Third.

3.3K 160 7
                                    

Tanya POV

Malam yang dingin ditambah suasana gudang penyimpanan bir yang sepi dan gelap membuatku semakin takut. Aku sudah lelah untuk berteriak dan menangis.

Sungguh. Aku tak habis fikir. Apakah mimpi itu adalah pesan? Kalau saja aku dihari itu tidak bekerja. Bagaimana ini bisa terjadi.

Setetes air mataku kembali turun dari
mataku. Seseorang membuka pintu gudang. Aku takut, siapa itu? Si penjahat itu? Ataukah Louis.

"Louis? Apakah itu kau??" ucapku lirih. Aku sangat lelah atas segala penyiksaan yang penjahat itu lakukan. "Sudahlah kau jangan menangis. Ayo aku akan membantumu" ucap seseorang. Masuklah seseorang dari pintu gudang, siapa dia?

Itu si penjahat? "Tidak, aku tidak mau aku tak mau jika diperlakukan seperti ini" teriakku sambil menangis. "Tenang saja, aku akan membantumu dan melepaskanmu. Tapi kau harus tetap bersamaku" ucapnya lalu berjalan menujuku.

"Tidak, aku tahu otak jahat mu bodoh. Lebih baik kau tinggalkan saja aku sendiri di gudang ini dan mati dengan perlahan dibandingkan aku mati karena siksaanmu" teriaku di hadapannya. "Tenang, aku tak akan melakukan hal itu lagi kepadamu" ucapnya dan melepaskan tali yang mengikat pergelangan tangan ku.

"Sekarang ayo. Kau akan kuajak makan malam" ucapnya dengan dingin. Aku mengikutinya dari belakang walau aku sedikit takut dengannya.

Ia membawaku ke sebuah ruang makan yang mewah dan mempersilahkanku duduk di sebelahnya. Ia mengambilkanku beberapa sendok nasi dan lauk. Aku hanya terdiam karena aku takut ia menuangkan racun ke dalam makanan ku.

"Mengapa kau tak makan?" ucapnya memberhetikan makannya. "Aku takut jika kau membubuhi bubuk racun dimakanan ku" ucapku. "Hahahahah..." tawanya pecah. "Mengapa kau tertawa?" tanyaku heran. "Kau bodoh? Lihat, aku memakan makanan yang sama denganmu. Dan kau lihat? Jika aku membubuhi racun pati sekarang ini aku akan mati" ucapnya lalu melanjutkan makannya.

Aku mengangkat tanganku dan mulai memakan beberapa suap makan malam ini. "Jika kau sudah selesai, segera bersihkan tubuhmu" ucapnya dan meninggalkanku diruang makan sendirian. Dia mencuci piring bekas makan malamnya.

"Bo-bolehkah aku bertanya sesuatu?" aku angkat bicara. Walau sedikit terbata karena aku takut dengannya. "Yap" jawabnya. "Kau tinggal sendirian disini?" tanyaku. "Ya... Aku tinggal sendiri disini. Mengapa?" lanjutnya. "Ti-tidak. Aku hanya bertanya saja" ucapku.

Rumah sebesar ini dan hanya ditinggali oleh seorang lelaki? Astaga. Aku beranjak dari kursiku bermaksud untuk segera membersihkan tubuhku. "Hey tunggu" ucalnya dari dapur. Aku mengangkat alisku menandakan 'apa?'. "Umm, aku akan mengobati lukamu" ucapnya dan menarik lenganku yang ditambah luka sayat.

"Maaf aku melakukan ini kepadamu" ucapnya. Aku hanya menunduk. "Kau tak apa kan?" ucapnya disela sela mengobati lenganku. "Untung saja aku tidak mati" cetusku. "Oh tidak, aku sangat lancang sekali berbicara" ucapku. "Kau tak apa apa kan?" tanya nya lagi. "Tidak, aku tak apa apa" ucapku.

"Namamu siapa?" ucapnya setelah selesai mengobati lukaku. "Oh, namaku Tanya Amanda Butchler. Panggil saja aku Tanya" ucapku. "Oh okay. Aku Thomas. Apakah kau gadis yang dua hari kemarin aku tabrak?" ucapnya.

Siapa? Aku? Dia? Tertabrak? Saat aku keluar dari cafe sehabis makan siang sengan Louis?. Aku mengangguk. "Maaf, aku melakukan ini semua karena ini tuntutan dari bosku. Aku.... Ah sudahlah ini sudah larut malam, lebih baik kau segera membersihkan tubuhmu" ucapnya lalu beranjak ke ruang tengah kukira.

Aku keluar kamar mandi mengenakan baju yang sama saat sebelu mandi. "Kau menggunakan pakaian itu lagi?" tanyanya. "Ya... Mau bagaimana lagi aku tak membawa pakaian sejak kau menyanderaku" ucapku dengan nada yang pelan. Aku takut jika ia tersinggung dengan percakapanku yang bodoh.

STOCKHOLM SYNDROME [Thomas Sangster Fanfic]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang