6-Berusaha Baik-Baik Aja?

319 47 1
                                    

Lintang berdiri di depan pintu lift sambil mengaduk kantong belanjaan. Setelah menemukan yogurt dia langsung membukanya. Dia melahap yogurt itu sambil menunggu pintu apartemen terbuka.

Duk....

Tubuh Lintang berjingkat saat ada seseorang yang menendang tembok samping pintu. Dia mengernyit, menyadari sosok itu. "Ta. Ngapain?"

Greta tidak menjawab. Dia masih menendang tembok dengan kaki bergantian. Dalam pikirannya, dia membayangkan jika tembok itu adalah dirinya yang bodoh. Dirinya yang harus disadarkan agar tidak terus berbuat bodoh.

Melihat Greta yang sepertinya emosi, Lintang langsung menarik. "Kenapa, sih?"

"Ha?" Greta mengangkat wajah dan melihat Lintang. Dia memaksakan senyuman kemudian menggeleng pelan. "Sebel aja."

Tring....

Lintang merangkul Greta dan mengajak masuk lift. Dia memperhatikan teman kosnya sejak awal kuliah itu. Wajah Greta terlihat mengkilap dengan mata terlihat sayu. "Lo habis nangis? Siapa yang bikin lo nangis?"

"Haaaa...." Pertanyaan Lintang membuat hati Greta kembali sedih. Dia langsung memeluk gadis itu dan menumpahkan tangisannya.

"Ya ampun...." Tubuh Lintang terdorong ke belakang karena pelukan yang tiba-tiba itu. "Kenapa? Kali ini nangis lo nggak sepele, kan?"

Greta langsung melepaskan pelukan. "Kali ini penting."

"Sepenting apa?" tanya Lintang. "Sepenting lihat kucing liar lucu terus ada orang yang adopsi sedangkan lo nggak bisa adopsi gara-gara ibu kos nggak ngizinin?"

"Enggak."

"Terus? Kayak bunga mawar yang mekar terus dicabuk sama anak kecil dan kelopaknya dicabut satu-satu?" Lintang mengingatkan Greta saat menangis karena hal-hal sepele.

Greta menggeleng lagi. Kali ini dia menangis karena hal yang sangat penting. "Sepenting waktu Irvin selingkuh dari gue."

"Ha?" Wajah Lintang berubah serius. "Lo udah ketemu dia?"

Tring.... Suara pintu lift menginterupsi pembicaraan mereka.

Tanpa menjawab, Greta berjalan keluar. Dia menyeret kaki menuju unit apartemennya. Namun, dia tidak kunjung membuka pintu.

Lintang akhirnya membukakan dan mempersilakan Greta masih lebih dulu. Barulah setelah itu dia mengikuti dengan penuh tanya. "Jadi sekarang masalahnya apa?"

Greta mengangkat bahu. Dia meletakkan barang belanjaan di atas meja kemudian berjalan menuju kamar. "Good night!"

"Ta! Lo nggak mau cerita?" teriak Lintang.

"Besok gue bayar uang sewa!"

Lintang geleng-geleng mendengar jawaban yang tidak sesuai itu. "Udah gue bilang lo nggak perlu bayar!"

"Gue udah makan!"

"Gila!" Lintang menahan tawa mendengar jawaban itu. Dia berjalan menuju dapur dan memindahkan barang yang dia beli. Apartemen ini memang miliknya. Setiap bulan dia mencicil dan membayar ke bank tempat dia bekerja. Dia mengajak Greta ikut serta karena gadis itu teman pertamanya saat ngekos. Namun, Greta bersikeras akan membayar uang sewa. Padahal, ditemani Greta saja Lintang sudah sangat bersyukur.

Di dalam kamar, Greta berbaring di ranjang dengan kedua tangan terlentang. Dia menatap langit-langit kamar dengan pandangan menerawang. Kemudian di langit-langit itu muncul gambar saat Greta memeluk Eno.

"Ya ampun!" Greta segera membuang muka. Dia menepuk kening beberapa kali kemudian menatap langit-langit kamar. Kali ini hanya terlihat bagian atas yang berwarna putih, tidak seperti sebelumnya.

Long-WindedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang