Jana mengusap wajahnya dengan sangat kasar begitu ia mendengar teriakan pilu di depan pintu rumah Lara. Kedua matanya terpejam sempurna dengan sebelah tangan yang menggantung di kenop pintu. Hatinya sakit—amat sakit, karena begitu ia kembali dari rumah untuk mengambil beberapa bahan makanan, ia harus melewati fase di mana semua ini berawal.
Jana tahu jelas bahwa di dalam sana Lara tengah kesakitan juga ketakutan. Ia juga tahu fase selanjutnya dari ini adalah hal yang paling ia takutkan, tapi Jana begitu membenci hal itu, ia tak ingin melihatnya lagi.
"Ayah, tolong! Jangan!" Suara teriakan Lara kian menggema dan hal itu yang memutuskan Jana membuka kenop pintu dengan tergesa.
"Ja! Jangan ke sini, pergi!" bisik Lara begitu ia melihat Jana datang dengan wajah panik, karena di hadapannya, Lara sudah memegang pisau dapur dan tongkat baseball.
"Ra, tenang ya? Ayo, simpan pisaunya di bawah," ujar Jana seraya berusaha tenang dan tidak panik.
Lara menggeleng keras, ia masih memegang kedua benda itu dengan kencang. "Nanti Ayah dateng, Ja. Dia di atas, dia cari sertifikat rumah!"
"Ra..."
"Ja, pergi."
Jana menggeleng, ia lantas mendekati Lara dan mengambil pisau itu secara perlahan. Tapi Lara lagi cepat, ia segera menyembunyikan pisau itu di belakang tubuhnya hingga tanpa sengaja melukai telapak tangan Jana yang hendak meraihnya.
"Ja!" Lara seketika panik ketika melihat darah dari telapak tangan Jana mulai bercucuran.
"Ra. Tenang, ya?"
Lara lagi-lagi menggeleng seraya menangis dengan kencang. Sementara itu, Jana yang tak lagi peduli soal tangannya hanya bisa memeluk Lara yang saat itu tengah kacau. Perlahan namun pasti, ia juga melempar pisau yang saat itu tengah Lara sembunyikan di belakang punggung.
"Ja, aku takut," ujar Lara dengan suara dan tubuh yang bergetar hebat.
"Aku di sini. Jangan takut."
"Ta-tadi Ayah masuk, dia pukul aku. J-Ja, pergi."
Jana menggeleng, ia masih memeluk Lara dengan erat seolah tak ingin melepaskannya. "Ra, tenang ya?"
"Ja, kepala aku sakit..."
"Sakit, sakit," rintih Lara yang sontak membuat Jana bingung.
Tapi belum sempat ia melepas pelukannya, bau amis sudah menyerang indera penciumannya, bahkan kini darah segar ikut menetes—melewati pergelangan tangan yang saat ini tengah mendekap tubuh Lara.
Jana tersentak, begitu mendapati kepala belakang Lara yang saat ini tengah berdarah. Bahkan Jana baru saja menyadari bahwa sedari tadi darah tersebut nenetes, melewati setiap jejak yang Lara lewati.
"R-Ra? Lara?
"Ja...sakit. Sakit.."
Hingga di detik selanjutnya, Lara jatuh pingsan di pelukan Jana yang saat ini tengah menangis—menyesali kedatangannya yang sangat terlambat hingga Lara melewati fase yang seharusnya tidak boleh ia lewati lagi.
Seharusnya Jana datang lebih awal dan segera menyuntikkan obat penenang. Iya, seharusnya begitu, tapi sialnya Jana terlalu takut untuk masuk ke dalam lubang yang sama.
"Ra, maaf."
****
Sedikit titik terang buat yang belum paham:") part selanjutnya mungkin bisa lebih paham.
KAMU SEDANG MEMBACA
broken kaleidoscope ✔ | jaehyun x wendy
Fanfic[n] aneka peristiwa yang telah terjadi yang disajikan secara singkat. Cerita ini tentang Lara yang terjebak di salah satu memori yang semesta suratkan, hingga kedudukan Renjana yang terperosok jatuh. ⚠️This story contains blood and family violence.