9-Bisakah Saling Berpura-Pura?

327 42 1
                                    

"Salah!" Eno menjawab tanpa pikir panjang. "Lo jelas salah, Ta!"

Greta menatap Eno yang bersuara kencang itu. Dia mengepalkan tangan seolah akan menonjok. Setelah itu dia melirik ke arah ruang tamu yang hanya ditutup dengan sekat kayu. "Lo bisa diem, nggak?"

"Huh...." Eno menghembuskan napas, sadar telah kelepasan. "Salah kalau lo cari pasangan karena umur. Harusnya karena lo siap!"

"Kok lo jadi nasehatin gue?"

"Sebagai temen gue wajib nasehatin temen gue!" jawab Eno. "Apalagi lo yang agak telat mikir!"

Greta mengambil timun dan melemparnya ke Eno. "Enak aja lo kalau ngomong. IPK gue bagus, tahu."

"Sekarang udah nggak zaman banggain IPK." Eno masih saja terlihat sebal. "Udahlah. Nggak usah macem-macem."

"Sirik!" sindir Greta kemudian melahap nasi agak banyak. Setelah itu dia menggigit kerupuk sambil menatap Eno.

Eno geleng-geleng. Bagaimana bisa Greta ingin mendapatkan pasangan jika gadis itu masih saja ceroboh? "Gimana jastip lo?"

"Masih lumayan. Buktinya gue masih bertahan sampai sekarang."

"Nggak mau ganti kerjaan lain?"

"Lo mau gue lempar kepala gurami?" Greta mengangkat gurami goreng yang tinggal tulang dan bagian kepalanya itu.

Refleks Eno mengangkat tangan. Greta masih saja bar-bar. Namun, dia bersyukur karena artinya Greta kembali seperti semula, tidak seperti seminggu lalu.

"Bye!" Suara Lintang terdengar.

Greta segera berdiri dan mencuci tangan. Setelah itu dia melesat keluar dan melihat tiga teman Lintang telah keluar. "Aaah! Gue kalah cepet."

Eno ikutan beranjak. Ruang tamu yang tadinya banyak berkas, ini terlihat sedikit rapi. Kemudian perhatiannya tertuju ke Greta yang terlihat kecewa. "Dia mau kenalan sama temen lo tadi."

"Oh, Athar?" tanya Lintang sambil melirik Greta. "Dia udah punya tunangan."

"Hempp...." Eno membekap mulut. "Belum genap sehari. Udah kandas."

Greta berjalan menuju sofa sambil menyeret kaki. "Giliran suka, dia ada pasangan."

Lintang menatap dua orang yang pernah saling diam tapi sekarang kembali dekat itu. Dia heran, mengapa mereka bisa sampai seperti itu. Apa benar tidak ada perasaan lain yang mereka rasakan?

"Ngapain lo ngelamun di situ?" Eno melihat Lintang di depan pintu sambil melipat kedua tangan di depan dada.

"Enggak! Cuma kepikiran kerjaan aja." Lintang mendekat dan membereskan berkasnya. Dia duduk di lantai, tepat di seberang Greta.

Wajah Greta masih terlihat sebal karena gagal berkenalan dengan lelaki tadi. Dia membuang muka dan berhadapan dengan Eno yang menahan tawa. "Lo ngejek gue?"

"No! Cariin jodoh deh buat temen lo," saran Lintang.

"Mau?" Eno menghadap Greta.

Greta menggeleng. "Gue pengen cari cowok yang nggak kenal sama Eno. Bayangin kalau gue pacaran sama temennya. Bisa-bisa dibongkar semua aib gue."

"Hahaha...." Eno tertawa. "Justru itu bagus. Cowok yang beneran suka sama lo harus terima sikap buruk lo juga."

"Ya tapi nggak gitu-gitu banget. Biar gue yang kasih tahu keburukan gue, bukan orang lain." Greta bersedekap.

Lintang menahan tawa melihat interaksi dua orang itu. "Kalau lo, No? Udah ada pacar?"

Eno menatap Lintang. "Banyak cewek yang mau jadi pacar gue. Tapi gue nggak mau."

Long-WindedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang