Tertarik Padamu ~ 4

5K 663 11
                                    

SANDYA POV

"I-iya." Hanya itu kata yang berhasil keluar untuk saat ini. Lidah ini rasanya kelu untuk sekedar menyebut namaku sendiri.

"San, jabat tangan kek, kenapa diem doang, sih?" bisik Kayla di telingaku. Dia pikir aku akan mudah melakukannya. Namun, aku memilih tetap bergeming kaku sambil menunduk lagi.

"Ya, udah, deh. Karena kenalannya udah, sekarang aku minta foto, ya, Pandu?" pinta Kayla.

"Dengan senang hati." Begitu balasan Pandu.

Tangan Kayla memukul lenganku. "Cepet fotoin," katanya seraya menyerahkan ponsel padaku.

Sepupuku itu memosisikan dirinya di samping Pandu dengan jari kanan yang membentuk huruf V. Nggak lupa tangan kiri yang dengan modusnya bertengger manis di pinggang penyanyi tinggi itu. Nggak sopan.

Setelah berhasil mengabadikan beberapa foto, aku mengembalikan ponsel Kayla padanya. Dia tersenyum kala melihat foto hasil jepretanku itu.

"Sekarang giliran kamu, San. Cepet!" perintah Kayla. Aku menggeleng keras. Hey, ketemu saja nggak mau, ini malah harus berpose bersama.

"Ihh, kenapa, sih? Udah nggak usah malu gitu. Sok polos banget. Buruan, Pandu udah nunggu itu." Kayla menggoyang-goyangkan lenganku.

Namun, aku tetap diam di tempat sambil menatap Kayla tajam, pertanda menolak ajakannya. Kulihat dia memberiku tatapan gemas dan kesal.

"Iya, San. Nggak apa-apa kok. Foto sama Pandu itu gratis, sini!" timpal Mbak Saras sambil tersenyum lebar.

Tapi aku tetap kekeh menggeleng. "Nggak us--"

"Aku saja yang mendekat," potong Pandu. Membuat semua orang di ruangan ini menatapnya.

Lalu, Pandu berjalan perlahan menghampiriku. Dengan santainya, pemuda itu meletakan tangan kanannya di pundakku. "Ayo, Mbak. Fotoin."

Deg-degan banget!

Aku benar-benar kesulitan bernapas sekarang. Namun, tetap berusaha tersenyum menghadap kamera, meski sulit. Kenapa harus berinisiatif seperti ini, sih?

Saat kulihat Mbak Saras menurunkan ponsel--itu tandanya sudah selesai--aku bergegas melepaskan diri dari dekat Pandu. Menjaga kesehatan jantung.

Aku merasa Pandu memandangku heran. Ah, bodo amat. Kutarik tangan Kayla dan berbisik padanya. "Kay, pulang, yuk. Aku nggak enak badan nih."

Giliran Kayla yang mengernyit heran. "Bohong 'kan kamu?"

Sial, dia tahu alibiku. Astaga, apa aku terlalu payah dalam hal berbohong? Memang sih, kuakui jarang melakukan itu karena tahu kalau ujung-ujungnya pasti ketahuan.

Tatapan Kayla beralih memandang dua kakak beradik yang meresahkanku itu. "Boleh minta foto Pandu sama Sandya?"
Mbak Saras mengangguk.

"Sandya itu sebenernya ngefans banget sama Pandu. Setiap hari stalking ignyaaa terus. Tapi, pas ketemu malah malu," sambung Kayla.

Heh!

Aku menjerit mengelak dalam hati. Bisa-bisanya Kayla mengatakan hal itu, sih. Langsung saja kuinjak kaki mulusnya. Jadi, dia menjerit tertahan.

"Ng-nggak kok. Kayla bohong. Maaf, ya," elakku.

Suara tawa Mbak Saras langsung terdengar.

"Nggak apa-apa kok. Nanti pasti aku kirim. Boleh minta nomor kamu?" tanya kakak Pandu.

Aku menyebutkan nomor teleponku dengan tergesa. Berharap situasi ini cepat berakhir. Setelah selesai, Mbak Saras dan adiknya pamit pergi. Katanya mereka akan berkeliling lagi.

Tarik Suara (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang