— 1,7k words
— enjoy reading!
"Bunga lagi?" Chris bertanya pada Minho yang baru saja melepaskan sepatunya di teras depan.
Minho menganggukkan kepalanya menolehkan pandangannya pada sang kakak tingkat yang sudah ia anggap sahabat.
Namanya Christoper, orang-orang kerap memanggilnya Chan, namun Minho enggan. Dengan kepala batunya ia memanggil Chris, jika ditanya apa alasannya. Minho hanya ingin.
Melepaskan ranselnya asal lalu menjatuhkan tubuhnya kesebelah Chris, Minho memutar-mutar setangkai bunga yang ia pegang sedari tadi.
"Menurutmu, ini bunga apa kak?" Tanya Minho, mencoba menghirup aroma bunga itu, namun hasilnya nihil. Ia bahkan tidak tahu aroma apa itu.
"Mana aku tahu? Kau pikir aku tukang bunga?" Semprot Chris tanpa mengalihkan pandangannya dari laptop yang sedari Minho datang, ada di pangkuannya.
"Pemarah." Dengus Minho. Berniat meninggalkan Chris namun seruan pria itu membuat Minho tak jadi meninggalkannya.
"Mungkin aster?"
"Darimana kau tahu ini aster?"
Chris menutup laptopnya, mengalihkannya pandangannya ke Minho. "Aku tidak bilang bahwa itu aster 100 persen. Tapi berdasarkan sumber yang telah ku baca beberapa hari yang lalu, kemungkinan bunga yang kau pegang itu aster adalah 90 persen. Sisa 10 persennya, bisa kau tanyakan ke tukang bunga di alun-alun kota sana."
Mata Minho menyelidik menatap Chris curiga. "Sejak kapan kau beralih profesi dari pengamat musik menjadi pengamatan bunga?"
"Sejak kau yang selalu berisik setiap pulang bekerja paruh waktu dengan setangkai bunga yang kau pegang dan cerita mengenai si gadis pemberi bunga dengan senyum manis! Apa itu cukup menjadi alasan mengapa aku tiba-tiba berubah profesi menjadi pengamat bunga amatir?" Chris menatap Minho malas dan dibalas senyum lebar dari yang lebih muda satu tahun.
"Kau memang pengamat yang baik kak! Aku tidak menyesal selalu menceritakan gadis cantik dengan senyum manis itu kepadamu!" Minho tersenyum puas, lalu memperhatikan bunga dihadapannya lagi.
"Iya kau memang tidak menyesal, aku yang menyesal harus mendengarkan ocehan mu itu!"
"Yah, aku hanya bingung kak? Aku harus bagaimana agar bisa bertemu gadis itu selalu? Tidak logis rasanya jika aku setiap hari melewati jalan yang sama demi bertemu gadis itu! Jalan itu memutar dan cukup menguras bensin motorku!"
Chris menghembuskan napasnya, "Memang benar. Cinta bisa membuat orang bodoh."
"Kak? Aku butuh saran mu, bukan cacian mu!" Protes Minho.
Chris sendiri kini kembali mengambil laptopnya, memangku nya kembali, menyesal kopi hitam yang menemaninya lalu berucap malas pada Minho. "Kau tahu? Manusia kodratnya ialah mahluk sosial. Mengapa tidak kau ajak saja ia berkenalan dan bertukar nomor? Dengan begitu kau bisa bertemu atau bahkan bertukar pesan setiap hari dengan gadis itu!"
Mata Minho terbuka lebar, setelahnya ia bertepuk tangan dengan cepat. "Kau jenius kak!"
Chris mendecih. "Kau yang bodoh, bukan aku yang jenius!"
"Lagi-lagi kau mengataiku! Tapi, dengan cara apa aku bisa menghampiri gadis itu dan meminta nomor ponselnya? Tidak mungkin kan aku meminta secara tiba-tiba?" Minho mendekatkan dirinya pada Chris.
KAMU SEDANG MEMBACA
bonheur
Historia Cortaoneshoot dan random talk tentang minho dan eunbi [lee know × sinb] ©sailenty; 2020