Bagian 3 , Surat

214 32 2
                                    

Kehidupan sekolah kembali berjalan seperti biasa. Mengganti sepatu, belajar, berdiskusi, latihan, hingga akhirnya sampai pada waktu yang disukai semua murid di dunia.

Jam istirahat.

Tsukishima baru saja kembali dari toilet lalu menyempatkan diri mampir ke kantin untuk membeli kue stroberi kesukaannya. Dan disana gadis yang ia sebut 'penguntit' masih saja memperhatikannya dengan wajah yang memerah karena melihat si lelaki jangkung itu. Selama berjalan ia masih saja dibayangi oleh kejadian yang ia lihat lusa lalu, mata Yamaguchi.

"Tsukki, ayo makan siang bersama!"

"Berisik Yamaguchi,"

"Hehe gomen Tsukki,"

Berapa kali pun Tsukishima menolak tetap saja pada akhirnya ia akan makan bersama Yamaguchi entah apa alasannya. Yamaguchi menarik kursinya yang kebetulan duduk di depan Tsukishima, membalikkannya lalu duduk tepat di depan si mata empat. Teman-temannya sudah terbiasa dengan pemandangan makan bersama mereka jadi tidak terlalu dipermasalahkan.

"Tadashi, dicari Keiko," salah satu teman sekelasnya sedikit berteriak karena berada di pintu kelas di hadapan Keiko. Keiko? Ia melihat seorang gadis berada di depan pintu, gadis payung yang ia lihat beberapa hari lalu dan masih dengan amplop merah mudanya. Dengan segera ia berjalan mendekati barangkali memang ada sesuatu yang penting.

"Keiko ya? Ada apa?" Seperti biasa Yamaguchi selalu menyapa dengan suara halus untuk memberi kesan sopan, terlebih yang ia temui adalah perempuan.

"A-anu, itu... Boleh minta tolong berikan ini untuk Kei? Aku.. aku ingin memberikannya sendiri tapi aku sedikit takut," ucap gadis bernama Keiko dengan takut-takut memberikan amplopnya ke Yamaguchi.

"Oh masuk saja, kebetulan Tsukki sedang be-"

"Tidak kau saja, tolong ya," Keiko memohon. Ia terlalu gugup untuk bertemu Tsukishima, terlebih matanya.

"Baiklah, aku masuk dulu ya," laki- laki itu sedikit membungkuk setelah Keiko mengucapkan terima kasih. Gadis itu masih setia berada di depan pintu menunggu jawaban ketika suratnya sudah berada di hadapan Tsukishima. Wajar saja jika banyak yang mengagumi si middle blocker  satu ini namun yang jadi penghalang untuk mendekatinya adalah sifat salty yang selalu menampar realita lawan bicaranya.

Menjijikkan. Satu kesan yang diberikan Tsukishima saat membaca surat. Ia sadar jika Keiko masih menunggu jawabannya di depan pintu kelas. Ia menghela napas kasar lalu menggunakan headphone putihnya.

"Yamaguchi," ucapnya sedikit lirih. Yamaguchi yang sedang membereskan buku-bukunya di meja hanya menoleh.

"Ada apa, Tsukki?" Tsukishima memberi kode dengan menggunakan jari telunjuk, mengetuk meja dua kali seperti berkata "kemarilah sebentar"
Seperti mengerti maksudnya ia mendekat lalu dengan cepat kerahnya ditarik, kembali mempertemukan mata hijau kecoklatan dengan mata kuning gelap yang kini terlihat lebih cerah. Tak banyak yang melihat karena sebagian laki-laki tengah bermain sepakbola di lapangan.

"Membungkuk sedikit dan miringkan kepalamu,"

"Ada apa?"

"Diam Yamaguchi, ikuti saja apa yang kubilang,"

Tanpa tahu apa-apa ia hanya menurut sehingga sekarang posisi mereka malah tengah seperti orang berciuman, justru itu yang diinginkan Tsukishima. Menunjukkan jawaban dengan tindakan dan bukan dengan menyusun kata-kata ramah yang bertujuan agar lawan bicara tidak sakit hati. Karena pada akhirnya penolakan yang baik maupun buruk jika tentang cinta tetap membuat manusia sakit hati.

Beberapa menit setelah menatap Yamaguchi di depannya mata sipitnya melirik ke arah pintu kelas dengan tatapan santai tapi juga tak bermaksud mengejek, pandangan penolakan yang seperti berkata "Kau sudah mendapatkan jawabannya sekarang pergilah dan jangan ikuti aku lagi" Keiko yang sedikit gemetar karena pemandangan yang ia lihat hanya menunduk lalu segera pergi.

"... Tsukki, berapa lama lagi? Kaki ku pegal,"

"Sudah. Terimakasih sudah membantuku,"

"Sama-sama. Ah iya, Hinata bilang ruang latihan sudah bisa dipakai. Ayo pergi bersama Tsukki!"

Tsukishima membetulkan kacamata yang sedikit melorot lalu tersenyum kecil, "Bukankah kita selalu bersama setiap hari?"

Mendengar perkataannya Yamaguchi hanya mengelus tengkuknya disertai tawaan yang pelan setelah itu kembali duduk di bangkunya untuk menunggu pelajaran selanjutnya.

Memories (Tsukkiyama)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang