Innc [5]

1.2K 212 139
                                    

Jika bisa sedekat satu senti, perasaan mungkin akan tersampaikan, jarak kita berdua yang tipis ini.

🍂
______________________________________

...

"Fiony!" panggil Ara yang berdiri di depan rumahnya.

Fiony yang baru saja akan membuka pagar pun menoleh ke arah sumber suara. "Ngapain dia manggil-manggil?" gumamnya pelan.

Kemudian Ara berlari kecil menghampiri tetangganya itu. Dengan senyum yang selalu menghiasi bibir, Ara berdiri di depan Fiony dan menyodorkan sesuatu. "Nih, Fio," ucap Ara.

"Ini apa?" tanya Fiony bingung, karena melihat sandal yang hanya sebelah di tangan Ara.

"Sendal adik kamu," jawab Ara singkat.

Fiony ingat, kemarin Freya sempat melemparkan sandalnya ke arah kepala Ara. "Oh," balas Fiony menerima sandal itu. Kemudian melangkah memasuki halaman rumahnya.

"Eh eh tunggu," cegah Ara. Meskipun sebenarnya ia tidak punya kepentingan lain dengan Fiony. Ara hanya suka melihat Fiony lebih lama, itulah alasan kenapa Ara selalu menjahili gadis cuek ini.

"Apa?" ketus Fiony.

"Bayar."

"Bayar?"

"Iya bayar. Sendal adik kamu udah nginep di rumah aku, hampir 1 kali 24 jam. Jadi ya harus bayar," kata Ara menahan senyum.

Fiony menghela napas malas. "Emangnya nginep di hotel?"

"Jaman sekarang mah bukan cuma nginep di hotel doang yang bayar. Pipis di toilet umum aja bayar."

"Ya tapi kan ini cuma sendal, cuma sebelah lagi," sahut Fiony. "Ya udah, kamu minta bayaran berapa emang?"

Ara senyum, padahal ia tadi hanya iseng, tapi Fiony malah menganggapnya serius. "Satu," jawab Ara menunjukkan jari telunjuknya di depan Fiony.

"Satu? Satu apa?"

"Satu senyum kamu," jawab Ara cepat.

"Hah?"

"Bayarannya pakek senyum. Boleh kan?"

Seketika Fiony memberikan tatapan malasnya. Sepertinya ia salah sudah meladeni ucapan Ara sejak tadi. "Apaan sih? Ngga jelas!" ketus Fiony lalu melangkah masuk ke rumahnya.

Melihat wajah ketus Fiony, Ara justru tersenyum. "Fio! Maaf ya, kemarin udah lempar kacang ke kepala kamu," kata Ara sedikit berteriak saat Fiony membuka pintu rumahnya.

Tapi Fiony tidak menjawab. Ia hanya menutup pintu itu dengan sekali hentakan. Bagi Fiony, Ara tidak lebih dari gadis yang suka tebar pesona. Ini terbukti dengan banyak sekali anak di sekolah yang seperti orang gila saat bertemu Ara. Mereka berteriak, berlomba menyapa Ara, bahkan banyak yang memberi hadiah untuk Ara.

Gadis sok populer seperti Ara, Fiony tak menyukainya.

...

...

...

"Ara? Kenapa? Kok senyum-senyum sendiri?" tegur Anin saat melihat putrinya di teras rumah.

"Ya soalnya Ara lagi sendiri, Bunda. Makanya senyum sendirian," jawab Ara bercanda.

"Kalau itu sih Bunda juga tau. Lagian kamu ngapain duduk diem di situ, Ra? Kamu ngga main skateboard? Kan sekarang hari Minggu, biasanya kamu main dari pagi."

"Tadi ada urusan dikit, Bunda. Nanti aja mainnya, agak sore," jawab Ara.

"Oh ya udah. Abis ini Bunda mau pergi sebentar. Kalau nanti kamu main skateboard, jangan lupa rumahnya dikunci." Anin berpesan.

InnocenceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang