Chapter 4: Calon Mertua

100 29 2
                                    

"Ayah gue hari ini ke apart, lo diem-diem bae ya di sini."

"PS gue masih di apart lo tapi."

"Ya udah nanti ambil, gue pergi dulu."

Nicholas ngangguk dan ngelanjutin sarapannya sambil ngeliatin Isa yang lagi ribet sama sepatu dan juga barang bawaannya.

Cklek

"Nikol! Mau kemana heh!"

Tuh kan jadi Isa sendiri yang kelimpungan buat pakai sepatunya. Cepet-cepet perempuan itu pakai sepatunya dan nemuin Nicholas yang lagi berdiri di lift sambil nekenin tombol biar nggak mati.

"Naik lift, ya? Bawaan lo berat." Duh lembut amat kek kasur.

"Hehe, makasih Nikol! Gue duluan ya!"

"Iya, hati-hati."

Sebulan penuh, hari-hari Isa dipenuhi sama pemuda itu. Nggak jarang buat mikirin bahkan sampai kebawa mimpi si Nicholas itu. Dia jadi heran, pelet apa yang dipakai sama temen barunya itu.

-

"Loh, Ayah belum dateng ya?"

"Ya udah deh masak nasi dulu aja."

Sepulang dari kampusnya, Isa mutusin buat bersih-bersih dan masak nasi. Dia yakin, ayahnya itu dateng sambil bawa masakan rumahnya.

"ISAAAA!"

Isa langsung noleh, untung jarak dapur ke pintu utama deket. Dia dikasih pandangan ayahnya yang bawa tas kantornya dan kotak bekel. Persis dugaannya, ayahnya nggak pulang dulu ke rumah dan bawa masakan.

"Ayah! Duduk dulu, mau mandi nggak? Biar aku siapin handuk sama yang lainnya."

Ayahnya menggeleng, "Nggak usah, Ayah mampir sebentar. Mama kamu nitip temen nasi soalnya."

"Oh ya udah, tapi Ayah makan dulu di sini ya? Aku lagi masak nasi juga soalnya."


















"KAMU BARU MASAK NASI? SARAPAN KAMU MAKAN APA, ISA?!"

Tuh kan, salah ngomong.

Setelah perdebatan kecil itu, mereka lagi duduk di ruang tengah. Ayah yang sibuk nonton berita di televisi sambil makan dan Isa yang duduk di lantai lagi ngerjain tugasnya di laptop.

"Makan dulu sana."

"Bentar, kagok ini."

Ayahnya maklumin, dari kecil anak bungsunya emang suka nunda makan gara-gara tugasnya. Beliau mutusin buat ke dapur dan ngambil mangkok berisi nasi dan ikan goreng.

"Sini, disuapin."

Isa sih manggut-manggut aja, suapan Ayah emang terbaik selain suapan mamanya. Beda sama suapan kakaknya. Nggak enak aja gitu bawaannya kalau disuapin kakak.

"Gimana kuliah?"

"Nggak gimana-gimana, Ayah maunya gimana emang?"

Lemot dasar.

"Maksudnya, lancar nggak? Enak nggak tempatnya? Nyaman nggak belajarnya? Rame nggak temen-temennya?"

Isa cengegesan, "Sejauh ini lancar, baik-baik aja."

Keluarga kecil itu diem, ayahnya sibuk buat misahin daging dengan duri ikannya dan pastinya Isa yang sibuk ngerjain dan nungguin suapan dari ayahnya.

"Harusnya kamu teh malu sama pacar kamu kalau masih disuapin sama Ayah, Ra."

Isa bingung, "Lah aku mana ada pacar?"

"Ai tadi di dapur saha? Dedemit? Lain? Jeulma eta mah, Ayah yakin."



















"NIKOL LO NGAPAIN DI SINI?!"

Yup, benar dugaan kalian. Itu Nicholas yang lagi makan dan jangan lupain kakinya yang naik satu kayak lagi makan di warteg.

"Makan."

As usually, singkat, padat, dan jelas udah kayak permintaan guru buat murid.

Isa menarik nafasnya panjang, "Ya gue juga tahu lo lagi makan, tapi ngapain makan di sini?"

"Males masak."

"Pacarnya Isa ya? Udah berapa bulan?"

Berasa hamil

"Bukan, om. Tapi doain aja lah ya, hehe."

Haha hehe palamu

"Itu mah terserah Isa aja. Isa mau, saya restuin. Udah ah, makanan kamu juga udah beres udah ada temen juga. Ayah pulang dulu ya."

Ayahnya nyium puncak kepala anaknya dan sebagai anak berbakti Isa nemenin ayahnya sampai mobil ayahnya hilang dari daerah apartmentnya.

Dia masuk dengan wajahnya yang lesu tapi itu nggak bertahan lama karena...
















"Gemes, masih disuapin."

Salah ServerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang