4 | Gudang Sekolah 3/4

1.4K 212 12
                                    

Hyunjin: Jinan
Renjun: Reno
Jeno: Juan
Haechan: Ervin
Jaemin: Adrian
Jisung: Reyhan
Felix: Felix
Seungmin: Mirza

____________________________________

"Akhirnya... perut kenyang hatipun senang," ucap Jinan. Ia kini tengah rebahan di kasurnya setelah mandi dan makan. Dia pulang telat tadi, tentu saja karena sudah terbohongi oleh kepala sekolah mereka.

"Di brosur ada nomer teleponnya, gimana kalau gue hubungin aja ya? Tapi kalau itu polisi gimana?" monolog Jinan.

Jinan bangun dan mengambil tas sekolahnya. Lalu ia mencari brosur yang tadi ia simpan di tasnya. Sengaja, sebab ia sudah terpikirkan tentang nomer yang tertera di brosur tentang Ferdi itu.

"Apa coba gue telpon? Yaudah coba aja," ucap Jinan. Ia memasukkan digit nomer telepon yang tertera di brosur ke ponselnya.

Jinan menunggu panggilannya diangkat. Jantungnya berdegup cepat, ini bukan jatuh cinta lho, Jinan sedang gugup. Panggilan pertama, hanya terdengar suara operator yang menjawab. Kemudian, Jinan mencoba lagi. Dan yap, akhirnya diangkat.

"Assalammualaikum, siapa ya?"

Terdengar suara wanita yang menjawab telepon Jinan. Sebentar, Jinan tidak tahu harus menjawab apa, mengatakan apa, dan melakukan apa. Lupakan.

"Wa-waalikumsalam," jawab Jinan gugup.

"Iya, dengan siapa?"

Karena belum mempersiapkan diri, Jinan memilih untuk mematikan panggilannya. Setelahnya ia menghela nafas.

"Mending gue suruh yang lain aja deh yang nelpon, gugup gue," ucap Jinan sembari mengelus dadanya dramatis.

•••

"Assalammualaikum," salam Mirza sembari mengetuk pintu rumahnya. Ia sudah mengetuk pintu rumahnya berkali-kali, tapi nihil tak ada seorang pun yang membukakan pintu.

"Mama sama papa kemana ya? Ditelpon juga gak diangkat," monolog Mirza.

Di siang terik seperti ini, tiba-tiba saja Mirza merasakan hawa dingin di sekitarnya. Mirza menelan salivanya dengan susah payah, bulu kuduknya juga ikut merinding.

"Ya Allah, bismillah-ASTAGFIRULLAH!" Mirza yang tadinya bersiap membaca do'a seketika berteriak istigfar. Bagimana tidak, saat ini Ferdi berada tepat di depannya secara tiba-tiba.

"Mirza, butuh bantuan?" tanya Ferdi dengan raut wajah datarnya, namun matanya tetap terlihat sendu.

Mirza yang masih kaget hanya mengangguk kaku. Ferdi kemudian menghilang dalam sekejap, lima detik setelahnya pintu rumah Mirza terbuka dengan sendirinya. Ah tidak, lebih tepatnya Ferdi yang membukanya.

"Ma-makasih," ucap Mirza pelan.

Ferdi tersenyum tipis namun mengerikan. Mirza langsung saja masuk ketika Ferdi menepi dari pintu. Ternyata, rumah Mirza sepi. Itu artinya mama dan papanya pasti sedang keluar.

Setelah Mirza selesai mandi dan makan. Ia memutuskan untuk duduk di sofa ruang tamu. Berkutat dengan ponselnya dan juga brosur tentang Ferdi di meja.

"Mau ngapain?" tanya Ferdi. Ia sedari tadi memang masih ada di rumah Mirza, bahkan sekarang ia duduk berhadapan dengan Mirza.

Mirza sebenarnya agak takut. Ya jelas, Ferdi si hantu pucat, darah yang tak berhenti mengalir dari hidungnya, kepalanya yang retak dengan otaknya yang terlihat, juga tangan kirinya yang tidak ada, kini tengah menatap Mirza datar.

Kami Anak Indigo | 00LTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang