Oktober, 2016
Sudah 30 menit berlalu aku menunggu di bawah pohon angsana depan kontrakan, namun batang hidung Gistara belum kunjung terlihat juga. Setelah selesai kelas tadi sore, dia bilang ingin mengajakku ke alun-alun kidul untuk merayakan hubungan kita yang telah memasuki usia 5 bulan. Entah apa yang akan ia perlihatkan kepadaku di tempat itu, bukankah tidak ada yang spesial dari sebuah alun-alun kota?
"Aku datang Nisaka sayangku~ cintaku~ manisku~ pujaan hatiku~ belahan ji---!"
"Heh, berisik!"
Deru mesin motor Vario kebanggan Gistara hirap pada detik setelah ia menghentikan lajunya di depanku. Wajahnya terlihat sepat, mungkin karena bentakan yang baru saja aku lontarkan kepadanya. Di keadaan seperti ini, harusnya aku yang menampilkan wajah sepat, kan? Karena demi apapun yang ada di dunia! Panggilan yang Gistara sisipkan untukku tadi benar-benar terdengar menggelikan.
"Enggak usah cemberut!" Kataku sambil mencubit bibirnya yang sedang mengerucut, tetapi sepertinya hal tersebut tidak manjur. Karena sejurus kemudian, Gistara memberikan sebuah helm bogo kepadaku tanpa berniat untuk memasangkannya seperti biasa.
Jujur saja hal itu cukup membuatku tersinggung, "Gak jadi jalan aja, deh. Orang kamunya judes gitu, males!"
"Eh, eh, eh! Kenapa malah balik ngambek, sih? Udah mau malem, ayo cepetan naik!"
"Udah keburu gak mood!"
Kali ini giliran aku yang menampilkan wajah kesal, sebenarnya aku tidak marah. Hanya ingin sedikit bermain-main saja, karena menjahili manusia random seperti Gistara selalu memberi efek kepuasan tersendiri bagiku, tetapi kepura-puraanku ini dianggap sebuah hal yang serius olehnya.
Lalu setelah itu, suara decitan standard motor terdengar memekakkan telingaku selaras dengan tubuh Gistara yang telah berdiri, "Bercanda doang, Nis. Maafin, jangan marah. Masa baru 5 bulan udah berantem? Maaf ...." Aku nyaris saja tergelak melihat wajah Gistara yang tampak seperti anak kucing jika saja tidak pandai menahannya, alhasil aku hanya mengangguk-angguk, "Iya aku maafin. Yaudah mau berangkat sek--- eh bentar! Tumben kamu gak pake jaket kulit hitam?"
Dan bagai tidak ingat jika sebelumnya sempat terlibat adu mulut, Gistara menuntun tanganku untuk duduk di jok belakang sambil tersenyum lebar. Kemudian menjalankan motornya meninggalkan kawasan kontrakanku. Aku yang merasa belum mendapat jawaban, lantas memajukan kepala hingga kaca helmku saling berbenturan dengan bagian belakang helm yang digunakan oleh Gistara. "Heh, ditanyain tuh jawab!"
"Emang tadi kamu nanya apa?"
"Kenapa gak pake jaket kayak biasanya?"
"Lagi gak pingin aja, bosen."
Di sela semilir angin sore yang berhembus pelan, aku tergelak. Mentertawakan jawaban penuh kebohongan dari gadis di depanku dengan jenaka. Aku telah mengenal Gistara berbulan-bulan lamanya. Bukan hanya 1 atau 2 hari saja. Maka dari itu, mendengar kata bosan terluncur dari bibir ranumnya tentang pemakaian jaket kulit, aku dibuat tidak percaya. Bahkan jika aku menyuruh Gistara membuat sebuah list sesuatu yang membuatnya jatuh cinta, pasti benda bernama jaket kulit dan beannie hat akan menduduki peringkat pertama dengan aku yang berada di peringkat kedua. Dan sore ini, untuk pertama kalinya Gistara bilang jika ia bosan memakai jaket kulit terdengar seperti sebuah lelucon bagiku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Retisalya; NingSelle [Completed]
Fiksi PenggemarKisahnya bahkan baru saja dimulai, tetapi hujan yang jatuh di bulan Oktober kali ini telah mengakhiri segalanya. Salah satunya tentang Gistara dan beribu-ribu harapan yang tidak akan pernah diwujudkan oleh semesta. Lalu di ujung kesendirian, akulah...