56. Pilihan

1.4K 307 29
                                    

Cuaca pagi ini agak terik, tidak lama lagi mereka akan kembali ke kesibukan kuliah. Walau masih ada beberapa minggu lagi.

Shadian duduk di bawah pohon di belakang rumahnya, cuaca hari ini membuat dia benar-benar hampir gila karena kepanasan. Bahkan ini sudah gelas ketiga yang Shadian minum.

Sang Mama yang sudah hamil tua tampak sedang duduk di pinggir kolam renang bersama sang Papa. Shadian berdecak, kenapa pula pamer kemesraan di depan Shadian.

Shadian meraih ponselnya sembari meminum sirup rasa nanas yang ada di gelasnya.

"Hm, kenapa?"

"Aku boleh nanya?"

Itu Safiria, pacarnya yang menelfon. Orang tuanya sudah tau tentang hubungan mereka, bahkan Shadian sudah mengenalkan Safiria pada kedua orang tuanya, jadi ia tidak perlu sembunyi-sembunyi. Paling-paling Mamanya hanya akan mengejek karena Shadian bucin, padahal Mamanya sama saja saat bersama Papanya.

"Apa tuh?" Shadian bersandar pada pohon, untung saja hari sudah mulai sore dan cuaca tidak sepanas tadi. Bahkan di dalam kamar saja rasanya sangat panas.

"Aku boleh minta nomornya Kaella? Aku kayanya lupa save nomor dia, terus kehapus."

"Boleh, nanti aku kirim." Mungkin Safiria ingin berbaikan benar-benar dengan Kaella, walaupun dia agak tidak menyukai tindakan teman-temannya itu pada Safiria. Tapi Safiria sepertinya tidak terlalu mengambil hati.

Kata-kata Kaella beberapa hari yang lalu sangat ambigu, dia tidak mengerti kenapa cewek itu menatapnya seperti terluka padahal Shadian tidak merasa melakukan kesalahan. Mereka baik-baik saja meskipun ada sedikit salah paham. Tapi Kaella kenapa kelihatan sedih?

"Aku mau kerjain tugas dulu, jangan lupa kirim nomornya Kaella ya. Bye."

"Hm, bye."

Shadian meletakkan ponselnya di rerumputan, dia menatap kedua orang tuanya. Ah, adiknya sebentar lagi lahir. Mungkin mereka akan berada di bulan yang berbeda tapi tidak akan berbeda terlalu jauh.

Sebentar lagi dia akan bertambah tua, dia tidak menyangka dia sebentar lagi akan menyentuh angka sembilan belas. Tahun depan dia akan menyentuh angka dua puluh. Dia sudah tua ternyata.

Perbedaan usia dia dan adiknya nanti akan sangat jauh. Tapi tak apa, lagipula selama ini dia sendiri, tampaknya akan seru jika memiliki saudara. Meskipun katanya yang terjadi hanya ribut saja.

"Selamat sore, Tante, Om!"

Wajah Tahta dan Shaden muncul dari dalam rumah, memiliki teman definisi rumahmu rumahku juga seperti ini.

"Sore." Sang Mama dan Papa membalas.

Tujuan kedua orang itu pastinya adalah Shadian yang masih berada di bawah pohon.

"Ngapain?" Shadian menatap kedua orang yang saling menggandeng lengan, Tahta menggandeng lengan Shaden begitu juga sebaliknya.

"Selamat sore gitu, bukan ngapain." Tahta memprotes. "Tapi ya berhubung gue baik jadi nggak pa-pa lah."

Shaden mengangguk beberapa kali memberikan persetujuan. "Maksud dan tujuan kami kemari adalah ingin memberikan sebuah informasi."

Shadian menghela nafas. "Apa lagi?"

"River ajak makan-makan. Nggak tau kenapa tapi dia ajak bakar-bakar di rumahnya, udah ada yang lain disana. Sengaja nggak bilang ke elo supaya lo kaget." Tahta meraih gelas milik Shadian yang isinya masih ada setengah, meminum hingga tandas. "Seger."

"Bagi-bagi kek, dasar tidak tau diri kau! Aku mau putus!" Shaden melepaskan tangan Tahta dan berbalik badan dengan dramatis.

"Maafkan aku, aku tidak akan melakukannya lagi. Sayang, maafkan aku!" Tahta memegang bahu Shaden tapi Shaden menggerakkan bahunya lalu berlari kecil dengan kaki diangkat agak tinggi, jangan lupakan tangan yang terkepal manja di depan dada.

ShadianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang