnya. "Jangan sakiti dia."

"Oh, aku tidak akan menyakitinya jika ia memberitahuku di mana sertifikat rumah."

"Ayah pikir aku akan memberitahu? Tidak! Sekalipun dalam mimpi burukku!" seru Lara di balik punggung Jana.

"Begitu, ya?"

Tanpa basa-basi, Raharja segera menarik tangan Lara dengan cukup kencang hingga Jana sampai tak sempat menarik kembali Lara. Suasana makin mencekam kala Raharja dengan sigap mengacungkan pisau dapur di depan leher Lara, sontak saja Jana tak bisa berbuat apapun selain memohon agar Lara dilepaskan.

"Katakan! Di mana kamu menyimpannya?!" seru Raharja, tepat di depan telinga Lara.

Lara tak peduli sekalipun kepalanya sudah sangat sakit, begitupun lehernya yang terasa perih akibat goresan pisau dapur yang diacungkan ayahnya, Lara tetap tidak peduli. Ia tak ingin peninggalan ibunya direnggut pria tak bertanggung jawab seperti ayahnya.

"Aku tidak mau mengatakannya!" seru Lara dengan kencang hingga pisau dapur itu terus menggores leher Lara.

Sementara itu, Jana panik sejadi-jadinya. Darah yang mengalir di pelipis Lara juga lehernya begitu membuat kepalanya pening dan ikut merasakan perih. Nyalinya benar-benar ciut sekarang, tapi ia juga tak bisa membiarkan Lara terus merintih kesakitan akibat perlakuan ayah kandungnya sendiri.

Ini salah, terlalu salah untuk dibenarkan. Maka dengan langkah lebarnya, Jana mencari celah saat Rahaja tak begitu fokus dengan eksitensi dirinya di sana, hingga akhirnya ia bisa meraih pisau dapur tersebut—bahkan tepat dibagian tajamnya.

"Jana!" seru Lara panik begitu telapak tangan Jana bersimbah darah, ia bahkan yakin jika tangan Jana saat ini robek, mengingat begitu tajamnya pisau dapur tersebut.

Jana tak mengindahkan teriakan Lara, ia masih berusaha mengambil alih pisau tersebut sampai telapak tangannya terasa sangat kebas.

"Kamu memperlambat semuanya," ujar Raharja dingin sampai akhirnya membiarkan Jana mengambil alih pisau dapur tersebut dan langsung dilemparnya entah ke mana.

Pisau dapur itu benar-benar terpental berikut dengan darah Jana yang kian bercucuran. Lara panik bukan main, ia bahkan langsung merobek kaosnya sendiri untuk menutupi lengan Jana. "Ja, pergi. Pergi! Aku mohon," ujar Lara seraya menangis sejadi-jadinya.

Lara seolah tak peduli akan dirinya sendiri yang juga tengah berdarah-darah. Ia terus menangis seraya menekan darah yang terus mengalir di telapak tangan Jana.

"Ra, aku nggak apa-apa," bisik Jana seraya membelai pipi Lara dengan tangan satunya.

"Ja, pergi. Kamu di sini cuman buat mati," ujar Lara, lagi. Ia bahkan mendorong tubuh Jana untuk segera pergi.

Namun sepertinya, Jana lagi keras kepala. Ia bahkan tak peduli pada luka di telapak tangannya. "Nggak ada yang bakal mati di sini, Ra."

"Kamu terlalu percaya diri, anak muda."

Sontak kedua netra Lara membola tatkala Raharja sudah bersiap memukul Jana dari belakang. "Awas!" pekik Lara seraya mendorong tubuh Jana dengan sekuat tenaga yang ia punya.

Tapi rupanya, hal itu justru menjadi boomerang untuk Lara. Pemukul baseball yang harusnya menghantam kepala Jana nyatanya malah menghantam kepala Lara dengan keras hingga ia terpelanting jatuh dengan keadaan kepala yang berdarah-darah.

"Ra!" pekik Jana begitu sadar akan tindakan spontanitas Lara.

"Anda berusaha membunuh putri Anda sendiri, Tuan!"

Raharja rupanya tak gentar, ia seakan tak berdosa akan perbuatannya yang begitu melampaui batas. "Dasar tidak berguna!" tukas Raharja sebelum akhirnya pergi dengan langkahnya yang begitu angkuh.

Sementara Raharja memilih untuk pergi tanpa perasaan bersalah, Jana masih bersimpuh seraya memeluk Lara. Sebelah tangannya yang bergetar itu juga mencoba menghubungi call center tanggap darurat yang sedari tadi sulit untuk dihubungi.

"Ra! Lara! Bangun!"

Jana masih sangat berusaha, ia bahkan menggoyangkan badan Lara yang saat ini terasa sangat ringkih, berharap jika Lara bisa sedikit saja membuka kedua pelupuk matanya.

"Call center tanggap darurat, ada yang bisa dibantu?"

Dan harapan Jana hanya satu, tentu saja keselamatan Lara.

***


Gimanaaa?👀

Buat kamu yang udah baca ini, makasih banyak yaa udah baca sampai sejauh ini. Satu part lagi, broken kaleidoscope tamat.

Menurut kamu, sejauh ini broken kaleidoscope gimana?

broken kaleidoscope ✔ | jaehyun x wendyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang