10. Milik Saya

847 147 27
                                    

"Dia milik saya. Yang berhak atas dirinya hanya saya. Yang boleh menginginkannya hanya saya. Dan yang boleh jatuh cinta padanya hanya saya."
-Rayhan Haziq Abrisam


Saskia menatap bosan pada sekeliling ruangan yang ia perkirakan adalah ruang tamu atau ruang tunggu. Di sana ada televisi 32 inch yang dipasang di dinding yang berhadapan langsung dengan sofa leter L berwarna dark grey yang didudukinya. Ruangan minimalis itu memiliki lemari yang juga berfungsi sebagai meja di sudut ruangan. Ada beberapa toples camilan dan air putih kemasan di atasnya.

Ini sudah dua jam, tapi belum ada tanda-tanda laki-laki itu datang. Ia bingung mengatasi kebosanannya. Ia sudah membaca e-book di aplikasi i-pusnasnya, menulis beberapa kalimat di notepad, membaca di aplikasi Qur'annya, dan mengulang-ulang sepuluh ayat surat Al-Qalam yang dihafalnya sebelum subuh tadi sebanyak sepuluh kali. Kalau tahu begini, ia akan membawa mushaf kesayangannya untuk menambah hafalan. Ia merasa kurang nyaman untuk menghafal ayat tanpa mushaf yang biasa ia pakai.

Ia menoleh ketika mendengar suara pintu dibuka. Ada seorang wanita yang tadi laki-laki itu kenalkan bernama Diana. Rekan sedivisi Rayhan berjumlah empat orang. Ada Diana, wanita berkulit sawo matang yang sangat manis saat tersenyum dan telah memiliki satu orang anak. Ada Yayan, laki-laki berambut keriting dan bertubuh gempal yang suka sekali bercanda. Hanafi, cowok kalem yang merupakan junior laki-laki itu. Dan terakhir, tentu saja laki-laki itu. Ia membalas senyuman manis itu.

"Bosen, ya? Itu Rayhan masih sibuk, biasalah junior kami lagi nggak fokus makanya ada sistem yang error." Wanita itu mendekat ke arahnya. "Eh kok nggak ambil minum sama cemilan, sih," protes Diana sambil beranjak mengambil beberapa toples dan air minum.

"Maaf tadi lupa nawarin. Tapi harusnya langsung ambil aja," lanjut wanita itu sambil menyerahkan minuman kepadanya.

Ia berterima kasih dan mulai menyingkap cadarnya untuk minum.
"Masih lama ya, Mbak?"

"Kayaknya bentar lagi selesai. Eh kamu sama Rayhan kenal di mana?"

Saskia menghembuskan napas, lelah jika harus membahas topik ini. "Di sekolah, Mbak," jawabnya seadanya.

"Oh gitu, berarti teman lama gitu, ya? Tapi beneran deh, aku kaget banget pas tau Rayhan udah nikah. Secara aku nggak pernah tau dia pernah deket sama cewek."

Wanita itu membuka tutup toples, menawarinya, ternyata berisi kastengel. Ia mengambil dua buah dan mulai memakannya. Enak, tapi tentu saja lebih enak buatan ibunya.

"Tapi gemes banget sama dia, udah nikah diam-diam, nggak nyebar undangan, nggak ada upload apapun di medsos juga. Sok misterius banget."

"Ya wajar  lah Mas Rayhan nggak upload pernikahannya ke medsos, Mbak," ujar wanita lain yang tiba-tiba sudah berdiri di dekat mereka. Ia menoleh dan melihat wanita itu dan seorang wanita lain mengamati penampilannya dari atas ke bawah.

Ia jadi ikut mengamati penampilannya. Rasanya tidak ada yang salah dengan penampilannya  hari ini yang berbalut abaya soft grey dan dipadukan dengan khimar hitam.

"Maksud lo apa, Nin? Lo kan tau Rayhan orangnya emang ngejaga privasi banget," ujar Diana tidak suka.

Wanita yang dipanggil Nin yang entah Nin apa itu mendudukkan dirinya di ujung sofa di susul wanita lainnya.

"Mbak, zaman sekarang, laki-laki itu kalau udah sayang sama wanitanya, pasti bakal ngeposting hubungan mereka di media sosial. Dia pasti ngasih tau dunia kalau wanita itu milik dia dan nggak mau ada yang gangguin lagi. Dan juga apa ya, semacam ada rasa bangga di diri mereka karena berhasil dapetin pasangannya itu. Ya, kalau nggak dipamerin di medsos sih kemungkinannya ada dua..."

Daur Ulang HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang