Jangan lupa baca Al Kahfi🤍
"Kalian kenapa?"
Saskia refleks menoleh ke arah laki-laki di sampingnya yang ternyata juga menatapnya. Ia langsung memalingkan wajah kembali. Menatap ubin restoran lebih baik daripada menatap laki-laki itu juga ibu mertuanya yang menatapnya dengan tatapan menyelidik.
"Terjadi sesuatu, ya?" lanjutnya.
"Nggak ada apa-apa, Ma," jawab laki-laki itu.
"Masa? Tapi kenapa kalian kelihatan malu-malu gitu? Wajah kamu juga merah lagi. Apa ini tanda-tanda mama otw punya cucu?"
Saskia menggigit bibir bawahnya. Mertuanya kenapa frontal sekali, sih? Tidak kasihan kah pada dirinya yang sudah tidak mampu membendung rasa malu?
"Mama apaan sih? Ya udah Rayhan berangkat aja." Ia melihat laki-laki itu menghampiri dan bersalaman serta tak lupa mengecup kening sang ibu.
"Kamu itu lo yang apaan. Mama doain kebaikan kok ya malah gitu. Aamiinin gitu," ujar Ibu Rayhan sambil tersenyum penuh arti.
"Udah, Ma. Aamiin-nya tulus dari hati yang paling dalam."
Degg..degg..degg...
Rasanya Saskia sudah kesulitan berpijak di tempatnya. Tidak ibu, tidak anak, kenapa jadi kompak begini? Tidak bisakah untuk men-skip pembahasan sensitif ini? Terlebih, ingatan tentang kejadian tadi malam bersliweran di pikirannya tanpa henti? Sepertinya ia harus banyak membaca taawudz.
"Loh..loh, Rey. Kenapa langsung nyelonong gitu?! Ini istri kamu ada di sini, loh! Kebiasaan."
Mendengar itu Saskia langsung mendongak. Ia melihat laki-laki itu menggaruk kepala belakangnya dan kembali menghampirinya. Dengan gemetar ia menerima uluran tangan laki-laki itu dan menciumnya. Ia sudah menyiapkan hatinya -'yang tidak rela'- karena laki-laki itu pasti juga akan mencium keningnya.
Tapi hingga beberapa lama, ia tidak merasakan apapun. Ia mendongak dan melihat laki-laki itu tersenyum kepadanya. Ia tertegun melihat senyuman itu dan laki-laki itu mengusap bagian atas kepalanya beberapa kali. Usapan yang lembut dan tidak membuat kerudungnya berantakan.
"Kamu baik-baik ya di sini. Nanti saya jemput."
Kerudungnya sih aman, tapi kenapa malah hatinya yang jadi berantakan?
Allahul musta'an...****
Saskia keluar dari dapur setelah ia selesai membantu membuat tiga marble chiffon cake. Ia merasa senang mendapat ilmu baru tentang dunia pastrie. Selama ini ia hanya melihat yang seperti itu di acara masak-masak. Ibunya memang sering membuat kue, tapi untuk kue dengan hiasan modern seperti ini tentu saja belum pernah.
Saat ibu mertuanya bercerita tentang toko kuenya, di benaknya adalah toko kue sederhana seperti yang banyak ia temui di kotanya. Tapi ternyata toko kue sang mertua luar biasa. Bangunan dua lantai itu cukup luas. Lantai pertama adalah tempat pengunjung memilih dan memesan kue maupun minuman. Kue-kue itu terpajang rapi dalam etalase sehingga pembeli bebas menentukan pilihan mereka. Tak seperti lantai satu yang hanya berisi beberapa meja dan kursi, lantai dua bangunan itu memang dikhususkan untuk pengunjung menikmati makanan mereka. Tadi ia sempat melihat-lihat ke atas, desainnya sederhana namun tampak berkelas. Di sana juga ada satu ruangan besar yang bisa digunakan untuk meeting. Sepertinya ibu mertuanya mengkonsep usaha ini untuk semua kebutuhan aktivitas pengunjung. Mulai pertemuan formal sampai yang hanya kongko-kongko saja.
Ia menghampiri mertuanya yang sedang merangkai bunga di sudut ruangan.
"Ma," sapanya dan mertuanya mendongak lalu tersenyum kepadanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Daur Ulang Hati
SpiritualCerita Fiksi Sebaik-baik bacaan tetap Al-Qur'an Ayat Al-Qur'an, hadits, atau perkataan para ulama dalam cerita ini dikutip dari ceramah asatidz sunnah dan website Rumaysho.com, muslim.or.id, muslimah.or.id, muslimafiyah.com, almanhaj.or.id, dll, in...