Still Tanya POV
Aku berteriak dengan keras. Aku sangat terkaget karena seseorang mencekik ku dari belakang. "Oh.. Pleasee...." ucapku lirih. Air mataku turun menuju tulang pipi ku dengan bebas. Seseorang semakin menekan cekikanku. "Thomas... I need you now. I i love you" tangisanku semakin memuncak. Aku tak sadar apa yang aku lontarkan, tetapi hatiku terus berteriak dan aku pun akhirnya berteriak jujur. Yap, hatiku yang meneriakan kata kata itu.
Namun, tangan seseorang yang mencekikku melonggar dari tenggorokanku. "Thomas..." ucapku lalu semua pandanganku buram dan semua tampak tak jelas.
"Tanya... Tanya" teriak seseorang membangunkanku. Thomas.. Sayang, aku sudah di alam bawah sadar. Semua tampak tak jelas sangat sangat tak jelas.
Aku terbangun diatas rerumputan di sebuah bukit. Diriku yang memakai gaun panjang berwarna putih dan rambut lurusku ku urai dengan sengaja. Kulihat kanan dan kiri ku.
Udara yang sangatlah sejuk. Sangat sangat sejuk dan membuatku sangat nyaman. Kakiku yang tanpa alas menyentuh rerumputan dengan bebas. Geli, aku menatap kesebelah kiriku. Hell no!! Itu aku? Bayangan ku? Sungguh.
"Tanya, kau akan memilih siapa aku atau dia?" ucap bayanganku dan bayangan itu brrubah menjadi Louis. Wajah Louis terlihat sangat sembab. Apakah ia menangis?
Namun saat aku melihat ke arah kananku, Thomas berdiri disana dengan tataan penuh harapan. Tidak, aku tak bisa memilih.
Aku terbangun di kamar. Kamar adik Thomas. Aku menutup wajahku dengan kedua telapak tanganku dan aku tenggelam dalam tangisan yang mungkin tangisan yang benar benar sakit. Thomas berlari ke arahku.
"Tanya.. Tanya.. Are you okay?" tanynya dan duduk di ranjang di hadapanku. Aku hanya menggeleng dan tangisanku semakin membesar. Thomas menarikku kedalam pelukannya. Hangat. Itu yang dapat kurasakan. Ini yang kurasakan. Sama seperti hangatnya pelukan Louis padaku saat kami berpelukan saat itu. Jantungku semakin berdebar karenanya.
Dapat kurasakan padanya debaran yang sama. Apa ini? Oh jangan Tanya, jangan terlalu berlebihan Tanya. "Tanya?" tanya nya dan aku kembali sadar. "Apa kau tak apa apa" ucapnya lagi. Aku mengangguk dan melepaskan pelukan kami.
"Maaf" lanjutnya lagi. "Maaf untuk apa?" tanyaku padanya. "Aku meminta maaf padamu karena aku yang melakukan mu seperti itu. Aku terlalu sakit saat mendengarmu berbicara seperti itu" jelasnya padaku.
"Thomas, tetapi... Aku... Punya seseorang yang harus ku pertanggung jawabkan juga Thom..." ucapku menunduk. "TETAPI TANYA AKU INGIN KAU DISINI TEMANIKU. AKU TERLALU TAKUT UNTUK SENDIRI DISINI" bentaknya padaku sambil menangis. Spontan aku terkaget karenanya. Ia menyandarkan tubuhnya ke dinding di sebelahku sambil menatap langit langit kamarku.
Aku sangat kasihan melihatnya dan aku memberanikan diriku mendekatinya. "Thomas..." ucapku dengan lirih. Ia menoleh padaku. "Maafkan aku" sungguh, aku merasa sangat bersalah padanya. Tak kuduga, tiba tiba tubuhku ambruk dan memeluknya. "Aku sangat meminta maaf Thomas. Will you forgive me?" ucapku di pelukannya sambil menangis. Ia tak berguming dan tetap saja diam.
Wajahnya yang merah padam yang mungkin marah padaku, aku memberanikan diri untuk mengecup pipinya perlahan. Lalu tangannya melingkar dengan perlahan ke pinggangku dan ia menarikku menjadi keatas tubuhnya. Dan alhadil aku menindihnya
"Thomas, turunkan aku. Aku takut kau keberatan dengan bobot tubuhku" ucapku. "Haha, tidak kau tidak berat kau sangat ringan. Kau sudah tak menangis lagi huh?" tanyanya. Aku menggeleng dan menyandarkan kepalaku ke atas dadanya.
"Mengapa kau tadi menangis? Ceritakan saja padaku" ucapnya. Tangannya mengusap kepalaku dengan lembut dan memainkan helai demi helai ramvut cokelat ku dengan jari jarinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
STOCKHOLM SYNDROME [Thomas Sangster Fanfic]
FanfictionMungkin bodoh jika aku mencintai seseorang yang sudah menyandra ku dan telah memperlakukanku sebagai budaknya. Namun sungguh, aku mencintai nya walau aku sudah memiliki calon tunangan.