3. Masih Berdebat

2.1K 278 4
                                    

Ini sudah pukul delapan, dan seharusnya perkuliahan sudah mulai sejak jam setengah delapan yang lalu tapi dosen mata kuliah hari ini tidak kunjung datang.

"Shadian orangnya kayak gimana sih?" Kaella mendengkus, benar-benar jengah dengan pertanyaan seperti itu.

Mentang-mentang statusnya teman SMA Shadian jadi orang-orang yang mau tau tentang cowok itu datang padanya. Tanya langsung napa. Kayak nggak punya mulut aja buat nanya.

"Dia mulutnya minta di cabein." Kaella tidak berbohong, selama mengenal Shadian keduanya sering beradu mulut karena pedasnya ucapan Shadian yang kadang menusuk relung hati. Tapi untung saja Kaella punya ilmu kebal untuk ucapan pedas yang selalu Shadian lontarkan.

"Mau mulutnya minta di cabein, kalo ganteng nggak masalah."

Kaella melotot, memang ya keadilan sosial bagi seluruh rakyat yang good looking. Kaella memutar bola matanya.

"Tanya langsung deh, jangan ke gue." Kaella merapikan barang-barangnya, ini juga mengapa dia tidak memiliki teman dekat di kampus. Sebagian besar mendekat hanya untuk tanya-tanya tentang si rambut biru itu. Seterkenal itu Shadian di kampus. Kaella tidak akan kaget kalau tiba-tiba ada kelompok yang menyatakan diri menjadi klub pemuja Shadian.

Kaella berpindah, memutuskan untuk duduk di samping Shadian yang kebetulan kosong. Shadian menoleh, menemukan wajah Kaella yang tertekuk.

"Siapa yang suruh lo duduk di situ?" Shadian menatap Kaella yang tampak tidak peduli. Cewek itu bahkan kelihatan mengomel sendiri dan tidak memperhatikan Shadian. "Woi."

"Apa sih?" Kaella melirik kesal, nada suaranya sinis. "Duduk doang, kosong juga. Jangan bikin sensi deh pagi-pagi." Walau sebenarnya ini merupakan salah satu pilihan yang buruk juga, tapi kalau dia duduk di samping Shadian kemungkinan para cewek yang kepo dengan Shadian tidak akan mendekatinya.

"Lo datang-datang bikin masalah aja." Shadian mendengkus. "Dasar saiton."

Kaella memukul Shadian dengan binder, membuat cowok itu mengaduh. "Apa lo bilang?"

Shadian mendengkus. "Lo cewek aneh. Bar-bar lagi."

Kaella melotot gemas. "Dasar ikan kaleng."

Shadian tersenyum miring. "Daripada elo, kutu kaleng."

"Minta di cabein." Kaella meraih ponsel Shadian saat cowok itu lengah. Dengan sengaja memasukkan di saku jaket bagian dalam. Kaella menjulurkan lidah. "Belajar jangan main hape." Cewek itu dengan sengaja mengancingkan jaketnya.

Shadian mendengkus. "Setan emang lo."

***

Nyatanya hingga mata kuliahnya berakhir, dosen mereka tidak kunjung datang. Kaella menggendong tasnya, cewek itu berdiri dan berjalan keluar dari kelas.

Kaella melirik. "Ngapain lo ikut gue?"

"Hape gue onyeng." Shadian mendengkus kesal. "Balikin cepat."

Kaella menjulurkan lidah. "Nggak mau." Cewek itu berjalan, meninggalkan Shadian yang semakin kesal.

Parkiran tampak sepi, meski masih banyak motor yang terparkir.

Tubuh Kaella berbalik, saku jaketnya adalah tujuan si penarik. Namun tanpa sengaja, siku itu menyentuh sesuatu. Walau hanya sekilas.

"Mesum!" Kaella menjauhkan tumbuhnya, menyilankan kedua tangan di depan dada. "Kena.."

"Apa sih?" Shadian menatap Kaella kesal. "Lo gila?"

"Siku lo kena itu gue goblok!" Kaella menatap Shadian bagai ingin memakan cowok itu. "Lo omes!"

"Dih, nggak sengaja. Siapa suruh juga lo taro di situ." Shadian memasukkan ponselnya ke dalam saku, tidak ingin Kaella mengambil lalu menyimpan ponselnya lagi. "Nggak rasa juga."

Kaella melotot, rasanya ingin menelan Shadian hidup-hidup. "Pelecehan itu namanya."

Shadian memutar bola matanya. "Pelecehan itu kalo ada niat. Gue bahkan nggak tau kalo kena, nggak rasa juga." Shadian memperhatikan Kaella, lalu berhenti pada tangan gadis itu yang menyilang. "Rata gitu."

"Eh, anjay. Mulut lo itu!" Kaella melotot. "Intinya kena, lo mesum, omes!"

Shadian memutar bola matanya. "Kena yang sebelah mana?"

Kaella melotot, menatap cowok itu tajam. "Ngapain nanya-nanya."

"Ya, biar gue kenain sebelah biar imbang."

Kaella melepas sepatunya, melempar benda itu pada Shadian yang menghindar dengan santai.

Shadian tersenyum penuh ejek. "Nggak kena."

"Ikan kaleng omes!"

***

"Jam terbang gue tinggi." Kaella meminum es teh manis pesanannya, tak lupa memasukkan es batu ke dalam mulutnya. Kenikmatan yang hakiki.

"Sok, Shadian aja santuy gitu." Melssa mendengkus. "Jadi, gimana di sastra? Seru?"

Kaella mengangguk. "Lumayan lah." Melssa adalah teman Kaella sejak SMA, harusnya ada seorang cewek lagi di sini, namun tapaknya cewek itu belum tiba. "Gisell mana?"

"Lagi kerja tugas di perpus katanya." Melssa menyelipkan rambut ke belakang telinga. "Lo susah banget kalo diajak jalan, setelah kita kuliah ini pertama kalinya lo mau gue ajak, walau cuma ke kantin doang."

Kaella terkekeh. "Gue sibuk, Mel."

"Shadian yang sekelas sama lo nggak sesibuk itu deh." Melssa memutar bola matanya, mahasiswi Pendidikan Kedokteran Gigi itu menatap temannya yang tersenyum geli.

"Beda lah, kapasitas otak beda. Dia mah emang pintar, kalo gue lama prosesnya." Kaella meraih sendok, cewek itu menyendokkan es batu ke dalam mulutnya. Dia memang sengaja memesan es teh dengan es super banyak, dia sedang ingin ngemil es batu.

Melssa berdecak. "Lo bisa minta tolong Shadian."

"Yang ada tugas nggak selesai, berantem yang ada." Kaella menggigit es batu hingga terdengar suara 'krauk' dari dalam mulutnya. "Lo kenapa mau ketemu gue? Kangen?"

"Iya nih, gue kangen bacot-bacot nggak jelas kalian." Walau memiliki banyak teman di jurusan maupun fakultas lain, Melssa masih tetap merasa belum ada yang pas seperti teman-temannya dulu. Meski ada beberapa yang membuat nyaman juga. "Apalagi Aliani."

Kaella hanya tersenyum saat Melssa menyebut nama salah satu temannya yang memilih untuk bersekolah di luar negeri, hal yang tentu membuat mereka akan sangat jarang berkomunikasi, apalagi dengan perbedaan waktu.

"Kalo jodoh ketemu lagi. Kalo kita jodoh buat sahabatan pasti ketemu lagi nanti." Kaella tersenyum, Melssa mengangguk. "Ngomong-ngomong, Tahta sama Shaden mana?"

"Tahta tadi ada, tapi udah balik ke fakultas, katanya dosennya tiba-tiba tambah jam kuliah." Melssa meminum jus buah semangka miliknya. "Shaden juga udah balik ke fakultas."

Kaella mengangguk, setelah lulus SMA mereka mulai menata hidup masing-masing. Melssa yang banting stir pada Kedokteran Gigi, Tahta yang mengambil Manajemen, serta Shaden yang mengambil Pendidikan karena ingin menjadi dosen. Serta Gisell yang mengambil Psikiater, kata gadis itu orang-orang sudah mulai tidak waras, jadi dia belajar psikologis agar tau dan langsung menjauhi. Agak kejam memang. Sedangkan River memilih jadi anak Teknik yang kelihatan santuy tapi sibuk.

"Besok main ke rumah gue napa."

Kaella terkekeh. "Gue usahakan deh. Jam terbang tinggi, ingat."

Melssa menatap Kaella kesal. "Gue sabet juga, sibuk amat."

"Iya, gue datang. Tapi harus ada makanan."

"Sayur tapi."

"Gue nggak doyan sayur."

"Iya deh, gue mau cerita sesuatu soalnya."

Kaella menaikkan sebelah alis. "Apa?"

"Ada, makanya datang besok."

. . .

Shadian kalau tidak mengeluarkan kata pedas emang kurang pas..

ShadianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang