Part 14

2.8K 178 8
                                    

Selamat Malam Minggu Jomblo. Wkwkwk..

Jangan lupa vote and komen ya.

Jangan lupa juga Follow instagram: meluksendi and Akun Wattpad meluksendi

Selamat Membaca..

________

Moza merasakan perih di bagian pipinya, dengan pelan dia membuka mata, Mama langsung memeluk Moza, ayah Moza, Dela, Riri dan semua yang berada diruangan itu terlihat sedih, Moza kembali meneteskan air mata ketika melihat pantulan dirinya dengan rambutnya yang sudah terpotong habis, rambut cantiknya kini suda hilang, Moza semakin terisak saat bayangan ketiga sosok manusia mengerikan melintas dipikirannya, dia memeluk Erat mamanya "Mah, Mereka jahat banget"

Revan berdiri dipintu menatap adiknya, wajahnya terlihat menahan amarah, dia ingin sekali menghabisi orang yang telah membuat Moza seperti ini, namun sayangya dia tidak bisa melakukan itu sekarang.

Feral menepuk pundak Revan sedangkan Keano melirik Feral dengan sinis, dia menghela nafas kemudian menatap Feral tajam. " Ikut gue" Keano berjalan keluar kamar menuju taman belakang Rumah. Keano berdiri dan menatap Feral tajam "Lo tau mereka lakuin ini ke Moza karna apa? karena lo" Keano menampar Feral. Feral terdiam, dia tau karena dialah semua ini terjadi. "Lo Nembak Moza hanya karena lo mau tetap terlihat unggul dari gue?" Keano lagi-lagi melayangkan tamparan keras di pipi Feral "Okey lo unggul, tapi lo gak bisa Jaga Moza dengan baik"

"Lo berdua kenapa Cuma tampar-tamparan? Bunuh-bunuhan aja sekalian" Revan berjalan mendekati Feral dan Keano.

"Van" Feral menatap Revan "Gue salah, karena gue adek lo kaya gini, gue siap lo apain aja, gue salah"

Revan tersenyum sinis, Revan teringat akan kata-kata Moza sebelum dia keluar dari kamar "Sayangnya adek gue gak mau gue nyakitin lo"

Keano terdiam saat mendengar Revan. dia bahkan tidak ingin Feral sakit, itulah yang ada dipikiran Keano dan itu membuat sesuatu di dalam dadanya terasa sakit.

__________________

Sudah seminggu Moza mengurung diri di kamar, dia tidak ingin bertemu orang lain saat ini, bahkan dia enggan melihat dirinya sendiri di cermin, rambutnya sudah di potong rapi namun itu sama saja, dia tidak menyukai hal itu karena dia terlihat seperti cowok dengan potongan rambut yang sangat pendek. Itulah sebabnya dia menyingkirkan segala macam cermin yang berada didalam kamarnya.

"Sayang, Nak Feral ada ni" Teriakan wanita paruh baya yang terdengar sangat lembut namun terdengar kesedihan didalamnya membuat Moza yang sedang duduk dijendela sambil menatap keluar beralih melirik pintu yang masi tertutup.

"Suru masuk aja Ma" Moza kembali menatap keluar kamar. Dia bahkan hanya berani bertemu dengan Feral, Dela, Riri dan keluarganya.

"Hai, tuan putri udah makan apa belum?" Feral duduk disamping Moza dan ikut menatap keluar jendela.

"Gak ada tuan Putri kayak gue" Moza tersenyum sinis

"Ih, ada kok. Namanya Moza, cewek unik yang cantik dalam hal apapun" Feral menatap Moza lekat kemudian menggegam tangan Moza erat "Maafin gue, gak seharusnya gue nembak lo hari itu"

Moza melirik Feral kemudian tersenyum tipis, dia mengingat hari itu, sebelum semuanya terjadi, sepulang dari sekolah Feral mengungkapkan perasaannya kepada Moza didepan Riri,Dela dan beberapa siswa lainnya. Namun Moza tidak menyangka berita itu tersebar begitu cepat. Dan mengakibatman dirinya terkurung dikamar saat ini.

"Semua bukan karna lo. Gak ada yang perlu disalahin disini, lagian semuanya udah selesai, mereka udah dikeluarin dari sekolah dan mendapat hukuman yang setimpal"

"Ingat, mereka gak dikeluarin karena lo gak mau" Feral mengela nafas berat, dia tidak habis pikir dengan kebaikan Moza, dia masi saja memaaftkan mereka dan memikirkan masa depan mereka yang sudah membuatnya seperti ini, bahkan jika dia tidak cepat menemuinya, mereka mungkin akan menghabisi nyawa Moza.

Moza terkekeh sejenak "Ya gimana dong, Moza gak mau mereka menderita. Gak boleh jahat dibalas jahat"

"Cantik, baik Tapi sayangnya bukan pacar gue" Feral mencubit hidung Moza

Moza tmelirik Feral sinis kemudian terkekeh

"Keano gak datang?"

Moza terdiam, kenapa Feral menanyakan hal ini, bukankah dia sudah tau bahwa Keano tidak akan memperdulikan dirinya, dia bahkan tidak terlihat khawatir hari itu, dia terlihat seperti biasanya, acuh dan dingin. Moza menatap Feral sejenak kemudian menggeleng kepala.

Feral tersenyum tipis kemudian bangkit berdiri "Gue ambilin makan ya. kata Mama lo belum makan apa-apa hari ini" Feral melangkahkan kaki menuju pintu.

"Kata-kata lo mau nungguin gue berubah pikiran masi berlaku gak?"

Feral menghentikan langkahnya kemudian berbalik dan menatap Moza lekat, Feral menaikkan sebelah alisnya "Lo gak boleh mikirin itu dulu"

"Gue berubah pikiran"

Feral mendekati Moza, dia menempelkan tangannya didahi Moza, dia begitu tidak percaya apa yang diucapkan Moza, sejujurnya dia sangat merasa bahagia namun entah kenapa dia tidak ingin Moza merasa terpaksa dengan jawabannya.
"Gak sakit, gak terpaksa dan gak ada apa-apa, gue beneran mau"

Feral masi tetap terdiam sambil menatap Moza

"Moza mau jadi Pacar Feral"

Tidak bisa dipungkiri, Feral sangat bahagia dan itu membuatnya tidak bisa menahan senyumnya, Feral duduk didepan Moza kemudian memegang kedua tangan Moza, dia masi tersenyum dan itu membuat Moza merasa lucu dengan tingkah Feral. Feral mengusap belakang kepalanya ketika Moza menatapnya sambil terkekeh, dia merasa canggung, bahagia dan malu disaat yang bersamaan.

Feral mengecup kedua tangan Moza kemudian mengusap pipi Moza lembut "Ih Pacar Feral cantik banget, kenapa ya?"

Moza menatap Feral sinis kemudian tersenyum "Heh siapa yang ngajarin ngegombal?"

Feral terkekeh "Boleh gak Feral cium kening Moza?"

Moza melongo menatap Feral, dia begitu terkejut karena dia merasa begitu dihargai hanya karena Feral meminta izin kepadanya. Moza tersenyum kemudian mengangguk. Feral tersenyum dan bangkit berdiri. Feral mendekat kemudian menutup mata dan mengecup kening Moza dengan lembut.

"Ih. Apa-apaan ini?" Suara seorang membuat Moza dan Feral bergerak mundur satu langka kebelakang dengan cepat.

"Ngapain? Hah?" dengan nampan makanan ditangan, Revan menatap Feral dengan tajam, dia berjalan mendekati Feral dengan wajah sangarnya.

Moza menggeleng kepala "Gak ngapa-ngapain"
Revan mengangkat sebelah alisnya kemudian mendekatkan wajahnya diantara kedua sambil berbisik "Lain Kali pintunya di tutup" Revan terbahak karena puas mengejai mereka berdua.

Moza memukul lengan Revan sedangkan Feral tersenyum malu sambil menggusap belakang kepalanya dengan wajah yang memerah.

"Mesum banget sih lo" Moza kembali memukul lengan Revan

Revan masi terbahak "Nih suapin adek gue" Revan menatap Moza jahil "Pacaran juga butuh makan" Revan terkekeh dan berjalan keluar, namun sebelum berlalu, Revan berbalik "Gak boleh tutup pintu kamar"

Moza kembali terkejut dengan ucapan Revan, sejak kapan dia menutup pintu jika ada teman cowokya di dalam kamar, Revan memang selalu mencari masalah dan itu membuat Moza selalu kesal, namun saat ini dia sungguh malu. Moza menutup matanya dan menggeleng kepala. Kali ini pipinya terasa panas. Feral menatap Moza kemudian terkekeh karena Moza begitu lucu pada saat pipinya memerah.

_________

Salam Hangat

Meldi

KEAMO (AND) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang